Kemenperin Berkomitmen Dorong Kemandirian Industri Farmasi

Minggu, 12 Desember 2021 – 17:01 WIB
Ilustrasi industri farmasi. Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto

jpnn.com, JAKARTA - Berkomitmen dalam mendorong kemandirian industri farmasi, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen pad 2022.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKTF) Muhammad Khayam mengatakan kebijakan itu bertujuan untuk memperbaiki neraca perdagangan nasional.

BACA JUGA: Bumame Farmasi Jadi Provider Lab Ajang Badminton Festival 2021

"Kebijakan substitusi impor memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri untuk tumbuh berkembang dan meningkatkan daya saing," ungkap Khayam, Minggu (12/12).

Pendekatan yang dilakukan dalam kebijakan substitusi impor dari sisi supply meliputi perluasan industri untuk peningkatan produksi bahan baku dan bahan penolong industri existing, peningkatan investasi baru, serta peningkatan utilisasi industri.

BACA JUGA: Septiono Bersama Wanita Lagi Asyik di Kamar Kontrakan, Brak! Alamak

Sektor IKFT diharapkan bisa memberi kontribusi besar terhadap kebijakan substitusi impor, salah satunya ditunjukkan dari kinerja industri farmasi, obat kimia dan tradisional, serta industri bahan kimia dan barang kimia yang tumbuh positif 9,71persen (y-o-y) pada kuartal III 2021.

Khayam menyampaikan saat ini terdapat 223 perusahaan farmasi formulasi atau produk jadi, terdiri dari empat perusahaan BUMN, yaitu PT Bio Farma Tbk (sebagai holding), PT Kimia Farma Tbk, PT Indofarma Tbk, dan PT. Phapros Tbk.

BACA JUGA: Jelang Salat Subuh, Dodi Kaget Dengar Suara Ledakan, Innalillahi

“Pasar farmasi Indonesia tahun 2019 sekitar Rp 88,3 triliun, tumbuh 2,93 persen dibanding tahun sebelumnya," sebutnya.

"Selain itu, 76-80 persen kebutuhan produk obat nasional sudah mampu dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri."

Khayam menjelaskan bahan baku pembuatan obat terdiri dari dua bagian, yaitu bahan baku aktif atau active pharmaceutical ingredients (API) dan bahan baku tambahan atau eksipien.

Hal tersebut menciptakan peluang besar untuk pendalaman struktur dan pengembangan industri bahan baku dan bahan tambahan bagi industri farmasi.

“Selain untuk memperkuat ketahanan industri farmasi nasional, sekaligus berkontribusi terhadap kebijakan substitusi impor,” ungkapnya.

Kemenperin berkomitmen untuk mendorong kemandirian industri farmasi sebagai sektor penting dalam menopang pembangunan kesehatan nasional melalui pengembangan industri bahan baku obat (BBO).

“Upaya substitusi impor diyakini dapat membantu menurunkan defisit neraca perdagangan Indonesia khususnya di sektor farmasi,” ujar Khayam.

Namun demikian, upaya mewujudkan kemandirian industri farmasi nasional melalui kemandirian industri BBO, membutuhkan kesamaan perspektif dari berbagai stakeholder terkait, antara perspektif ketahanan nasional dan perspektif ekonomi serta konsistensi kebijakan.

Kemenperin berharap kebijakan pemerintah dapat meningkatkan feasibility ekonomi pada jangka pendek, dan kemudian peningkatan daya saing dalam jangka menengah panjang. (mcr28/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Tantangan Industri Farmasi di Masa Pandemi


Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Wenti Ayu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler