Kemensos Dorong Peran Pelbagai Pihak dalam Penanganan Disabilitas Mental

Rabu, 14 Oktober 2020 – 21:10 WIB
Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos Harry Hikmat. Foto: Dok Kemensos.

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Sosial (Kemensos) menegaskan, peran berbagai pihak sangat diperlukan dalam implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Hal itu disampaikan Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos Harry Hikmat, dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pendampingan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) Penyandang Disabilitas Mental.

BACA JUGA: Kemensos Bantu Lebih 23 Ribu Penyandang Disabilitas Berat Selama 2020

Beberapa Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi amanat dari UU Nomor 8 Tahun 2016 yang mengatur perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas telah dibuat.

Salah satunya rancangan PP mengenai Habilitasi dan Rehabilitasi, kini sedang dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

BACA JUGA: Kemensos Berikan Bantuan Kepada Anak Penyandang Disabilitas

Harry menerangkan, proses habilitasi dan rehabilitasi merupakan tugas dari Balai Rehabilitasi Penyandang Disabilitas, seperti Balai Disabilitas "Margo Laras" Pati sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) milik Kemensos.

“Terdapat ragam penyandang disabilitas mental, yaitu Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). OMDK merupakan orang yang memiliki masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan, perkembangan dan kualitas hidup sehingga memiliki risiko gangguan jiwa,” ujar Harry dalam keterangannya, Rabu (14/10).

BACA JUGA: Perempuan Paruh Baya Diamankan Polisi, Barang Bukti Bra Warna Biru

Menurutnya, ODMK yang tidak ditangani sejak dini akan menjadi ODGJ yaitu orang mengalami gangguan pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna, dapat menimbulkan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

Dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) Penyandang Disabilitas yang dibangun oleh Pusat Data dan Informasi (Pudatin) Kemensos, ada kategori ragam disabilitas beserta kombinasinya.

Sudah terdata sebanyak 85.048 penyandang disabilitas mental berdasarkan by name by address (BNBA).

"Namun data ini masih harus diupdate dan diverifikasi ulang," sebut Harry.

Kemensos menganggap penting untuk merekonstruksi ulang penanganan penyandang disabilitas mental.

Maka lahirlah kebijakan rehabilitasi sosial berupa Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) sebagai penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.

Melalui ATENSI juga akan diwujudkan penguatan sistem rehabilitasi sosial yang terintegrasi dengan jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial.

ATENSI juga sebagai upaya untuk perluasan jangkauan rehabilitasi sosial melalui pendekatan berbasis keluarga, komunitas, dan residensial.

Hal yang perlu diketahui oleh para pihak yang terlibat dalam rehabilitasi sosial bahwa ODGJ dapat disebabkan oleh faktor biologis yaitu genetik atau aspek keturunan, faktor neurotransmitter yaitu masalah yang tejadi pada neurotransmitter seseorang, atau faktor lingkungan yaitu tekanan dari lingkungan keluarga, pekerjaan maupun lingkungan sosial.

Salah satu isu ODGJ yaitu pemasungan yang disebabkan karena keluarga bingung menangani, tidak dapat akses terhadap bantuan dan layanan yang dibutuhkan.

Beberapa cara pemasungan dilakukan dengan menggunakan kayu, dirantai, dikandangi, dikunci di dalam kamar, diasingkan di tengah hutan dan berbagai bentuk pengekangan fisik lainnya.

Pemerintah melalui Kemensos telah mencanangkan Gerakan Stop Pemasungan 2019 bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Polri dan BPJS.

Di tahun 2019 juga sebanyak 9.601 Puskesmas yang tersebar di 34 provinsi mampu menangani ODGJ.

Oleh sebab itu, Harry berpesan peran pemerintah daerah dan dukungan sumber daya manusia juga sangat diperlukan dalam penanganan ODGJ.

"Penanganan penyandang disabilitas harus dinamis dan integratif dengan balai, panti dan istitusi lain. Harus saling menguatkan," tegasnya.

Komponen utama dalam ATENSI yaitu pemenuhan kebutuhan dasar, pengasuhan/perawatan sosial, terapi dan dukungan keluarga bagi penyandang disabilitas.

Hal itu bisa dilakukan di keluarga, komunitas dan atau di balai sesuai dengan hasil asesmen komprehensif.

Kemensos mendorong implementasi ATENSI di keluarga sebagai tempat terbaik dalam perawatan penyandang disabilitas.

Namun ketika keluarga tidak mampu melakukan perawatan, maka keberadaan LKS menjadi penting dalam penerapan ATENSI berbasis komunitas, karena LKS menjadi lembaga yang paling dekat keberadaannya dengan komunitas.

Harry berpesan Balai Disabilitas "Margo Laras" Pati akan berperan untuk memastikan dan melakukan pendampingan pada lembaga ataupun keluarga, dalam memberikan terapi okupasi maupun vokasi. 

“Balai juga akan menjadi Sentra Layanan Sosial (SERASI) yang mampu memberi layanan kepada seluruh ragam disabilitas yang merentang dari usia dini hingga lanjut usia,” tandas dia. (cuy/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler