jpnn.com, CILEUNYI - Kementan melalui Karantina Pertanian Bandung mencatat peningkatan eksportasi produk olahan kakao di akhir triwulan III 2019 meningkat sebanyak 17,6 persen.
Dari data sistem automasi perkarantinaan, IQFAST di wilayah kerja Bandung eksportasi produk olahan kakao periode Januari sampai September 2019 tercatat sebanyak 1.163 kali sertifikasi ekspor ke pasar dunia dengan total volume sebanyak 16.456 ton dengan nilai Rp660,9 miliar.
BACA JUGA: Tingkatkan Daya Saing, Pemerintah Kembangkan Kakao
Sementara pada periode sama pada 2018 sertifikasi ekspor hanya sebanyak 981 kali dengan total 13.515 ton dengan nilai Rp104 miliar.
"Alhamdulillah, produk olahan kakao asal Jawa Barat menunjukkan tren positif, saya harap margin keuntungan juga dibagi ke petani kakao agar dapat lebih sejahtera dan semangat menanam," kata Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Ali Jamil saat lakukan monitoring pemeriksaan karantina di tempat pemeriksaan lain di gudang pemilik PT Sinar Pelita Jayaabadi, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Kamis (17/10).
BACA JUGA: Pemerintah Ajak Petani Garap Hilirisasi Kakao
Menurut Jamil, produksi kakao dalam negeri diarahkan untuk pasokan bahan baku industri kakao dalam negeri dan sekaligus untuk pasokan ekspor di pasar global.
Melansir dari situs Kementerian Pertanian, 4 Provinsi di Sulawesi telah ditetapkan sebagai sentra produsen utama komoditas kakao nasional. Keempat provinsi itu adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara. Dengan penetapan ini, Kementan secara konsisten memfasilitasi pengembangan kakao dari hulu sampai hilir.
Jawa Barat sendiri, tercatat setidaknya ada 7 industri olahan coklat baik dari skala kecil, menengah dan besar. Produk olahan berupa barang setengah jadi yakni powder, cake dan pasta. Kualitas olahannya dikenal sebagai yang terbaik didunia, membuat produk kakao olahan Jabar banyak digemari di pasar ekspor.
Jika kopi punya arabika dan robusta, cokelat punya tiga jenis biji yang tersebar di dunia. Pertama ada Forestero yang banyak terdapat di Afrika, sedangkan di Indonesia bisa ditemukan di Jawa Timur.
Lalu ada jenis Criollo yang bentuk buahnya lebih ramping, hampir seperti mentimun, tidak terlalu banyak dibudidayakan di Jawa dan sebagian Sulawesi.
Dan jenis ketiga, yang paling banyak dan tumbuh subur di Indonesia, yaitu jenis kakao Tinitario. Kakao jenis ini memiliki bentuk buah lonjong pajang dengan diameter besar di tengah.
Jenis terakhir ini yang dilepas Kepala Barantan sebanyak 17 ton senilai Rp. 183,9 juta dengan tujuan Uni Emirat Arab.
Erwin Suryawan, selaku pemilik PT Sinar Pelita Jayaabadi menyampaikan apresiasi atas layanan karantina, tidak hanya cepat namun akurat.
Pemenuhan persyaratan Sanitary dan Phytosanitary (SPS Measure) dari negara tujuan dapat dijamin oleh Karantina Pertanian Bandung dengan sertifikat kesehatan tumbuhan atau PC. Produk kami lancar di terima di negara tujuan, imbuh Erwin.
Kepala Karantina Pertanian Bandung, Iyus Hidayat menyampaikan bahwa pada kesempatan yang sama turut dilepas 3 komoditas pertanian dan olahan lain, sehingga total ekspor sebanyak 69,68 ton senilai Rp1,074 miliar.
Komoditas tersebut berupa produk olahan kelapa milik PT Javakakao Industria berupa desicated coconut tujuan Arab Saudi sebanyak 25 ton senilai Rp. 443,3 juta. Produk olahan makanan kering milik PT Kaldu Sari Nabati Indonesia sebanyak 8,98 ton senilai Rp. 281,09 juta tujuan Fillipina.
Dan juga ekspor perdana dari ekspotir PT Furindo Sagala Persada berupa kolang kaling sebanyak 18,7 ton dengan nilai Rp165,8 juta ke Filipina.
Iyus menyampaikan, sesuai kebijakan Kementan untuk memacu ekspor telah melakukan terobosan layanan sekaligus mendorong tumbuhnya ragam komoditas dan pelaku usaha baru.
"Terus perkuat sinergisitas dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha. Jika ada hambatan termasuk akses pasar, sampaikan pada kami selaku fasilitator perdagangan produk pertanian agar di dorong dilevel negosiasi perdagangan internasional. Jangan ragu, kita pacu ekspor pertanian kita,"tandas Jamil.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy