jpnn.com, JAKARTA - Produksi bawang putih lokal dalam negeri bertahap mengisi pasar meski jumlahnya terbatas.
Kebutuhan bawang putih nasional diprediksi sekitar 546 ribu ton per tahun.
BACA JUGA: Produk Hortikultura Cabai Paku Masuk Daftar Top 45 Inovasi Pelayanan Publik
Besarnya kebutuhan pasar konsumsi bawang putih tersebut menjadi peluang sekaligus tantangan bagi petani dan pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi di dalam negeri.
Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Prihasto Setyanto, selain mendorong produksi bawang putih di dalam negeri, Kementerian Pertanian wajib memastikan produk bawang putih asal impor telah memenuhi aspek keamanan pangan.
BACA JUGA: Jangan Panik, Ditjen Hortikultura Minta Daerah Penyangga Ini Suplai Cabai
Terkait impor produk hortikultura, Prihasto melanjutkan, kewenangan Kementerian Pertanian hanya terbatas memberi rekomendasi teknis, khususnya terkait kesesuaian GAP.
Sementara itu, pemberian izin impor bawang putih adalah kewenangan kementerian lain.
BACA JUGA: Kementan: UMKM Bisa Tingkatkan Komoditas Hortikultura
“Sesuai amanat UU Nomor 11 Tahun 2020 serta Permentan 39/2019, Kementan wajib memberikan rekomendasi teknis agar bawang putih aman konsumsi. Termasuk yang dihasilkan dari kebun yang telah menerapkan good agricultural practices (GAP) dan memiliki daya telusur yang baik," terang Prihasto.
Menurut dia, GAP bukan hanya terkait keamanan pangan dan ketertelusuran produknya, melainkan juga aspek ramah lingkungan.
Bahkan, GAP menyangkut aspek perlindungan terhadap humanisme.
Usaha produksi bawang putih atau produk pangan secara umum tidak boleh mempekerjakan anak-anak di bawah umur serta tidak menerapkan upah di bawah minimum.
Lebih lanjut, Prihasto menyebutkan, Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) merupakan rekomendasi teknis yang berbasis pada keamanan pangan dan tata kelola budi daya yang baik guna melindungi konsumen dalam negeri.
RIPH juga bisa mendorong peningkatan produksi bawang putih nasional.
Dengan diberlakukannya Permentan 46/2020, para pelaku usaha impor diharuskan menanam bawang putih di dalam negeri.
"Implikasinya tentu adalah peningkatan luas tanam dan produksi bawang putih nasional," tandasnya.
Hingga saat ini, pemenuhan kebutuhan bawang putih nasional sebagian besar masih dipenuhi dari impor.
Walaupun demikian, Kementerian Pertanian dalam beberapa tahun terakhir terus mendorong pengembangan bawang putih di dalam negeri.
Upaya tersebut terbukti mampu memacu produksi bawang putih nasional yang sempat stagnan, bahkan merosot selama puluhan tahun sejak 1996 hingga 2017.
Produksi nasional 2017 mencapai 19.510 ton pada 2018 sebesar 39.300 ton atau naik 101 persen serta pada 2019 sebesar 88.817 ton atau naik 126 persen dari tahun sebelumnya.
''Pada 2020 sedikit menurun menjadi 81.805 ton akibat dampak covid-19 dan pemangkasan anggaran. Hasil panen petani tersebut lebih banyak digunakan sebagai calon benih. Namun, sebagian mulai masuk pasar konsumsi,'' ucap Prihasto.
Sementara itu, para 2022, rencana pengembangan bawang putih seluas 1.700 hektare dari anggaran APBN.
Hingga saat ini, para petani bawang putih tetap menanam meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan, termasuk impor.
Sentra produksi bawang putih tersebar di berbagai daerah. Di antaranya, Temanggung, Wonosobo, Magelang, Batang, Karanganyar, Malang, Tegal, Cianjur, Solok, Kerinci, Tabanan, Bantaeng, hingga Lombok Timur.
Berbagai program pengembangan kawasan, pendampingan, hingga bimbingan teknis untuk petani bawang putih terus dilakukan Kementerian Pertanian bersama dinas pertanian provinsi atau kabupaten.
"Selain aspek budi daya, Kementan mendorong hilirisasi produk bawang putih dalam negeri melalui penumbuhan UMKM olahan, gerakan cinta konsumsi produk petani, hingga kemitraan pemasaran hasil produksi. Tujuannya jelas supaya bawang putih lokal bisa lebih banyak mengisi peluang pasar yang terbuka luas," tandas Prihasto. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi