jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong generasi milenial memasuki industri pertanian 4.0. Berbagai kebijakan yang disiapkan dapat menunjang efisiensi dan produktivitas pertanian sehingga meningkatkan daya saing serta kesejahteraan petani.
"Sektor pertanian sudah memasuki industri 4.0 yang ditandai babak baru antara lain munculnya Katam, Si Mantap, smart farming, smart green house, autonomous tractor, dan smart irrigation," kata Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Pertanian Dedi Nursyamsi dalam acara Bincang Asyik yang diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian dengan Kementan di Sentul, Senin (18/3).
BACA JUGA: Lahan Sawah Terdampak Banjir, Petani Tuban Dapat Ganti Rugi
Dedi menuturkan, perkembangan teknologi sangat luar biasa karena telah memasuki era teknologi 4.0 yang sangat luar biasa dampaknya terhadap produksi barang dan jasa. Apalagi penggunaan internet dan teknologi informasi telah menjadi bagian kehidupan manusia sehari-hari.
Oleh karena itu, revolusi industri 4.0 melalui berbagai aplikasi serta kebijakan telah diperkenalkan untuk membantu usaha tani terutama mempermudah petani. Sebagai contoh, aplikasi Sipotandi yang menggunakan citra satelit beresolusi tinggi untuk bisa membaca standing crop tanaman padi.
BACA JUGA: Petani Tolak Politisasi Sektor Pangan
Dedi mencontohkan luas lahan sawah di Jawa Barat lebih dari 1 juta hektare. Dari areal itu terlihat luas lahan yang akan panen dan tersebar di mana saja. Begitu juga tanaman padi yang baru tanam atau lahan yang belum ditanami.
Termasuk pula ada aplikasi Katam (Kalender Tanam). Adanya aplikasi Katam mudah diketahui waktu tanam, rekomendasi pupuk dan penggunaan varietas. "Rekomendasi bukan hanya tingkat kabupaten melainkan kecamatan sampai desa," ujar Dedi.
BACA JUGA: Petani Rasakan Manfaat Besar Infrastruktur Perairan Buatan Kementan
Aplikasi lain adalah aplikasi Si Mantap yang dimanfaatkan PT Jasindo dalam rangka mem-backup asuransi pertanian. Dedi menjelaskan bahwa aplikasi ini membantu pihak asuransi supaya mendeteksi risiko kekeringan dan banjir, bahkan organisme pengganggu tumbuhan.
"Aplikasi yang disiapkan Kementan juga memfasilitasi generasi muda supaya terjun ke dunia pertanian," ucap Dedi.
Sementara Tenaga Ahli Mentan, Farid Bahar menyebutkan kebijakan yang dibuat pihaknya sangat propetani. Saat ada wacana impor, Menteri Amran Sulaimam kerap pasang badan supaya produk impor tidak masuk Indonesia.
"Kasihan petani saat panen, tiba-tiba impor masuk. Akibatnya, harga beli pertanian menjadi jatuh. Tapi yang terjadi, Kementerian Pertanian disalahkan, padahal Kementerian lain yang memutuskan impor," jelas Farid.
Untuk itu, Farid meminta peranan Kementerian Perekonomian lebih diperkuat untuk menghindari polemik seperti impor pangan. Dengan begitu, tidak terjadi tudingan dan ketidaksinkronan antarkementerian terkait.
Ekonom Universitas Indonesia Riyanto menuturkan implementasi teknologi 4.0 di sektor pertanian sangat bermanfaat bagi konsumen dan petani untuk mendekatkan distribusi. "Dalam hal ini, Kementerian Pertanian perlu memfasilitasi industri 4.0 lewat regulasi dan aturan. Alhasil, ada payung hukum bagi pelaku usaha dan generasi milenial," ujar Riyanto.
Riyanto menambahkan apabila tidak masuk industri 4.0 akan terjadi kekurangan pangan untuk mendorong multiplier effect dari sektor hulu sampai hilir pertanian. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Serap Aspirasi: Produksi dan Pendapatan Petani Meningkat
Redaktur : Tim Redaksi