jpnn.com, JAKARTA - Keterbatasan lahan menjadi salah satu tantangan sektor pertanian di Indonesia, terutama di daerah perkotaan.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) memberikan arahan untuk terus berinovasi dalam menghadapi hal tersebut.
BACA JUGA: Mentan Syahrul: Sedapat Mungkin Hindari Lahan Gambut untuk Pertanian
Oleh karena itu, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura terus berupaya melakukan inovasi teknologi untuk bercocok tanam di lahan sempit, salah satunya melalui metode hidroponik.
“Salah satu tantangan kita adalah keterbatasan lahan dan kawasan rumah yang makin bertambah banyak. Meskipun demikian, kita tidak boleh tinggal diam,” tegas SYL.
BACA JUGA: Kementan Lepas Ekspor Produk Pertanian ke 43 Negara
Secara sederhana, hidroponik adalah metode budi daya tanaman dengan menggunakan air yang diperkaya dengan nutrisi, bukan tanah.
Hal ini membuat parameter seperti nutrisi, pengendalian hama, dan pencahayaan menjadi lebih mudah dikelola.
BACA JUGA: Permintaan Buah dan Sayur Tinggi, Subsektor Hortikultura Tumbuh 7,85 Persen di Kuartal IV-2020
Pertanian hidroponik saat ini sudah mulai dikembangkan dalam skala besar, seperti yang ada di Griya Hidroponik Cirebon.
Griya Hidroponik ini memiliki lahan green house seluas 400 m2 dengan sekitar 14 ribu lubang tanam hidroponik.
Griya Hidroponik Cirebon berlokasi di Jalan Sultan Ageng Tirtayasa, Desa Kedungjaya, Kecamatan Kedawung, Cirebon, Jawa Barat.
Pemilik Griya Hidroponik Cirebon adalah Kombes Polisi Nugraha Trihadi dan dikelola oleh Rafli, seorang ahli pertanian dari IPB.
Sistem budi daya sayuran di dalam green house Griya Hidroponik Cirebon menggunakan hidroponik horizontal dan hidroponik vertikal.
Untuk sistem horizontal, menggunakan pipa paralon 2,5 inci dengan lubang tanam berdiameter sekitar 5 cm dan jarak antar lubang tanam 10 cm.
Sementara itu, untuk sistem hidroponik vertikal, menggunakan pipa paralon 4 inci dengan lubang tanam berdiameter sekitar 5 cm dan jarak antar lubang tanam sekitar 20 cm.
Ada sekitar 10 jenis sayuran yang ditanam di green house Griya Hidroponik Cirebon.
Mulai dari pakcoy, kangkung, bayam merah, bayam hijau, selada merah, selada hijau, kailan, hingga caisim, kale, dan sawi pagoda.
Setiap minggunya, Griya Hidroponik Cirebon menyemai 3.000 benih sayuran untuk mengatur masa panen sayuran hidroponik.
Saat ini, selain melakukan budi daya sayuran, Griya Hidroponik Cirebon juga menyelenggarakan wisata edukasi dan petik sayur.
Nugraha ingin mengampanyekan hidroponik sebagai alternatif untuk bercocok tanam melalui Griya Hidroponik yang dimilikinya ini.
“Ke depannya, saya ingin menjadikan Griya Hidroponik Cirebon sebagai agrowisata petik sayur dan juga sarana edukasi untuk memperkenalkan hidroponik lebih luas lagi,” ujar Nugraha saat dikunjungi oleh Kelompok Substansi Sayuran Daun dan Jamur Ditjen Hortikultura, pertengahan Februari.
Griya Hidroponik telah memiliki tujuh mitra petani hidroponik. Ketujuh mitra ini dibantu proses pemasaran produknya dengan ketentuan produk yang dihasilkan harus sesuai dengan standar yang Griya Hidroponik tetapkan.
Mengenai green house budi daya hidroponik seperti Griya Hidroponik Cirebon ini, Koordinator Kelompok Substansi Sayuran Daun dan Jamur Indra Husni berharap dapat menjadi contoh dan diduplikasikan ke daerah lain.
“Griya Hidroponik Cirebon merupakan salah satu contoh yang baik untuk budidaya hidroponik skala besar. Ini menjadi harapan besar bagi Kementan dan kami berharap dapat menduplikasikan konsep yang sama ke daerah-daerah lain, dengan mengangkat keunggulan lokal daerah setempat ,” ujar Indra. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy