Kementan Kenalkan Tanam Kedelai dan Jagung dengan Sistem Methuk

Minggu, 13 Maret 2022 – 23:46 WIB
Lahan kedelai di Indonesia. Foto: ilustrasi/ dok Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) mengenalkan tanam kedelai dan jagung dengan sistem Methuk.

Ini merupakan terobosan yang diperkenalkan Kementan sebagai mendukung upaya pemerintah mewujudkan target 1 juta ton kedelai di tahun ini untuk pemenuhan kebutuhan industri tahu tempe.

BACA JUGA: Petani Didorong Gunakan Kedelai Lokal & Pakai Sistem Methuk untuk Mengurangi Impor

Seperti diketahui, kebutuhan kedelai impor pada industri tahu dan tempe menjadi tantangan dalam mengurangi ketergantungan impor.

Harga kedelai impor yang bersaing dengan lokal merupakan penyebab keterbatasan ketersediaannya di petani.

BACA JUGA: Begini Strategi Kementan Agar Kedelai Tidak Lagi Impor

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi menyampaikan sebenarnya sudah lama sektor pertanian mengenal istilah Kedelai Methuk Jagung, yaitu pola menanam kedelai ketika jagung berumur 80-90 hari.

Jadi, ketika jagung panen, kedelai sudah berumur sekitar satu bulan, sekitar 45 hari berikutnya kedelai dapat dipanen.

BACA JUGA: Johan Rosihan Dorong Kebijakan Khusus Pengembangan Kedelai

Kata “Methuk” berasal dari kata “pethuk” dalam bahasa Jawa bermakna bertemu, dalam bentuk aktif “methuk” bermakna “menjemput”.

“Kami tahu banyak petani kedelai beralih komoditas ke jagung, maka konsep untuk petani yang sekarang sudah menanam jagung, diselipkan kedelai. Kita bisa belajar dari contoh di Kendal dan Grobogan,” sebut Suwandi.

Menurut Suwandi, dengan pola sistem methuk maka kebutuhan air masih terbantu dari hujan, dan sistem ini sudah berjalan sampai sekarang.
Kondisi ini cocok diterapkan di area yang dikelola oleh Perhutani, misalnya di Lamongan, Tuban, Ponorogo dan daerah lainnya.

“Saya meminta penyuluh untuk melakukan edukasi kepada petani. Di Grobogan sistem methuk dilakukan pada lahan kering IP400," jelasnya.

Suwandi memaparkan di Kabupaten Grobogan ada pelaksanaan sistem methuk yang disebut Methuk Jempolan (Methuk Jemput Pola Tanam).

Contoh pola pertanamannya, jika panen jagung pada tanggal 20 Januari, maka sebelumnya, pada tanggal 25 Desember, petani menanam kedelai dan diperkirakan panen kedelai pada 20 Maret.

Sebelum panen kedelai, disisipkan tanam jagung 10 hari sebelumnya, yaitu tanggal 10 Maret.

"Jadi sistemnya susul menyusul dan dengan pola ini petani akan sangat sibuk di sawah. Selain di sawah, dapat dilakukan juga tanam kedelai di lahan perkebunan, di sela-sela sawit,” sambung Suwandi.

Direktur Aneka Kacang dan Umbi Yuris Tiyanto menyampaikan teknis pertanaman sistem methuk.

“Untuk sistem methuk, penggunaan mesin memang menyulitkan. Petani kita masih panen menggunakan sabit," terangnya.

Kementan saat ini telah meminta kepala daerah untuk membentuk Satgas Percepatan Pengembangan dan Penyedian Kedelai Lokal Tingkat Provinsi dan Kabupaten untuk mengawal pertanaman hingga akses KUR bagi petani.

"Hari ini kebijakan pengembangan kedelai sudah menggunakan model baru, kami ke lapangan membawa offtaker yang langsung membeli hasil panen petani," kata Yuris.

Dia mencontohkan seperti dua hari yang lalu, PT Doa Bangsa Agribisnis selaku offtaker sudah melakukan perjanjian kerja sama dengan petani di Kabupaten Sukabumi dan Kuningan.

Namun demikian Yuris juga mengingatkan kepada petani untuk menjaga mutu hasil panen kedelai sebagai bentuk komitmen kerja sama yang saling menguntungkan antara petani dan offtaker.

Kedelai tersebut harus benar-benar bersih, tidak tercampur tanah atau material lain.

Keberhasilan budidaya kedelai tentunya tidak lepas dari ketersediaan benih.

Kementan telah menyiapkan benih kedelai unggul, yakni Biosoy 1 dan 2 dari BB Biogen.

Selain itu ada juga benih kedelai yang tahan naungan, yakni Dena 1 dan 2.

Ada pula benih kedelai Deja yang tahan cengkeraman jenuh air, serta benih kedelai Dering yang tahan kekeringan, dan benih kedelai lokal seperti Argomulyo, Anjasmoro, dan Grobogan. (mrk/jpnn)

 


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler