Petani Didorong Gunakan Kedelai Lokal & Pakai Sistem Methuk untuk Mengurangi Impor

Sabtu, 12 Maret 2022 – 19:21 WIB
Petani didorong gunakan kedelai lokal dan pakai sistem methuk untuk mengurangi impor. Foto: Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Petani didorong menggunakan kedelai lokal dan memakai sistem methuk untuk mengurangi impor.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan kualitas kedelai lokal lebih bagus dibanding yang impor.

BACA JUGA: Begini Strategi Kementan Agar Kedelai Tidak Lagi Impor

"Kami siapkan pasokan kedelai lokal, produksi kita genjot. Kedelai kita pendek-pendek, manis, dan disukai masyarakat sehingga ke depan dorong budi dayanya. Sesuai arahan Presiden Jokowi, hal ini untuk penuhi kebutuhan perajin tahu-tempe. Kami carikan jalan keluarnya agar harga tahu-tempe dengan kedelai lokal harganya terjangkau," tuturnya.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengatakan bahwa kedelai akhir-akhir ini menjadi topik hangat di Indonesia.

BACA JUGA: Wanita Mandi Telanjang, HJ Mengintip Lalu

Menurutnya, sudah tiga tahun Indonesia dilanda Covid-19. Bahkan, FAO juga sudah mengingatkan akan terjadi dampak yang luar biasa dari pandemi Covid-19 ini.

"Selain itu perubahan iklim juga mempengaruhi, diantaranya beberapa perubahan variabel yaitu suhu yang makin hari kian panas dan curah hujan yang maki tidak menentu. Bahkan, curah hujan di suatu tempat mengalami perubahan yang luar biasa dan berubah-ubah," kata Dedi dalam acara Mentan Sapa Petani dan Penyuluh Pertanian (MSPP) volume 09, Jumat (11/3).

Dia menambahkan perubahan iklim ini menyebabkan es di kutub utara dan selatan mencair sehingga permukaan air laut meningkat.

Hal ini menyebabkan air yang dari laut masuk ke daratan, padahal lahan-lahan pertanian ada di Indonesia lebih dari 70 persen berada di pesisir.

"Bisa kita bayangkan jika lahan pertanian bercampur dengan air laut, semua tanaman akan mati dan ini mengganggu sistem produksi kita," katanya.

Dampak perubahan iklim lainnya adalah iklim ekstrem el nino kemarau berkepanjangan dan el nina banjir dimana-dimana dan frekuensi makin meningkat. Dulu sepuluh tahun sekali, kata dia saat ini lima tahun sekali bahkan ada tendensi tiga tahun sekali bahkan intensitasnya makin kuat.

Akibat perubahan iklim ekstrem ini, terjadi serangan hama penyakit tanaman di mana-mana dan sehingga menyebabkan sistem produksi di sentra pangan dunia terganggu.

"Akhirnya negara-negara produsen melakukan retriksi sehingga negara-negara produsen tidak melakukan ekspor, khawatir Covid-19 tidak berhenti sehingga menyebabkan ketersediaan pangan di pasar nasional menurun," katanya.

"Dalam situasi seperti ini, solusinya ialah mengurangi ketergantungan impor, baik itu kedelai, jagung, gandum, bahan pupuk kimia," tegas Dedi.

Dedi mengatakan caranya yaitu dengan tanam sendiri. Dengan menanam kedelai, jagung, dan lainnya.

"Apalagi saat ini ada program dari Kementan, yaitu menanam satu juta hektar untuk menghasilkan satu juta ton kedelai dan petani harus memanfaatkan peluang ini. Harga kedelai bagus, ayo, tanam kedelai segera,” ujar dia.

Dedi menambahkan setelah itu lakukan diversifikasi tanam lokal. Tingkatkan efisiensi faktor produksi dan buat pupuk sendiri untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia. Kementan terus mendorong produksi kedelai dengan menggurangi impor tanaman kedelai.

Sementara Narasumber MSPP, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi mengatakan akselarasi tanaman kedelai untuk petani yang existing perbenihannya terus ditingkatkan.

"Dulu menanam kedelai kurang menarik, petani lebih memilih tanaman lainnya, namun di saat musibah saat ini yaitu akibat perubahan iklim dan pandemi Covid-19 membawa anugerah bagi petani kedelai kita, ini yang dinamakan sengsara membawa berkah," ujar Suwandi.

Dia menambahkan jika Kementan menawarkan beberapa konsep, yaitu pertama adalah petani yang selama ini menamam kedelai existing diakselerasi dan ditingkatkan luasnya dan kualitasnya.

Konsep kedua ialah pengenalan daerah-daerah baru akan tetapi yang dulu pernah ikut program Kementan, yaitu petani yang dulu tanam jagung diselangi dengan kedelai atau tanaman lainnya.

"Belajarlah dari Kabupaten Kendal dan Grobogan yang sudah menggunakan sistem methuk atau tumpang sisip, yaitu 20 hari sebelum panen jagung sudah ditugal-tugal ditanam kedelai. Jadi, pada saat panen jagung, kedelainya sudah tumbuh umur 25 sampai 30 hari karena kedelai banyak di lahan kering,”ujar Suwandi.

“Dengan pola sistem methuk kebutuhan air terbantu dari air hujan. Penyuluh tolong lakukan edukasi kepada petani tentang sistem methuk ini," tambahnya. (rhs/jpnn)


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
petani   impor   Kedelai   Kedelai impor  

Terpopuler