Kementan Luncurkan 3 Buku Hadapi Penyakit Infeksi Baru dan Zoonosis

Selasa, 29 Januari 2019 – 13:23 WIB
Kementan meluncurkan tiga buku panduan dalam menghadapi ancaman penyakit infeksi baru atau berulang dan zoonosis, penyakit hewan yang menular ke manusia. Foto dok humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian bersama dengan FAO meluncurkan tiga buku panduan dalam menghadapi ancaman penyakit infeksi baru atau berulang dan zoonosis, penyakit hewan yang menular ke manusia.

“Buku panduan ini difokuskan untuk menguatkan kapasitas petugas di lapangan dalam mendeteksi, mencegah dan mengendalikan wabah penyakit dan juga membantu para pembuat keputusan di tingkat lokal dan nasional melalui pendekatan one health," kata Direktur Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Fadjar Sumping Tjatur Rasa dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (29/1).

BACA JUGA: Lahan Rawa Terbukti Hasilkan Padi Kualitas Unggul

Buku pertama adalah Strategi Komunikasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi Baru/Berulang dan Zoonosis Tertarget dengan Pendekatan One Health. Kemudian, Modul Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru untuk Petugas Lapang Tiga Sektor dengan Pendekatan One Health.

Terakhir, buku Panduan Praktis Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru (PIB) melalui Optimalisasi Fungsi Puskeswan dengan Dukungan Dana Desa.

BACA JUGA: IPB Ciptakan Inovasi untuk Dukung Kementan Wujudkan Kedaulatan Pangan

Fadjar menjelaskan, pihaknya memiliki dua tugas dan fungsi, yaitu pertama meningkatkan produksi peternakan dalam rangka penyediaan protein hewani. Kedua bertugas meningkatkan status kesehatan hewan, di antaranya untuk melindungi sumber daya hewan atau ternak itu sendiri dan melindungi kesehatan manusia, serta penghidupannya

“Buku-buku ini adalah dokumen penting yang berisi panduan bagaimana kami bisa mengerahkan semua kemampuan kami dalam menghadapi ancaman terjadinya wabah," ungkap Fadjar.

BACA JUGA: Kementan Dorong Petani Ikut Asuransi Pertanian

Lebih lanjut Fadjar Sumping menjelaskan, banyak masyarakat Indonesia yang selama ini hanya mengenal bencana dalam konteks alam seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi dan sebagainya. Padahal menurutnya, ada bencana nonalam, yaitu wabah penyakit yang juga tidak kalah mengkhawatirkan, jika Indonesia tidak bersiap dalam menghadapinya.

“Kita pernah merasakan wabah flu burung 2003 lalu, di mana penyakit tersebut sempat menyebabkan kematian pada manusia. Hal ini tentunya harus kita antisipasi dan jangan sampai terulang kembali," kata dia.

Sementara itu, Asisten Deputi Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Naalih Kalsum menyampaikan, epidemi ebola yang terjadi di Afrika pada 2016 dan kematian manusia yang disebabkan oleh penyakit zoonosis setiap tahun, mengindikasikan hubungan kuat antara kesehatan manusia, kesehatan hewan dan lingkungan.

Untuk itu, dia berpendapat, pendekatan multisektoral menjadi penting untuk mendeteksi, mencegah dan mengendalikan ancaman tersebut, atau yang dikenal dengan sebutan pendekatan one health.

Senada dengan Naalih, Siti Ganefa dari Kementerian Kesehatan mengatakan, beban untuk menghadapi ancaman penyakit, terlebih zoonosis tidak bisa ditanggung oleh pihaknya sendiri. Dia juga berpendapat perlu adanya koordinasi lintas sektor, lintas disiplin ilmu, baik di tingkat lokal, nasional bahkan global untuk menghadapinya. "Sehingga pendekatan one health menjadi sangat penting karena pasti sulit menghadapi ancaman ini sendiri,” jelasnya.

Sementara itu, Indra Exploitasia dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyambut positif langkah yang diambil Kementerian Pertanian bersama dengan Lembaga internasional seperti FAO ECTAD Indonesia, dalam merangkul berbagai pihak untuk bersama-sama bersiap siaga menghadapi ancaman pandemi.

Dia mengatakan, pihaknya juga terlibat di empat wilayah percontohan petugas lapangan di mana one health diterapkan bersama dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan.

“Keempat daerah tersebut yaitu Kabupaten Bengkalis di Riau, Kabupaten Boyolali di Jawa Tengah, Kabupaten Ketapang di Kalimantan Barat, dan Kabupaten Minahasa di Sulawesi Utara”, ungkap Indra.

Di tempat yang sama, FAO ECTAD Team Leader James McGrane menegaskan, dalam peningkatan kapasitas pemerintah Indonesia untuk mencegah, mendeteksi, dan merespons ancaman kesehatan global yang baru atau yang muncul kembali, dan berpindah ke manusia melalui populasi hewan, maka FAO mendukung pemerintah Indonesia melalui program EPT2 yang didanai oleh USAID.

"Semoga dengan kehadiran tiga dokumen ini, kami dapat melindungi masyarakat Indonesia dan sumber penghidupannya,” pungkas James. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Program Rastra Bantu Turunkan Angka Kemiskinan di Kota dan Desa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler