jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) berupaya menggerakan kembali semangat kelompok tani atau subak komoditas kopi dan kakao di Bali melalui peningkatan kemitraan pemasaran dengan offtaker atau perusahaan ekspor.
Bali merupakan salah satu kawasan pengembangan kopi dan kakao nasional yang menjadi fokus kebijakan Kementan dalam memperkuat hilirisasi dan akses pasarnya.
BACA JUGA: Kementan Siap Geber Vaksinasi Darurat untuk Redam Wabah PMK
“Bali sudah mulai bangun lagi setelah dua tahun, berjuang dan bertahan, apalagi sektor pariwisata yang menjadi andalan provinsi Bali sempat mati suri akibat pandemi," kata I Gusti Agung Bagus Adiyasa, Sekretaris Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali.
Dalam pertemuan capacity building petani dan business matching pelaku ekspor perkebunan, I Gusti Agung Bagus menyampaikan tahun ini Bali perlahan-lahan mulai bangkit.
BACA JUGA: Kementan dan TNI AU Berkolaborasi Kembangkan Sorgum dan Jagung di Area Bandara El Tari
"Terutama di subsektor perkebunan yang mulai menunjukkan kinerja penyerapan pasar yang signifikan, utamanya komoditas kopi dan kakao,” ujarnya pada kegiatan tersebut yang diselenggarakan Ditjen Perkebunan Kementan bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali, Senin (20/6).
Menurutnya, pertemuan ini menjadi sarana sekaligus penyemangat bagi para pelaku usaha dan pekebun di Bali untuk terus memperkuat kemitraan, hilirisasi dan akses pasar komoditas unggulan perkebunan.
BACA JUGA: Kementan Pastikan Bangkai Domba di Sungai Serang Semarang Negatif PMK
“Pemerintah provinsi Bali mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan atas pemilihan Bali sebagai tuan rumah pelaksanaan capacity building petani dan business matching pelaku ekspor perkebunan," ucapnya.
Subkoordinator Kelompok Pemasaran Internasional yang mewakili Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, M Fauzan Ridha menyebutkan Kementan terus mendorong dan memfasilitasi terbentuknya kemitraan pemasaran yang berkelanjutan.
Utamanya dalam menyerap produk perkebunan di tingkat petani oleh pelaku usaha atau offtaker.
Dari hasil pertemuan tersebut tercatat 3 kemitraan pemasaran yang berhasil ditandatangani, yaitu kesepakatan kerja sama pemasaran kopi robusta antara UPH Giri Manik Pertiwi dengan pelaku usaha CV Pusaka Bali Persada.
Kemudian kesepakatan kerja sama pemasaran biji kakao fermentasi antara Kelompok Tani Buana Mekar dengan Koperasi Kerta Samaya Samaniya, dan Kelompok Tani Manik Amerta Buana dengan Koperasi Kerta Samaya Samaniya.
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dedi Junaedi mengatakan saat ini ekspor kopi Indonesia meningkat 0,9 persen dari sisi volume dan meningkat 3,6 persen jika dilihat year on year 2020 dibanding 2021.
Untuk kakao terjadi penurunan ekspor yang signifikan terutama dari sisi volume atau menurun 31,6 persen.
“K edepan kami melihat komoditas kopi masih akan terjadi peningkatan ekspor seiiring dengan peningkatan konsumsi kopi dunia, sedangkan untuk kakao, tantangan yang perlu dibenahi tentunya persoalan produksi dan produktivitas,” ujar Dedi.
Menurut Dedi, yang masih menjadi tantangan k edepan adalah dari sisi standarisasi mutu terkait kadar MRLs yang dipersyaratkan, seperti isoprocarb, glyphospate, klorpirifos dan klorpirifos-metil di kopi serta cadmium dan klorpirifos dan klorpirifos-metil di kakao.
“Untuk itu penanganan GAP dan GHP di tingkat petani akan terus menjadi perhatian Kementan khususnya Ditjen Perkebunan, “ ujarnya
Menurut Dedi, peluang terbesar yang akan dihadapi adalah bagaimana menggandeng sektor pariwisata dan subsektor perkebunan agar menjadi nilai tambah dan daya tarik tersendiri untuk meningkatkan akses pasar dan investasi.
“Tentunya promosi menjadi hal yang sangat penting untuk dapat memperkenalkan produk perkebunan di Provinsi Bali 2022 ini mudah-mudahan peluang promosi dalam odicoff (one day with Indonesia Coffee, Fruit and Floriculture) akan terlaksana secara optimal,” harap Dedi. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi