Kementan Serius Hadapi Perubahan Iklim Ekstrem

Sabtu, 20 Mei 2023 – 19:58 WIB
Kementan mengerahkan jajaran fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (POPT) di Direktorat Jenderal Hortikultura untuk melakukan upaya mitigasi. Foto: Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Perubahan iklim merupakan tantangan besar bagi sektor pertanian Indonesia, terutama untuk subsektor hortikultura yang menyediakan berbagai komoditas strategis seperti cabai dan bawang merah.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto mengerahkan jajaran fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (POPT) di Direktorat Jenderal Hortikultura untuk melakukan upaya mitigasi gas rumah kaca (GRK) di seluruh penjuru negeri.

BACA JUGA: Kementan Maksimalkan Persiapan PENAS Petani-Nelayan yang Tinggal Menghitung Hari

“Ini arahan Presiden dan Pak Menteri untuk menyikapi Dampak Perubahan Iklim yang diperkirakan terjadi beberapa bulan ke depan. Kami harus fokus untuk mengantisipasi ini. Para POPT saya minta untuk langsung turun melakukan upaya-upaya mitigasi dan antisipasi dini,” ujar Prihasto.

Prihasto menyampaikan hasil analisis Ditjen Hortikultura menunjukkan budi daya ramah lingkungan dan konvensional di kampung sayuran kini berkontribusi besar dalam penurunan GRK.

BACA JUGA: Kementan Siapkan Pest List OPT Pisang untuk Dorong Ekspor Pisang Indonesia

Hal ini menunjukkan bahwa subsektor hortikultura tidak hanya berperan dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, tetapi juga dalam menjaga kelestarian lingkungan.

“Kami telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi hortikultura yang ramah lingkungan, seperti penggunaan pupuk organik, pestisida nabati, pengolahan tanah minimalis, penghematan air irigasi dan penerapan teknologi pertanian modern,” ungkapnya.

BACA JUGA: Sekolah Lapang Program CSA Kementan Terbukti Tingkatkan Produksi-Produktivitas

Sejalan dengan Dirjen Prihasto, Direktur Perlindungan Hortikultura Jekvy Hendra mengakui bahwa Pengukuran Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada komoditas prioritas hortikultura wajib dilakukan.

“Perlu saya sampaikan bahwa pengukuran emisi Gas Rumah Kaca pada komoditas hortikultura cabai dan bawang ini adalah salah satu langkah inventarisasi yang dilakukan oleh Kementan. Pengukuran ini tentunya dilakukan untuk melihat GRK khususnya CO2 dan N2O yang dihasilkan dari lahan-lahan pertanian," terang Jekvy.

Koordinator Dampak Perubahan Iklim dan Bencana Alam, Muh. Agung Sunusi menjelaskan bahwa tahun ini Ditjen Hortikultura melakukan pengukuran Emisi GRK pada 2 komoditas, yaitu bawang merah di Kec. Argapuran Kab. Majalengka dan cabai di Kec. Pengalengan Kab. Bandung.

"Kami fokus di 2 (dua) lokasi ini untuk melihat sampai sejauh mana potensi penurunan emisi GRK pada Budidaya Ramah Lingkungan dibandingkan dengan budidaya konvensional di daerah dataran tinggi," ungkap Agung.

Agung menambahkan dari pengukuran ini akan terlihat pada fase apa budidaya ramah lingkungan dan konvensinal memberikan sumbangsih penurunan emisi GRK.

Salah satu petani hortikultura yang merasakan manfaat dari upaya mitigasi GRK adalah Pipit, Ketua kelompok tani Bernard Tani, Desa Wanasari, Pengalengan, Bandung Selatan, Jawa Barat. Pipit mengaku senang dengan hasil panennya yang meningkat sejak ia menerapkan budidaya ramah lingkungan.

“Alhamdulillah, sejak saya pakai pupuk organik dan pestida nabati yang diajarkan oleh petugas POPT, hasil panen cabai kami meningkat pesat. Cabai kami juga lebih sehat dan tahan lama," ujar Pipit. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Ajak Penyuluh dan Petani Perkuat Sinergi Mengatasi El Nino


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler