jpnn.com, DEPOK - Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan dapat mencetak sawah seluas 6.000 hektare pada 2019.
Program cetak sawah dimulai sejak April kemarin. Adapun yang menjadi target utama pencetakan adalah lahan di luar jawa dan bekerjasama dengan TNI.
BACA JUGA: Argentina Berencana Investasi Mesin Dryer di Indonesia
"Alokasi cetak sawah 2019, sesuai Survei, Investigasi dan Desain (SID) seluas 6.000 ha di tahun 2019 kerja sama dengan TNI. SID sebagai syarat pelaksanaan dan sudah di validasi," ujar Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy, Selasa (7/5).
Sarwo Edhy mengungkapkan, lokasi pelaksananya di Aceh 500 ha, Lampung 600 ha, Kalimantan Utara 300 ha, Kalimantan Tengah 300 ha, Sulawesi Selatan 1.250 ha, Sulawesi Tengah 1.300 ha, Sulawesi Utara 750 ha dan Papua 1000 ha.
BACA JUGA: Menteri Amran Sebut Wapres Argentina Kaget Tahu Indonesia Swasembada Jagung
Dijelaskannya, sampai dengan tahun kelima program cetak sawah sudah merealisasikan lahan seluas 220.000 ha. Sementara target pemerintah adalah 240.000 ha.
"Sejak program berjalan pada 2015 Kementan merealisasikan 20.070 ha, kemudian pada 2016 menghasilkan 129.096. Lalu 2017 seluas 60.243 ha dan pada 2018 6.000 hektare," sebutnya.
BACA JUGA: Bertemu Wakil Presiden Argentina, Mentan Amran Tawarkan Produk Holtikultura
Sementara itu, dalam program nawacita periode Jokowi-JK mencanangkan kegiatan cetak sawah 1 juta hektare yang ditargetkan tercapai hingga akhir pemerintahan.
Akan tetapi minimya realisasi cetak sawah pada lahan konvensional membuat Kementan membidik area lain yaitu lahan rawa mulai 2018.
Tahun lalu pengelolaan lahan rawa ditargetkan 500.000 hektare. Namun setelah divalidasi target realisasi pemanfaatan lahan rawa berkurang 100.000 hektare pada 2019.
Sarwo Edhy mengatakan, penurunan target tidak bisa dielak karena petani di beberapa daerah meminta ganti rugi atas lahan yang diubah menjadi aliran irigasi tersier.
Sementara lahan rawa tidak bisa diolah kalau tidak membanggun aliran tersebut. Pemerintah pun, lanjutnya, tidak memiliki dana untuk ganti rugi tersebut.
“Ketentuan kami untuk membangun lahan rawa adalah petani mau tanam, ada lahan dan ketika dibuatkan irigasi tidak minta ganti rugi. Tapi saat sosialisasi dia minta ganti rugi kami tidak ada dana anggaran. Desa yang tidak mau dikeruk lahan untuk jaringan tersier ya ditinggal. Jadi lahannya berkurang 100.000 hektare,” jelas Sarwo Edhy.
Adapun anggaran yang disediakan untuk Program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi), lanjutnya adalah Rp2,5 triliun pada 2019.
Edhy menjelaskan dengan berkurangnya target realisasi maka anggaran yang dipakai juga menurun. Dia berjanji anggaran yang berlebih akan dikembalikan ke kas negara.
Tapi sejauh ini, pihaknya belum melakukan penghitungan ulang anggaran yang dibutuhkan. Dana tersebut semula akan digunakan untuk rehabilitasi jaringan tersier, meninggikan tanggul, membuat pintu pompa dll dengan biaya Rp 4,3 juta/ha.
“Target berkurang setelah validasi yang mempengaruhi luas lahan berkurang dan bantuan. Tinggal menghitungnya, tapi belum selesai,” pungkasnya. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Petani Miskin di Cilacap Dapat Asuransi Pertanian Gratis
Redaktur : Tim Redaksi