jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus berupaya menangani sengketa hingga konflik pertanahan secara konsisten dan terukur.
Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan R.B. Agus Widjayanto mengatakan, penyelesaian kasus sengketa dan konflik pertanahan mendapat perhatian khusus dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
BACA JUGA: Menteri Sofyan Djalil: UU Cipta Kerja Paradigma Baru Bagi Indonesia
Dalam beberapa kesempatan, Presiden Jokowi mengadakan Rapat Terbatas (Ratas) bersama beberapa menteri guna membahas penyelesaian sengketa dan konflik tanah yang sedang terjadi.
Kepala Negara juga sudah menginstruksikan percepatan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia, yang tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa dan konflik tanah di masa mendatang.
BACA JUGA: Inilah Strategi Kementerian ATR/BPN Perkuat Ketahanan Pangan
"Kami melakukan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan secara terukur," ujar R.B. Agus Widjayanto saat menutup Rapat Kerja Teknis Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah, melalui video conference, Kamis (05/11).
Menurut Agus, penanganan kasus sengketa dan konflik pertanahan tidak bisa asal-asalan.
BACA JUGA: Hadiah Rp 100 Juta Bagi yang Bisa Menangkap Pelaku Politik Uang, Berminat?
"Sebenarnya bisa mudah, kita alokasikan anggaran, lalu tentukan sendiri mana yang perlu ditangani, tetapi tidak bisa begitu. Kita perlu tentukan kasus sengketa dan konflik pertanahan yang memang diprioritaskan untuk ditangani berdasarkan hasil koordinasi dengan berbagai lembaga pemerintah," jelasnya.
Dalam penanganan sengketa dan konflik pertanahan, Kementerian ATR/BPN juga giat melakukan koordinasi dengan Komisi II DPR RI, Kantor Staf Presiden (KSP) serta Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Hasil koordinasi tersebut adalah keputusan dan instruksi mengenai kasus yang akan diprioritaskan.
Kendati demikian, kata Agus, Kementerian ATR/BPN juga tetap menangani kasus pertanahan yang terjadi di luar rekomendasi lembaga pemerintahan tersebut.
"Dalam waktu dekat, Kementerian ATR/BPN akan menerbitkan peraturan menteri terbaru guna mengganti peraturan yang lama mengenai penanganan kasus pertanahan. Dengan adanya Permen ini, kita harus memiliki semangat yang baru. Setelah Permen ini keluar, kita juga langsung menyusun petunjuk teknis pelaksanaannya agar dapat segera diimplementasikan," kata ungkap dia.
Dalam memantau dan mengelola penanganan kasus pertanahan di daerah, Ditjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan sudah memiliki sistem bernama Aplikasi Justisia. Karena itu meminta jajaran Kanwil BPN Provinsi dapat memanfaatkan aplikasi tersebut.
"Dalam aplikasi ini, Saudara dapat menjelaskan kronologi sengketa dan konflik pertanahan yang ada di wilayah kerja masing-masing. Sampaikan informasi secara jelas dan buat resume kasus yang terjadi. Ke depan, kita tidak hanya melihat data kuantitatif, melainkan data kualitatif juga," kata R.B. Agus Widjayanto.
Dalam menangani kasus pertanahan, Kementerian ATR/BPN juga sudah menjalin kerja sama dengan Polri. Karena itu, dalam Tim Satgas Mafia Tanah, Kanwil BPN di berbagai daerah harus terus giat berkoordinasi dengan Polda setempat.
"Sebelum bertindak, kita harus intensif berkomunikasi dengan Polda. Lakukan pendalaman mengenai target operasi kita dengan Polda serta harus serius dalam menyelesaikan kasus mafia tanah," kata Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Hary Sudwijanto.
Hary menjelaskan bahwa jajaran Kementerian ATR/BPN yang masuk dalam Satgas Mafia Tanah juga harus memiliki karakter dalam memburu tindak kejahatan, kendati kementerian yang dipimpin oleh Menteri Sofyan Djalil ini bukan institusi penegak hukum.
"Kita harus punya naluri seperti seorang penegak hukum dan memiliki nilai lebih dalam penyelesaian kasus pertanahan. Bidang sengketa merupakan benteng terakhir kemampuan kita, sehingga dalam melaporkan kasus pertanahan harus apa adanya dan jangan ditutup-tutupi," pungkas Hary.(*/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam