Kementerian Koperasi Ungkap Pelanggaran yang Dilakukan TikTok, Ini Buktinya

Rabu, 28 Februari 2024 – 21:50 WIB
TikTok. Foto: ilustrasi/Antara

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM menegaskan TikTok lewat fitur TikTok Shop saat ini masih melanggar aturan hukum di Indonesia.

Aturan yang dimaksud yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

BACA JUGA: TikTok Masih Ada Fitur Transaksi Jualan, Wamendag Ingatkan Aturan Media Sosial

Fiki Satari Staf Khusus Menteri Koperasi-UKM mengatakan pelanggaran itu terlihat saat aplikasi media sosial asal China tersebut masih menyediakan fitur keranjang belanja dan melayani transaksi untuk pengguna.

"Jadi masih ada fasilitasi transaksi di dalam platform media sosialnya, meskipun di bawah checkout ada tulisan processed by Tokopedia, dalam hal ini e-commerce tapi ini masih di dalam platform media sosial. Ini jelas melanggar aturan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 Pasal 21 ayat 3 yang berbunyi PPMSE atau pelaksana e-commerce dengan model di socio commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya," kata Fiki di Jakarta Rabu (28/2).

BACA JUGA: Sikap Menteri Teten Sangat Tegas: TikTok Melanggar Aturan!

Fiki menambahkan masa transisi atau uji coba yang diberikan Kementerian Perdagangan kepada TikTok untuk migrasi ke platform eCommerce Tokopedia juga tidak ada dalam peraturan. Sebab faktanya, kedua platform itu, baik TikTok Shop dan Tokopedia masih beroperasi.

"Jadi sebetulnya tidak ada di regulasi (adaptasi, transisi atau migrasi). Redaksional redaksi dari Permendag 31 Tahun 2023 ini berlaku umum. Platform lokal, global, apapun itu," sambungnya.

BACA JUGA: Ingin Aturan Tegak, Kemendag Bakal Panggil Perwakilan TikTok Pekan Ini

Menurut Fiki, mengenai pelanggaran ini, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Kementerian Perdagangan selaku regulator yang mengeluarkan aturan tersebut.

Di sisi lain, Fiki juga mengutip jenis pelanggaran lain oleh Tiktok yang tertulis di Pasal 13 pada Permendag 31/2023 yaitu larangan adanya keterhubungan atau interkoneksi antara PMSE (eCommerce) dan non PMSE (media sosial).

Dalam pasal tersebut tertulis, beleid dibuat demi menjaga persaingan usaha yang sehat.

"Tentunya ini memiliki potensi penyalahgunaan data dan penguasaan data," kata Fiki.

Menurutnya, jika pelanggaran ini terus dibiarkan, maka akan timbul kesan seolah ada diskriminasi atau pembiaran pelangggaran aturan antara yang dilakukan korporasi besar dan pelaku usaha kecil atau UMKM.

"Regulasi ditetapkan kan berlaku keseluruhan, tidak ada diskresi, proses adaptasi, (migrasi) proses transaksi, dan seterusnya. Jangankan perusahaan besar atau korporasi selevel TikTok atau perusahaan global. UMKM pun kalau misalnya melanggar ya dikenakan sanksi. Ini kan terjadi waktu pandemi, kita ingat waktu itu ada razia izin BPOM di mana produk-produk UMKM tanpa pandang bulu, dikenakan sanksi oleh penegak regulasi," kata Fiki.

"Tentunya dari sisi hukum jelas, di regulasi ada sanksi yang dicatatkan bahwa sampai dengan ya tentunya dalam Permendag ini kan otoritas ada dari Kementerian Perdagangan. Ada peringatan, sanksi, dan pencabutan izin bahkan yang permanen. Ini sudah ada di dalam aturan," pungkas Fiki. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler