jpnn.com, JAKARTA - Ekonom senior Ryan Kiryanto mengatakan kemudahan akses bagi eksplorasi dan eksploitasi hulu migas, termasuk lahan dan perizinan, memegang peran penting dalam mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Ketahanan dan kemandirian energi tersebut, berdampak positif pula terhadap penghematan devisa yang sangat signifikan.
BACA JUGA: Menuju Perayaan Waisak: 40 Bhikkhu Thudong Jalan Kaki dari TMII Menuju Candi Borobudur
“Pemerintahan pusat dan daerah berperan penting dalam kemudahan akses lahan dan perizinan. Kemudahan tersebut akan berdampak positif terhadap peningkatan produksi migas sehingga bisa menciptakan kemandirian dan ketahanan energi nasional,” ujar Ryan.
Itu sebabnya, jika saat ini masih terdapat beberapa kendala bagi kemudahan akses eksplorasi dan eksploitasi hulu migas, tentu harus segera dibenahi. Termasuk persoalan lahan dan perizinan.
BACA JUGA: Himpitan Kegiatan Hulu Migas dengan Lahan Pertanian Harus Segera Diselesaikan
Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) itu menambahkan, kemudahan perizinan dan dukungan pemerintah pusat dan daerah, akan membuka peluang ekplorasi dan eksploitasi yang agresif.
Misal seperti dilakukan PT Pertamina Hulu Energi sebagai Sub Holding Upstream PT Pertamina.
BACA JUGA: TIKI Sales Counter Priority Services, Hadirkan Pengalaman Bertransaksi yang Berbeda & Personal
“Dibarengi dengan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), tentu peningkatan produksi migas antara lain oleh PHE, pada akhirnya akan mendukung pula kemandirian energi nasional,” kata Ryan.
Ryan mengatakan, produksi migas yang terus meningkat, tentu bisa memberikan nilai tambah kepada negara.
Termasuk di antaranya mengurangi beban impor minyak, peningkatan pendapatan negara dari migas, dan multiplier pertumbuhan ekonomi.
“Kita akan sangat diuntungkan dengan peningkatan produksi itu, sehingga mengurangi ketergantungan importasi BBM. Kita bisa menghemat devisa, karena pembelian dengan mata uang dolar AS. Belum lagi saat ini ketika harga minyak dunia sedang tinggi. Makanya, semua pihak harus mendukung agar PHE terus meningkatkan kinerja positif,” lanjut Ryan.
Ryan menyebut, saat ini devisa yang terpakai untuk impor memang masih tinggi. Untuk minyak misalnya, dengan asumsi bahwa Indonesia masih membutuhkan sekitar 500 ribu barel per hari dari impor.
“Jika menggunakan asumsi harga minyak dunia APBN sekitar 82 dolar AS per barel, berarti kita butuh 41 juta dolar AS per hari untuk membeli minyak dari pasar Singapura. Jika dikalikan kurs sekarang sekitar Rp16 ribu per dolar AS, maka angkanya adalah Rp656 miliar per hari hanya untuk membeli minyak internasional. Itu kan pemborosan,” urai Ryan.
Ryan juga menyebut, kemudahan perizinan pun berdampak positif juga bagi daerah bersangkutan.
“Kan ada yang namanya Dana Bagi Hasil (DBH), sudah ada aturannya,” lanjut Ryan.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada