Kenaikan Cukai & Harga Jual Rokok Tidak Eefektif Turunkan Jumlah Perokok Anak

Kamis, 22 Oktober 2020 – 17:10 WIB
Rokok dan asbak. Foto/ilustrasi: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Tim peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis  (FEB) Universitas Brawijaya, Jawa Timur merilis hasil kajian mengenai kenaikan harga rokok.

Kebijakan Kenaikan harga rokok baik melalui kenaikan harga jual eceran (HJE) maupun pengenaan atau kenaikan cukai rokok yang ditetapkan pemerintah, tidak efektif menurunkan jumlah perokok usia dini, dan prevalensi stunting.

BACA JUGA: Cukai Rokok Naik Terlalu Tinggi, Petani dan Pekerja SKT Makin Menderita

Adapun faktor utama penyebab perokok usia dini adalah lingkungan di dalam dan luar rumah, keingintahuan si anak, pengendali stres, dikuti dengan tingkat pendidikan ayah atau orang tua yang rendah.

“Faktor yang menyebabkan banyaknya jumlah perokok usia dini antara lain tingkat pendidikan orang tua khususnya ayah yang rendah serta adanya anggota keluarga yang merokok,” papar anggota peneliti PPKE Universitas Brawijaya Malang Jawa Timur Imanina Eka Dalilah.

BACA JUGA: Harga Emas Antam dan UBS di Pegadaian hari ini, Kamis 22 Oktober 2020

Sementara, Joko Budi Santoso menyebut industri hasil tembakau (IHT) memiliki peran penting dalam menyumbang penerimaan negara melalui cukai hasil tembakau yang mencapai lebih dari Rp150 triliun pertahun  selama 5 tahun terakhir.

Selain itu, IHT yang bersifat padat karya mampu menyerap jutaan tenaga kerja dalam rantai produksi maupun distribusi.

BACA JUGA: Petani Tembakau dan Gapero Minta Pemerintah Batalkan Kenaikan Cukai Rokok 2021

Lebih lanjut Tim Peneliti dari PPKE Universitas Brawijaya memaparkan, kebijakan kenaikan tarif cukai dan kenaikan harga rokok yang beberapa kali dilakukan pemerintah nyatanya tidak searah dengan trend jumlah perokok usia dini dalam beberapa tahun terakhir.

Di tengah penurunan volume produksi rokok dan penurunan jumlah pabrikan rokok yang signifikan, jumlah perokok usia dini meningkat dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% pada 2018.

“Hal ini mengindikasikan kebijakan pemerintah melalui kenaikan harga rokok berpotensi tidak efektif menurunkan jumlah konsumsi rokok. Kebijakan tersebut justru bisa mengancam keberlangsungan IHT yang memiliki peran strategis bagi perekonomian nasional,” ucap Joko.

Dalam melakukan penelitian dan kajiannya, pihak PPKE Universitas Brawijaya menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis perilaku merokok pada usia dini dan prevalensi stunting, sedangkan metode kualitatif digunakan dalam analisis perilaku merokok pada ibu hamil.

Penelitian perilaku merokok pada usia dini dilakukan di beberapa wilayah yakni di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Banten.

Berbagai provinsi tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian karena masing-masing dari wilayah itu telah mewakili daerah penghasil tembakau dan daerah non-penghasil tembakau untuk melihat faktor dominan penyebab usia dini merokok

“Total responden dalam penelitian perilaku merokok pada usia dini adalah 900 orang yang terdiri 450 perokok dan 450 non-perokok dengan ketentuan rentang 10-18 tahun. Total jumlah responden tersebut dipilih berdasarkan perhitungan rumus slovin. Penelitian berlangsung selama dua bulan sejak Maret sampai April 2020,” papar Imanina.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler