Cukai Rokok Naik Terlalu Tinggi, Petani dan Pekerja SKT Makin Menderita

Rabu, 14 Oktober 2020 – 13:24 WIB
Tembakau kering yang menjadi bahan baku rokok. Foto/ilustrasi: Ara Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengatakan rencana kenaikan tarif cukai rokok pada 2021 harus dipikirkan secara adil dan bijaksana.

Jangan sampai hal ini membuat pelaku industri tembakau, khususnya petani dan pekerja sektor sigaret kretek tangan (SKT) makin menderita, terutama di tengah kondisi ekonomi sulit di masa pandemi.

BACA JUGA: Petani Tembakau dan Gapero Minta Pemerintah Batalkan Kenaikan Cukai Rokok 2021

Ketua Umum AMTI Budidoyo menjelaskan selama ini pemerintah mengantongi sebanyak 70 persen dari kontribusi pajak dan cukai industri hasil tembakau.

Setelah kenaikan cukai 2020 mencapai 23 persen, pabrikan dinilai enggan untuk menaikkan harga jual ke pasaran karena memikirkan daya beli masyarakat.

BACA JUGA: Struktur Tarif Cukai Rokok jadi Celah Pengusaha, KPK Minta Harus Lebih Sederhana dan Transparan

Hasilnya kinerja industri makin terpuruk dan imbasnya kepada petani dan pekerja IHT, belum lagi ditekan dampak pandemi.

“Makanya kalau menurut kami yang perlu dipikirkan para petani dan sektor SKT yang rata-rata perempuan. Kalau mereka kehilangan pekerjaan, kasihan kalau mereka menjadi tulang punggung. Untuk tahun depan, harapannya SKT tidak perlu naik tarif cukai dulu demi prioritas penyelamatan tenaga kerja,” serunya.

BACA JUGA: Perangi Hoaks tentang Produk Tembakau Alternatif, Hasil Riset Harus Terus Disampaikan

Dia berharap pemerintah bersikap rasional dan bijaksana dalam menentukan kebijakan cukai rokok. Jangan sampai kenaikannya terlalu tinggi seperti pada tahun ini yakni 23 persen.

Adapun, selain berkontribusi secara ekonomi, industri rokok juga menyerap tenaga kerja mencapai 5,9 juta orang. Apabila satu orang menanggung empat anggota keluarga, berarti ada 20 juta orang menggantungkan hidupnya dari IHT.

Sebelumnya, Kasubdit Hubungan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Sumondang mengatakan dampak kenaikan cukai rokok bisa menyebabkan perusahaan tutup dan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

Karena itu, pemerintah perlu mengkaji kembali kebijakan tersebut. Kemenaker berharap bahwa tenaga kerja harus tetap bekerja dan perekenomian tetap bekerja dengan baik tanpa adanya PHK.

“Harus menghitung dampak dari terjadinya kenaikan cukai ini. Jangan sampai terjadi PHK dan sampai perusahaan tutup atau lainnya. Perlu kehati-hatian dan kajian lebih dalam untuk menghindari ini. Juga harus ada roadmap untuk melihat ini secara luas,” tandasnya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler