jpnn.com, BANJARMASIN - Sejumlah pihak menilai kebijakan Presiden Jokowi menaikkan gaji PNS dan pensiunan tahun depan berbau politis karena jelang Pilpres 2019.
Dosen Fisip Uniska Muhammad Arsyad Al-Banjary, Muhammad Uhaib As'ad berpendapat, wajar jika kebijakan tersebut mengundang interpretasi beragam di tengah masyarakat.
BACA JUGA: Daerah Tunggu Aturan Teknis Kenaikan Gaji PNS
Mengingat suasana saat ini dalam tensi politik tinggi, lanjutnya, nalar politik publik pasti mengkaitkan kebijakan tersebut dengan konstelasi Pilpres 2019.
Muhammad Uhaib juga menyinggung dampak lain kenaikan gaji PNS. “Bukankah hal ini akan berdampak pada sektor ekonomi publik dan khususnya bagi rakyat, termasuk non PNS karena secara ekonomi akan diiringi oleh kenaikan harga-harga barang lainnya di pasar,” cetusnya, seperti diberitakan Radar Banjarmasin (Jawa Pos Group).
BACA JUGA: Ada Rahasia di Balik Opening Ceremony Asian Games 2018
“Lalu siapa yang menaikkan nilai pendapatan rakyat di luar PNS? Kenapa PNS saja yang dipikirkan untuk dinaikkan pendapatannya?” imbuhnya.
Secara sosiologis, terangnya, dampak kenaikan gaji PNS ini akan menimbulkan resistensi dan kecemburuan sosial bagi warga non-PNS.
BACA JUGA: Apakah 2019 PNS Masih Terima Gaji ke-13 dan 14?
“Bila dilihat dalam konteks politik, hal ini tidak menguntungkan pemerintahan Joko Widodo, karena jumlah PNS di negeri ini tidak sampai 5 juta orang,” sebutnya.
Ditambahkan, dalam posisi ekonomi negara yang sulit, menaikkan gaji PNS 5 persen bukan sebagai langkah yang bijak.
BACA JUGA: Apakah 2019 PNS Masih Terima Gaji ke-13 dan 14?
Terpisah, Kepala Ombudsman Perwakilan Kalsel, Noorhalis Majid mewanti-wanti, kenaikan gaji PNS tahun depan harus diimbangi dengan perbaikan pelayanan publik.
Dia mengatakan kenaikan gaji menjelang Pilpres, rawan bermuatan politik. Jumlah PSN sangat banyak dapat mempengaruhi pilihan politik. (mof/why/zai/mar/kry/shn/ay/ran)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pujian Misbakhun untuk Usulan Jokowi di RAPBN 2019
Redaktur & Reporter : Soetomo