jpnn.com, JAKARTA - Kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed Fund Rate/FFR) tidak berpengaruh signifikan pada perekonomian Indonesia.
Buktinya, Bank Indonesia (BI) mempertahankan BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) tetap di 4,75 persen.
BACA JUGA: Jokowi Minta Pertumbuhan Ekonomi Banten Dijaga
Meski Indonesia masih mampu mempertahankan suku bunga acuan, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menyatakan bahwa BI tetap mewaspadai sejumlah risiko.
Di antaranya, risiko kenaikan lanjutan FFR, rencana penurunan besaran neraca The Fed, hasil pemilu di Inggris, serta potensi menurunnya harga komoditas, khususnya minyak dunia.
BACA JUGA: Pemerintah Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
”Dari sisi domestik, beberapa risiko yang tetap perlu dicermati adalah dampak penyesuaian administered price (harga yang diatur pemerintah) terhadap inflasi serta masih berlanjutnya konsolidasi korporasi dan perbankan,” kata Tirta, Kamis (15/6).
Kenaikan FFR, lanjut Tirta, telah diantisipasi sehingga pasar keuangan Indonesia tetap kondusif.
BACA JUGA: Siapkan Rp 29,6 Triliun, BI Jatim Buka 600 Konter Penukaran Uang
Persepsi positif terhadap pengelolaan makroekonomi dan kondisi fundamental Indonesia juga masih terasa.
Itu membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua mendatang diperkirakan membaik.
Hal tersebut didukung tumbuhnya ekspor, meningkatnya investasi, dan tingginya konsumsi rumah tangga.
”Ekspor tumbuh cukup baik, sejalan dengan berlanjutnya perbaikan ekonomi global dan kenaikan harga beberapa komoditas. Investasi mengalami peningkatan, terdorong oleh investasi bangunan, baik terkait proyek infrastruktur pemerintah maupun sektor properti swasta, serta perbaikan investasi non bangunan pada aktivitas sektor berbasis komoditas dan konstruksi,” lanjutnya.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap kuat, didorong oleh penyaluran tunjangan hari raya (THR).
BI pun memperkirakan perekonomian Indonesia pada 2017 tumbuh di kisaran 5–5,4 persen.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad menambahkan, kenaikan FFR sesuai dengan prediksi pelaku industri keuangan.
”Saya kira dampaknya tidak terlalu besar,” ujarnya.
OJK pun meyakini pertumbuhan kredit masih akan mampu menyentuh kisaran 9–12 persen.
Terutama setelah perbankan Indonesia mendapatkan outlook positif dari lembaga pemeringkat Moody’s.
Optimisme serupa dikatakan Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio.
Sejauh ini indeks harga saham gabungan (IHSG) masih menunjukkan tren positif meski turun tipis pasca pengumuman kenaikan FFR.
”Bursa memperlihatkan kita tetap bagus. Indeks masih 5.700-an,” ungkapnya. IHSG kemarin ditutup turun 16,61 poin atau 0,29 persen di level 5.776,28. (rin/c10/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebentar Lagi 2019, Misbakhun Minta Tim Ekonomi Jokowi Kerja Keras
Redaktur & Reporter : Ragil