Kenaikan Tarif Listrik Industri Tingkatkan Inflasi

Kamis, 08 Mei 2014 – 20:35 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR, Maruarar Sirait mempertanyakan kebijakan Kementerian ESDM menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) industri hingga 34 persen pada 1 Mei 2014 ini. Padahal, kalangan industri sangat keberatan karena dampaknya akan merugikan industri, meningkatkan inflasi, menambah kemiskinan, pengangguran, meningkatkan impor, daya saing yang lemah dan tidak sehat.

"Apalagi kebijakan kenaikan TTL itu tidak terintegrasi, tidak sinergis antara Kementerian ESDM dengan Kementerian Perindustrian. Harusnya kebijakan itu tidak saling bertentangan dengan kementerian yang lain, dan kenaikan itu tidak merugikan kalangan industri dan rakyat," kata Maruarar Sirait, di press room DPR, Senayan Jakarta, Kamis (8/5).

BACA JUGA: Global Teleshop Keberatan Ponsel Kena Pajak Mewah

Karenanya kata politisi PDI-P itu, pemerintahan baru ke depan harus mampu membuat bukti perubahan kebijakan yang manfaat untuk kalangan industri, buruh, dan rakyat. "Kalau kebijakan itu akan makin menyulitkan rakyat, harga-harga naik, terjadi pengangguran, inflasi meningkat, dan kemiskinan bertambah, maka tidak perlu dan harus dihindari," tegasnya.

Di tempat yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat Usman, mengatakan kebijakan Kementerian ESDM itu sudah ditentang oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat, namun jalan terus.

BACA JUGA: Pipa Gas Medan-Pekanbaru Terkoneksi Arun-Belawan

"Seolah-olah melindungi industri kecil, malah merugikan karena dari hulu ke hilir akan mengalami kenaikan harga-harga produksi dan memberatkan industri dan masyarakat. Karena itu pengurangan tenaga kerja tak bisa dihindari. Semua industri akan melakukan yang sama, karena kontraknya jangka panjang," ujarnya.

Dijelaskannya, pada tahun 2013 TTL sudah naik 15 persen, dan kalangan industri masih belum melunasi utangnya sampai Desember 2014 ini. Anehnya, mulai 1 Mei 2014 ini sudah dibebani dengan utang baru. “Ini menunjukkan adanya kesalahan dalam pengelolaan energi nasional, sehingga menyimpang dari jargon untuk meningkatkan daya saing produksi nasional," tegas Ade.

BACA JUGA: Tolak Akuisisi, SP BTN Dikecam

Dengan demikian, lanjutnya, dampak kenaikan TTL terhadap industri sebesar 34 persen tahun 2014 ini memicu terjadinya antara lain snowball efect pada biaya produksi, harga satuan produk meningkat sampai 20 persen.

"Ini dengan sendirinya akan menurunkan daya saing di pasar domestik dan internasional. Impor meningkat, ekspor anjlok, neraca menciut, produksi berkurang, pengurangan karyawan (PHK), inflasi meningkat, kontribusi pajak menurun dan menimbulkan persaingan yang tidak sehat," jelasnya.

Mestinya kenaikan TTL 2014 tidak hanya diberlakukan pada sektor ekonomi produktif. Kenaikan TTL harus memiliki prinsip berkeadilan bagi kemajuan bangsa dan kenaikan itu seharusnya bertahap selama minimal dua tahun, sarannya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Jero Wacik pada 1 April telah mengeluarkan Permen ESDM Nomor 09 tahun 2014 tentang kenaikan TTL, mulai berlaku pada 1 Mei 2014 ini. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Tugasi Menhub Pangkas Dwelling Time di Tanjung Priok


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler