jpnn.com - SURABAYA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya menilai, tuntutan kenaikan UMK (upah minimum kabupaten/kota), sebenarnya realistis. Pasalnya, kebutuhan hidup juga naik. Hanya saja, tuntutan itu harus disertai kenaikan produktivitas pekerja.
’’Kenyataannya memang sudah tidak mungkin pengusaha membayar murah upah pekerja karena kebutuhan hidup naik,’’ kata Jamhadi, ketua Kadin Surabaya, kemarin (9/9).
BACA JUGA: Alhamdulillah, Penyaluran KPR Lampaui Target
Namun, tuntutan kenaikan yang berkisar 22 persen itu harus diiringi produktivitas kerja yang membaik. Agar produktivitas bisa meningkat, Indonesia seharusnya mempunyai productivity center.
’’Meski belum memiliki productivity center, kita sudah memiliki BLK (balai latihan kerja) yang bisa dioptimalkan,’’ tuturnya.
BACA JUGA: Begini Strategi Adhi Karya agar Penumpang LRT Bisa Ngopi Santai
Menurut Jamhadi, pekerja harus mendapat pelatihan secara langsung oleh pelaku industri. Hal tersebut dinilai lebih efektif daripada pelatihan yang dilakukan PNS (pegawai negeri sipil). Jamhadi menuturkan bahwa pemberi pelatihan seharusnya berasal dari manajer perusahaan yang sesuai dengan bidang pekerja yang dilatih.
’’Tuntutan kenaikan UMK sebenarnya berkaitan dengan KHL (kebutuhan hidup layak) pekerja. Tapi, KHL tidak bisa dipatok dengan upah dan harus dibebankan ke pengusaha saja,’’ ujar dia. Selain itu, kenaikan upah diharapkan tidak melebihi angka 10 persen lantaran inflasi tertinggi pada 2015 mencapai 7,36 persen.
BACA JUGA: AXA Life Gandeng Shell Berikan Perlindungan Kecelakaan
Jamhadi menilai, harus ada sinergi antara instansi terkait untuk meningkatkan KHL pekerja. ’’Setidaknya kawasan industri harus dilengkapi dengan rumah susun sehingga ongkos untuk transportasi bisa ditekan dan dana transportasi dapat dialihkan untuk kebutuhan lain,’’ terangnya.
Di kawasan ASEAN, kata Jamhadi, Indonesia menempati peringkat kelima untuk produktivitas pekerja. ’’Masih kalah kalau dibandingkan dengan Malaysia maupun Brunei,’’ ungkap dia.
Posisi pertama ditempati Singapura, disusul Brunei di posisi kedua, kemudian Malaysia. Di peringkat keempat dan kelima, masing-masing diduduki Thailand, baru Indonesia.
Ada beberapa aspek yang menjadi sasaran penilaian. Yakni, satuan produksi yang mencakup kecepatan, kerapian, maupun akurasi. Selain satuan produksi, kesehatan kerja menjadi aspek yang diperhitungkan untuk menilai produktivitas.
’’Cara mengukurnya, dalam setiap ton produk yang dihasilkan, diukur berapa lama waktu produksinya serta biaya produksi,’’ tandasnya. (vir/c14/tia)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini 10 Inti Paket Kebijakan Ekonomi ala Jokowi
Redaktur : Tim Redaksi