Kenali Gejala Limfoma Hodgkin, Banyak Pasien Terkecoh, Akibatnya Fatal

Kamis, 26 September 2024 – 23:20 WIB
Dr. dr. Andhika Rachman, SpPD-KHOM, pakar hematologi-onkologi dalam edukasi "Kenali Limfoma Hodgkin" yang digelar PT Takeda Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kamis (26/9). Foto Mesya/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Limfoma Hodgkin bisa disembuhkan bila diketahui sejak dini dan diobati secara kontinyu 

Limfoma Hodgkin adalah sebuah penyakit yang sering kali tidak terdiagnosis dengan tepat hingga mencapai stadium lanjut.

BACA JUGA: Jangan Remehkan Limfoma Hodgkin, Akibatnya Fatal, Kenali Gejala & Penanganannya

Oleh karenan itu penting edukasi mengenai perlunya deteksi dini, juga dukungan bagi para pasien yang tengah berjuang melawan kanker ini.

"Di Indonesia, kesadaran mengenai Limfoma Hodgkin masih sangat rendah," kata Dr. dr. Andhika Rachman, SpPD-KHOM, pakar hematologi-onkologi dalam edukasi "Kenali Limfoma Hodgkin" yang digelar PT Takeda Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kamis (26/9).

BACA JUGA: Transplantasi Sel Punca Darah jadi Solusi Pasien Talasemia Mayor

Dia menjelaskan gejala-gejala Limfoma Hodgkin yang tidak spesifik sering kali membuat penyakit ini sulit dikenali, dan banyak pasien baru mengetahui bahwa mereka mengidap kanker setelah penyakitnya mencapai tahap lanjut.

Oleh karena itu, perlu menyediakan wadah untuk menyuarakan kebutuhan tatalaksana serta harapan mereka yang berjuang mengatasi penyakit ini.

BACA JUGA: Diagnosis HER2 jadi Terobosan Baru Pengobatan Kanker Payudara

"Limfoma adalah salah satu jenis kanker yang menyerang sistem limfatik, bagian penting dari sistem kekebalan tubuh manusia," ucapnya.

Ada dua jenis utama limfoma, yaitu Limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin.

Limfoma Hodgkin, meskipun lebih jarang ditemukan, memiliki ciri khas sel Reed-Sternberg dan biasanya menyerang orang dewasa muda serta mereka yang berusia di atas 55 tahun. 

Menurut data Globocan 2022, di wilayah Asia Tenggara tercatat 12.308 kasus baru Limfoma Hodgkin dan 4.410 kematian.

Di antara negara lain di Asia Tenggara, Indonesia mencatatkan 1.294 kasus baru dengan kematian sebanyak 373 kasus.

"Angka ini naik dari data Globocan di tahun 2020 yang mencatat 1.188 kasus baru dengan 363 kematian," ujar Andhika.

Selain kurang terdiagnosis dengan baik, banyak pasien baru datang ke dokter setelah penyakit mereka sudah memburuk.

Tidak jarang, mereka juga mengalami salah diagnosis karena gejalanya yang tidak spesifik dan sering menyerupai penyakit lain. 

Masyarakat perlu mewaspadai beberapa gejala seperti munculnya benjolan di area kelenjar getah bening, yang dapat disertai dengan gejala sistemik yang disebut sebagai B symptoms.

Gejalanya demam lebih dari 38 C tanpa penyebab yang jelas, keringat berlebihan di malam hari, serta penurunan bobot badan lebih dari 10% dalam 6 bulan berturut-turut tanpa disertai diet dan penyakit lain. 

"Apabila mengalami gejala seperti itu, segera temui dokter untuk mendapatkan pemeriksaan yang menyeluruh. Makin cepat Limfoma Hodgkin didiagnosis, kian besar peluang untuk memulai pengobatan yang tepat, dan makin tinggi angka kelangsungan hidup pasien," ungkapnya.

Maraknya pengobatan herbal dan berbagai pengobatan alternatif yang overclaim dapat mengobati kanker, mengobati benjolan dan lain sebagainya.

Padahal, tidak ada pengobatan yang tidak melalui clinical trial atau pengujian klinis. 

"Untuk itu, masyarakat harus lebih waspada, serta kritis dengan segala bentuk pengobatan herbal dan sejenisnya yang belum terbukti melalui pengujian klinis," jelasnya.

Intan Khasanah, seorang penyintas Limfoma Hodgkin, menceritakan betapa panjang dan sulitnya perjalanan yang dia tempuh sebelum akhirnya mendapatkan diagnosis yang tepat.

Awalnya Dia didiagnosis Tuberculosis (TB) setelah melalui pemeriksaan biopsi. 

Saat itu ada dua benjolan seukuran kelereng yang muncul di leher kanan persis setelah terkena demam tinggi selama 3 hari.

Akhirnya, selama delapan bulan, Intan, rutin minum obat sembari melakukan kontrol ke RS. Makin lama kondisi malah kian parah, hingga koma dan masuk ICU. 

"Ternyata ketika saya melakukan pengecekan ulang di dokter dan RS berbeda, diagnosis yang muncul adalah Limfoma Hodgkin, dan saat itu sudah terlanjur stadium 4," katanya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,  dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, menekankan pentingnya kolaborasi multi-sektoral untuk memperkuat sistem kesehatan Indonesia.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sangat menyambut baik kolaborasi lintas sektor dalam memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia. 

"Dengan kerja sama yang baik, kita dapat memberikan perawatan yang lebih baik bagi para pasien, termasuk mereka yang menderita Limfoma Hodgkin,” jelas dr. Nadia.

Melalui acara edukasi media ini, PT Takeda Indonesia berharap dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya deteksi dini Limfoma Hodgkin, serta memberikan dukungan bagi para pasien yang berjuang melawan kanker ini.

Head of Patient Value Access PT Takeda Indonesia Shinta Caroline, menegaskan komitmennya mendukung penanganan Limfoma Hodgkin di Indonesia.

Takeda juga terus meningkatkan tatalaksana Limfoma Hodgkin di Indonesia melalui penyediaan obat-obatan yang inovatif dan kolaboratif bersama semua pihak terkait untuk meningkatkan kesadaran masyarakat seputar Limfoma Hodgkin. 

"Kami tidak hanya ingin menjadi penyedia solusi kesehatan yang tepercaya, tetapi juga mitra jangka panjang bagi pemerintah, organisasi pasien, asosiasi medis, sektor swasta, dan masyarakat luas," pungkasnya. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebelum Tutup Usia, Puput Novel Berjuang Sembuh dari Kanker


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler