Kenalkan Uang pada Kehidupan Sehari-hari Anak

Sabtu, 06 September 2014 – 15:25 WIB

jpnn.com - SEJAK dini konsep uang seharusnya dikenalkan kepada anak. Ligwina Hananto, seorang perencana keuangan independen, berpendapat bahwa mengelola uang adalah life skill yang memang harus dimiliki. Sebab, mau tidak mau, uang sebagai alat tukar menjadi bagian dari hidup.

Balita biasanya belum paham betul tentang uang. Tapi, kelompok itu sudah tahu keberadaan uang dan fungsinya sebagai alat pembayaran. ’’Mungkin belum perlu diajak berbelanja, tetapi perlu diceritakan bagaimana membayarkan sejumlah uang di warung untuk membeli sesuatu. Sedangkan di usia sekolah dasar, anak sudah paham betul tentang uang dan dia perlu belajar berbelanja,’’ ungkap CEO QM Finance tersebut.         

BACA JUGA: Pijat Laktasi Deraskan ASI

Perkenalan dengan uang, terutama untuk anak usia sekolah dasar, menurut Ligwina, bisa menggunakan teknik BBM (berbelanja, beramal, dan menabung). ’’Tiga fungsi ini penting untuk diketahui anak sehingga dia tidak hanya tahu satu fungsi. Misalnya, anak rajin menabung, tetapi tidak tahu berbelanja atau beramal tentu akan sangat timpang,’’ jelasnya.

Menurut pengalamannya, banyak orang tua yang mengingatkan anak agar menabung, tetapi lupa mengajarkan tentang berbelanja. ’’Sehingga saya sering bertemu orang dewasa di usia 35 tahun ke atas yang sulit menabung karena uangnya keburu habis untuk berbelanja yang tidak terkendali,’’ ungkapnya menyayangkan.

BACA JUGA: Tips bagi Calon Jemaah Haji Sebelum ke Tanah Suci

Sarannya, untuk mengajari anak berbelanja, yang paling sederhana adalah membiarkan mereka turut melihat menu di restoran atau berbelanja bulanan di pasar/supermarket. ’’Biarkan anak terlibat dalam pengambilan keputusan berbelanja,’’ imbuh alumnus Curtin University of Technology, Perth, Western Australia, tersebut. Memilih apa dan mengapa, orang tualah yang harus menjelaskan.

Setelah berbelanja, ingatkan anak agar menyisihkan uang untuk diamalkan. Setelah berbelanja dan beramal, anak tidak akan terlalu berkeberatan untuk menabung. Meminta anak menabung terus-menerus akan membuatnya menjadi kikir. Proses menabung itu penting karena mengajak anak menunggu. Menunggu akan membuat anak bisa menahan diri.

BACA JUGA: Manfaat Vitamin D bagi Penderita Asma

Ligwina mencontohkan pola hidup yang dirinya terapkan kepada dua buah hatinya, Azra, kelas VII SMP, dan Dena, kelas V SD. Mereka terbiasa mendapat uang saku setiap Jumat. Lalu, mereka mengelola sendiri uang tersebut untuk berbelanja makanan di kantin sekolah, beramal saat salat Jumat di sekolah, dan menabungkan sisanya. ’’Hingga pulsa telepon genggam pun perlu dia atur sendiri,’’ jelasnya.

Selanjutnya, belajar tentang uang tidak melulu belajar soal hitung uang. ’’Justru kesempatan belajar tentang uang ini membuat kita bisa mengajarkan nilai-nilai penting dalam hidup,’’ ungkap perencana keuangan yang juga aktif di Twitter @mrshananto itu.

Misalnya, dalam proses belajar menabung di bank dan harus mengantre. Orang tua sudah mengajari anak untuk tertib bersabar menunggu giliran. Saat berbagi dan beramal, anak jadi tahu bahwa uang adalah titipan Tuhan yang juga perlu diberikan kepada yang kurang mampu.

Soal berbelanja, anak diajari mengambil keputusan yang tepat untuk memilih barang. Anak juga perlu diajak melihat aktivitas orang tuanya sampai bisa memperoleh uang. Bahwa, mereka perlu menyadari uang tidak jatuh dari langit, tapi perlu bekerja keras untuk mendapatkannya.

’’Masih banyak lagi hal lain. Ada proses yang perlu dilalui saat anak belajar. Jadi, kalau kita tidak mau mengajarkan soal uang kepada anak, bayangkan berapa banyak nilai-nilai hidup yang terlewat oleh si anak?’’ tegasnya.

Perencanaan, Aplikasi, Evaluasi

Ada tiga peran inti orang tua dalam menuntun anaknya mengenal uang dan mengelolanya. Perencanaan, aplikasi, dan evaluasi. Hal ini diungkapkan Christian Herdinata SE MM CFP, doktor di bidang manajemen keuangan. Anak harus dilibatkan dalam tiga kegiatan tersebut. Meski, porsinya disesuaikan dengan usia si kecil.

Kebutuhan anak akan makanan, pendidikan, pembentukan karakter, maupun hiburan harus direncanakan orang tua. ’’Susah jika orang tua tidak punya perencanaan, bagaimana mengajarkan pada anak,’’ ujarnya.

Pelan-pelan, anak dilibatkan dalam perencanaan. Misalnya, mengusulkan jenis barang saat diajak belanja, harga baju dan sepatu yang boleh dia pilih, serta merencanakan jenjang pendidikan dan biaya yang dibutuhkan saat anak beranjak remaja.

Soal aplikasi, dosen International Business Management Universitas Ciputra Surabaya ini menyarankan orang tua bisa menciptakan budaya di tengah keluarga. ’’Orang tua harus konsisten pada gaya hidupnya, memberikan teladan dalam mengelola uang. Bagaimana mendahulukan apa yang dibutuhkan daripada yang diinginkan. Ini penting sekali,’’ katanya.

Misalnya, gaya hidup makan di luar rumah akan menjadi kebiasaan anak untuk tidak mau makan makanan rumahan. Akibatnya, keluarga tersebut jadi sering jajan dan boros. Begitu juga soal penerapan slogan-slogan seperti hemat pangkal kaya, rajin menabung untuk masa depan, ataupun banyak memberi sama dengan banyak menerima. ’’Supaya tidak hanya kata-kata, tapi benar-benar diterapkan menjadi budaya di rumah,’’ papar doktor berusia 33 tahun tersebut.

Pengaplikasiannya pun harus tegas, tapi menyertakan evaluasi. Pengelolaan uang pertama anak memang uang jajan. Kondisi ini bisa dijadikan pembelajaran. ’’Anak butuh diskusi atau dialog ketika dia berhasil atau tidak. Saat berhasil mengelola uangnya, dia tahu dan sadar ada hasil dari kerja keras. Saat kehabisan sebelum waktunya, kita obrolkan juga mengapa sampai terjadi dan solusinya,’’ jelasnya.

Memercayai anak soal keuangan tak hanya memberi mereka banyak uang. Tapi, sekaligus mendukungnya mengusahakan uang tambahan mandiri secara halal. Misalnya, anak punya ide menjual sesuatu untuk mendapat pemasukan. ’’Bagus sekali entrepreneurship sejak dini. Tidak perlu malu atau mengganggu sekolah, justru banyak karakter anak yang bisa dibentuk,’’ ungkap dosen yang juga bersertifikat sebagai perencana keuangan ini.

Pertama, mindset anak terhadap uang bukan hanya meminta pada orang tua, melainkan mereka harus berusaha. Menjual sesuatu melatih kepercayaan diri anak, membuatnya mampu menjelaskan, dan membuat orang tertarik. Dia juga akan pandai membagi waktu dan membuat keputusan. Kapan harus berkonsentrasi pada pelajaran, kapan saat yang tepat untuk berjualan. (puz/c7/c17/nda)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terapi Imunitas untuk Pasien Kanker


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler