jpnn.com, BEIJING - Balai pertemuan di lantai III Beijing Nikko Hotel suasana pada sore hari itu masih hiruk-pikuk oleh awak media dari China dan berbagai negara lainnya.
Padahal, dua unit layar monitor berukuran besar yang ditempatkan di ruangan tersebut sudah tidak lagi menampilkan aktivitas para petinggi Partai Komunis China (CPC) setelah selesai memberikan pengarahan pers melalui saluran video streaming dari Balai Agung Rakyat yang berjarak sekitar 9 kilometer dari Nikko Hotel.
BACA JUGA: Menjelang KTT G20, TVRI Hadirkan Idiom Klasik dari Xi Jinping
"Kami akan merilis informasi tentang kehadiran pemimpin China nanti pada waktunya," kata Wakil Menteri Luar Negeri China Ma Zhaoxu di Balai Agung Rakyat, Beijing, pada 20 Oktober 2022.
Hal itu bukan pernyataan pamungkas dalam pengarahan pers tersebut, karena masih ada beberapa topik lain yang disampaikan Ma bersama Wakil Ketua Departemen Internasional Komite Sentral CPC Shen Beili.
BACA JUGA: Wujudkan Perdamaian Dunia, Pengamat Dukung Jokowi Gaungkan Nilai Pancasila di KTT G20
Ma memberikan pernyataan tersebut untuk menanggapi pertanyaan ANTARA yang disampaikan dari Nikko Hotel melalui fasilitas video streaming di sela Kongres Nasional ke-20 CPC di Balai Agung Rakyat.
Setiap kali ditanya mengenai kemungkinan Presiden China Xi Jinping menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Kelompok 20 Negara (G20) di Bali pada tanggal 15-16 November mendatang, Beijing sampai saat ini masih belum memberikan kepastian.
BACA JUGA: Jenderal Andika: TNI Mengerahkan 13 KRI Mengamankan Puncak KTT G20
Sejumlah awak media asing yang ada di China sama sekali tidak heran, karena Beijing selalu memberikan kepastian pada menit-menit akhir.
Namun, berkat pertanyaan itu beberapa awak media China dan asing datang menghampiri ANTARA yang saat itu baru saja beranjak dari tempat duduk di ruangan konferensi pers tersebut.
"Apa harapan masyarakat Indonesia atas kehadiran Xi Jinping?" demikian pertanyaan media penyiaran resmi China kepada ANTARA.
Sebenarnya bukan harapan masyarakat Indonesia saja, melainkan juga komunitas dunia internasional yang menginginkan adanya konsensus penting yang berhasil dicapai di tengah situasi ekonomi dan politik global yang tidak menentu ini.
Sudah beberapa kali rekan-rekan media dari Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan lainnya yang mengajukan pertanyaan serupa.
Hanya konteksnya saja sedikit berbeda, misalnya pertanyaan "Apakah ada agenda Xi Jinping bertemu Joe Biden di KTT G20?", "Adakah rencana Xi bertemu Putin di Bali?", dan "Apakah pemimpin China bersedia melakukan pertemuan dengan pemimpin Jepang di G20?"
Dan, jawabannya pun sama, menunggu waktu yang tepat karena Beijing tidak akan memberikan statemen atas sesuatu yang belum pasti atau belum siap 100 persen.
Lalu, datang rekan media dari India yang sama-sama meliput Kongres CPC memberikan nilai positif terhadap pertanyaan ANTARA, "Begitu seharusnya agar setiap kali press briefing tidak selalu isu seputar CPC."
Dalam pengarahan pers bersama oleh Shen Beili dan Ma Zhaoxu yang berlangsung sekitar tiga jam dan diikuti sekitar 500 wartawan lokal dan asing itu pemandu acara hanya memberikan kesempatan kepada lima penanya.
ANTARA sangat beruntung mendapatkan kesempatan langka itu karena dari lima penanya hanya dua yang dari media asing. Kesempatan itulah yang dimanfaatkan ANTARA untuk menanyakan pandangan pemimpin China terhadap Keketuaan Indonesia di G20 dan rencana kehadiran di Bali.
"Kami berharap KTT ini dapat memperkuat kerja sama internasional dalam memerangi pandemi, mendukung pemulihan ekonomi dunia, dan mempertahankan ketahanan pangan dan energi global. Kami juga sangat berharap Indonesia memainkan peran yang positif dan konstruktif dalam pemulihan ekonomi global sesuai tema KTT G20 'Pulih Bersama, Pulih Lebih Kuat'," kata Ma yang juga anggota Komite Urusan Luar Negeri CPC.
Seorang rekan media Thailand yang meliput Kongres CPC sampai-sampai menurunkan laporannya tentang G20 yang terinspirasi oleh pertanyaan ANTARA tersebut.
Antusias
Menjelang akhir Oktober lalu, Kedutaan Besar RI di Beijing terlihat sibuk, khususnya di bagian imigrasi, kekonsuleran, dan penerangan sosial budaya.
Tidak hanya pimpinan dan staf media China yang mondar-mandir di KBRI, melainkan juga awak media asing, dari negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang.
Di antara para awak media asing di China yang mengurus visa di KBRI Beijing, terdapat beberapa yang sebelumnya meliput Kongres Nasional ke-20 CPC di Beijing pada 16-22 November 2022.
Mereka datang sejak tiga bulan yang lalu untuk meliput Kongres CPC, bisik seorang staf Kementerian Luar Negeri China (MFA) yang baru saja berkenalan dengan beberapa di antara mereka.
Selepas Kongres CPC di Beijing, mereka bergeser ke Bali untuk melaksanakan tugas liputan yang tak kalah pentingnya lagi bagi dunia. Mereka itulah yang terlihat mengajukan permohonan visa ke KBRI Beijing beberapa waktu lalu.
Untuk awak media China, KBRI Beijing sudah mengeluarkan 221 visa. Itu pun untuk jurnalis yang melekat bersama delegasi China dan yang dikoordinasikan oleh MFA. Masih ada 36 wartawan China lainnya dan 10 awak media asing di Beijing yang mengantongi visa dari KBRI Beijing sebelum tanggal 1 November 2022.
Ini baru awak media, belum para delegasi China yang berkepentingan dengan perhelatan akbar di Bali itu. Belum lagi para pebisnis China yang bakal menghadiri berbagai pertemuan di sela-sela KTT G20.
Sejumlah maskapai penerbangan komersial tentu saja tidak akan ingin kehilangan momentum antusiasme yang terjadi di tengah munculnya subvarian baru COVID-19.
Ada delapan jalur penerbangan baru dari China menuju Indonesia yang mulai dibuka pada awal November ini, demikian sebagaimana rilis Badan Penerbangan Sipil China (CAAC). Kedelapan jalur baru itu melengkapi tujuh jalur udara kedua negara yang sudah ada sebelumnya.
Bagi sebagian besar orang yang tinggal di belahan bumi bagian utara yang saat ini sedang memasuki musim dingin, Bali adalah impian. Pulau tropis nan elok itu sangat menawan hati mereka. Meninggalkan momentum KTT ke-17 G20 yang digelar di Bali sama halnya menyia-nyiakan kesempatan emas.
Kesempatan meliput peristiwa penting berbalut nuansa sakral taksu Bali, tidak semua orang mendapatkannya. Mereka rela melakoni apa saja, termasuk keharusan karantina terpusat dan terpadu selama berhari-hari saat kembali lagi ke China.
"Saya sedih tidak bisa meliput event tersebut, padahal sudah saya rencanakan jauh-jauh hari sebelumnya," ucap Antonio Fatiguso, pewarta asal Italia di Beijing, yang batal ke Bali tanpa menyebutkan alasannya itu. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif