Mayoritas warga Australia tinggal di kota besar seperti Sydney dan Melbourne, dan migran baru pun lebih memilih tinggal di kota besar namun beberapa warga asal China lebih suka tinggal di kawasan yang lebih sepi di regional dan pedesaan.

Warga asal China sekarang ini merupakan penyumbang migran tertinggi ke Australia selama beberapa tahun terakhir, disamping migran asal Inggris dan India.

BACA JUGA: Burung yang Cerdas: Apa yang Anda Ketahui Tentang Kakatua Berjambul Kuning?

Menurut sensus tahun 2016, hanya delapan persen warga asal China yang tinggal di luar delapan kota ibukota negara bagian di Australia.

Sementara itu umumnya lebih dari 30 persen warga Australia masih tinggal di kawasan regional dan pedesaan.

BACA JUGA: Warga Melbourne Akhirnya Bisa Keluar Rumah Untuk Potong Rambut

Dan studi oleh Australia National University di tahun 2019 mengatakan bahwa semakin banyak migran baru yang pindah dari kawasan regional ke kota besar dibandingkan 30 tahun lalu.

Mayoritas warga Australia tinggal di kota besar seperti Sydney dan Melbourne, dan migran baru pun lebih memilih tinggal di kota besar namun beberapa warga asal China lebih suka tinggal di kawasan yang lebih sepi di regional dan pedesaan.

BACA JUGA: Syarat Bahasa Inggris untuk Visa Pasangan Warga Australia Dikhawatirkan Picu Diskriminasi

Daniel Kong adalah salah seorang yang melakukan hal sebaliknya, pindah dari kota besar ke kota kecil.

Menamatkan pendidikan sebagai sarjana farmasi, Daniel Kong kemudian malah bekerja sebagai pramugara.

Namun di masa pandemi, dia kehilangan pekerjaan, dan meski sudah sejak lahir tinggal di Sydney, Daniel memutuskan untuk mencari petualangan baru.

Daniel yang menyebut dirinya ABC Australian-born Chinese (warga China kelahiran Australia) sekarang tinggal di Christmas Island, yang jaraknya ribuan kilometer jauhnya dari Sydney.

"Saya menemukan iklan online yang mencari apoteker untuk bekerja di Christmas Island, saya melamar dan diterima," katanya.

"Tidak banyak anak muda di pulau ini. Kebanyakan warga lokal keturunan China berasal dari Malaysia. Mereka memperlakukan saya seperti anak-anak mereka." Photo: Daniel menjadi DJ di sebuah radio komunitas lokal di Christmas Island. (Supplied)

 

Menurut sensus hanya ada 1.834 warga yang tinggal di Christmas Island, dan 20 persen diantaranya adalah keturunan China.

Sejauh ini Daniel Kong mengatakan menikmati tinggal di pulau yang lebih dikenal dengan kasino dan juga migrasi jutaan kepiting merah setiap tahunnnya tersebut.

Hanya satu hal yang tidak disukai oleh Daniel Kong, harga sayuran segar yang sangat mahal.

Dia juga rindu untuk bepergian dan berharap akan bisa melakukan perjalanan lagi ke berbagai bagian dunia setelah pandemi berakhir.

Selain menjadi apoteker, Daniel juga memiliki hobi menjadi DJ di sebuah stasiun radio komunitas dan mendapat banyak penggemar baru dengan lagu-lagu berbahasa Canton yang dimainkannya.

"Para pendengar mengatakan mereka menikmati pilihan lagu yang saya mainkan," katanya. Chen: Merasa dekat dengan alam Photo: Chen Shi mengatakan senang berkebun dan piknik di daerah terpencil di Ballarat. (Supplied)  

Chen Shi masih ingat dengan apa yang dirasakannya mengenai Ballarat, ketika pindah dari China enam tahun lalu.

Ballarat adalah sebuah kota regional di negara bagian Victoria berjarak 102 kilometer dari ibukota Melbourne.

"Kotanya sepi sekali dan tenang," katanya kepada ABC.

Kota asalnya Jinan memiliki penduduk 8,7 juta jiwa terasa sangat berbeda dengan kota Ballarat yang dulu dikenal dengan tambang emasnya yang berpenduduk hanya 115 ribu orang.

Chen yang adalah seorang dokter pindah ke Australia untuk mengurusi orang tua suaminya yang sudah sepuh, dan pada awalnya tidak yakin akan senang untuk tinggal di Ballarat.

"Mungkin karena kepribadian saya yang introvert, saya senang dengan kebersihan dan juga sikap bersahabat Ballarat, yang saya berbeda dengan kota-kota yang pernah saya tinggali di China," katanya. Photo: Chen Shi mengatakan suka dengan irama kehidupan yang lebih lambat di kota regional. (Supplied)

 

Dia sekarang bekerja lima hari seminggu di klinik kedokteran obat-obatan China miliknya, dan menghabiskan waktu dengan berkebun dan piknik di akhir pekan atau hari libur.

"Saya tidak suka kehidupan malam, dan tidak suka belanja di akhir pekan, namun saya suka berkendara ke alam bebas untuk merasakan kehidupan sebenarnya. Saya tidak pernah merasa kesepian," katanya.

Lebih dari 150 tahun lalu, Ballarat adalah kota yang dipenuhi dengan orang kaya baru karena tambang emas di sana, dan 25 persen penduduknya ketika itu adalah keturunan China.

Namun sekarang menurut salah seorang tetua China Charles Zhang, sekarang ini komunitas China hanya sekitar 10 ribu orang.

"Kadang ada orang yang tidak tampak seperti orang China mengatakan bahwa dia adalah keturunan China, setelah mengetahui saya berasal dari China," kata Chen.

"Saya memiliki banyak pohon buah cherry, dan setiap tahun sebelum Natal, saya akan membagi-bagikan kepada teman dekat dan keluarga.

"Jujur saja, kadang saya pikir Ballarat terlalu ramai. Saya ingin pindah ke kota yang lebih sepi untuk menghabiskan seluruh usia pensiun saya."

Putri Chen Wenny Wang (23 tahun) baru-baru ini pindah kembali ke Ballarat setelah terjadinya pandemi di bulan Maret.

Wenny sebelumnya sudah kerja di Melbourne dimana dia belajar fesyen dan model di universitas di tahun 2017.

"Senang sekali bisa bersama dengan keluarga lagi, setelah beberapa tahun hidup terpisah dari mereka," katanya.

Dan yang mengejutkan, setelah dua bulan kembali ke Ballarat, dia mendapat pekerjaan di bidang pemasaran lewat media sosial.

"Jujur sekarang saya tidak lagi memikirkan untuk pindah lagi, paling tidak selama beberapa tahun ke depan, saya akan tetap di rumah," katanya.

  Wenjing: Dari Lembah Silikon China ke Kimberley Photo: Wenjing Wang mengatakan bisa belajar berenang di Kununurra. (Supplied)

 

Wenjing Wang tiba di Australia di tahun 2017 dari kota yang dijuluki Lembah Silikon China yaitu Shenzhen.

Dia ketika itu datang menggunakan Working Holiday Visa.

"Sekarang saya sudah tinggal di Kununurra selama lebih dari empat tahun karena teman syaa mengatakan banyak pekerjaan di sini," katanya.

Kununurra adalah sebuah kota kecil dengan penduduk lima ribu orang di kawasan Kimberley di Australia Barat, berjarak tiga ribu km arah utara ibukota Perth.

"Hanya ada dua musim di sini, musim hujan dan kemarau. Kadang suhu mencapai 40 derajat atau lebih," katanya.

Wenjing mengatakan kota kecil ini memiliki semua layanan dasar yang diperlukannya, dan yang paling penting warganya semua ramah dan perduli satu sama lain. Photo: Wenjing berharap juga akan bisa mengunjungi berbagai kota lain di Australia selain Kununurra. (ABC News: Erin Parke)

 

Dia bekerja sebagai chef membuat makanan manis di pub lokal dan merasa betah di sana karena majikan dan juga teman-teman yang lain.

"Saya merasa bahwa saya bisa hidup seadanya, dan lebih mementingkan menikmati hidup, daripada mencari uang banyak untuk kebahagiaan material," katanya.

"Saya menikmati suasana kehidupan yang tenang, dan tidak perlu lagi kerja 996 (kerja dari jam 9 pagi sampai 9 malam enam hari seminggu), dan saya bisa belajar berenang di sini, hal yang tidak pernah bisa saya lakukan di China."

Wenjing mengatakan kesulitan yang dihadapinya hanyalah menemukan bahan masakan untuk resep makanan China, dan juga tidak banyak warga asal China di sana, namun itu tidak merisaukannya.

Dia mengatakan tidak lagi bekerja di hari libur umum dimana bayarannya dua kali lipat, dan menggunakan hari libur untuk pergi ke daerah pedalaman bersama teman-temannya.

Namun dia mengatakan dia masih berencana untuk nantinya tinggal dan menjejalahi bagian lain Australia.

"Saya berencana pindah ke Brisbane, dimana saya punya beberapa teman. Mereka mengatakan Brisbane tidak seramai Sydney atau Melbourne, namun juga tidak sesepi Kununnurra," katanya.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya. Lihat artikelnya dalam bahasa Inggris di sini

BACA ARTIKEL LAINNYA... Seribu Jembatan untuk Indonesia Bermodalkan Ilmu Panjat Tebing

Berita Terkait