jpnn.com - JAKARTA - Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakkir curiga dengan pertanyaan Hakim Anggota Binsar Gultom.
Binsar menanyakan kepada Mudzakkir, bagaimana sikap Majelis Hakim mengambil keputusan jika terdakwa tidak mengakui perbuatannya.
BACA JUGA: Gagal Nyagub karena Tersandung Kasus, Sanusi Anggap Berkah Bisa Bercinta
"Ketika dia membantah, bagaimana seharusnya hakim menjatuhkan putusan? Hanya dia satu-satunya yang membantah, sedangkan alat bukti lain mendukung," kata Binsar menanyakannya kepada Mudzakkir dalam sidang perkara kematian Wayan Mirna Salihin di PN Jakarta Pusat, Senin (26/9).
Menurut Mudzakkir, hal ini merupakan hak dan rahasia Majelis Hakim sehingga tidak etis dipertanyakan kepada orang lain, meskipun ia seorang ahli.
BACA JUGA: Ayah Mirna Terlihat Akrab dengan Penasihat Hukum Jessica
Sebab, keputusan hakim harus bulat, tanpa ada sedikitpun dorongan dari luar.
"Itu sudah menjebak pertanyaan kepada ahli (saya)," tambah Mudzakkir.
BACA JUGA: Muncikari Ini Perdagangkan 19 Gadis Muda Lewat Online
Menanggapi itu, Binsar mengaku menanyakan hal tersebut karena ahli Hukum Pidana Edward Omar Sharif Hiariej. Edward kala itu, menilai hakim tidak membutuhkan keterangan terdakwa dan motif dalam menjatuhkan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
Sementara itu, kata Mudzakkir, jika hakim sudah menemukan barang bukti dan keterangan saksi, maka hakim tidak perlu ragu menjatuhkan vonis. Namun, tentunya harus ada barang bukti yang kuat untuk menjatuhkan vonis kepada terdakwa.
"Kalau satu, dua, tiga, sudah membuktikan, kecuali terdakwa, prinsipnya alat bukti itu yang berbicara kemudian di-cross check kepada terdakwa. Ada enggak alat bukti primer. Kalau ada, selesailah," tegas Mudzakkir. (Mg4/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Waduh, Begal Kian Trengginas, Kini Main Setrum
Redaktur : Tim Redaksi