jpnn.com, BATAM - Birokasi yang rumit benar-benar menghambat akselerasi pengiriman barang modal ke Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
Pasalnya, meskipun Batam berstatus wilayah perdagangan bebas, tapi pengiriman barang masuk harus melewati pemeriksaan PT Succofindo dan PT Surveyor Indonesia.
BACA JUGA: Soal Sidak TKA di PT San Hai, Kepala Kantor Imigrasi Batam Bilang Begini
Dan itu membutuhkan waktu berminggu sehingga dianggap menjadi salah satu hambatan investasi di Batam.
Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Edy Putra Irawadi mengatakan pemeriksaan Succofindo dan Surveyor Indonesia termasuk persoalan tata niaga dan tak seharusnya berlaku di Batam yang berstatus kawasan perdagangan bebas.
BACA JUGA: Petugas Imigrasi Sidak PT San Hai, Para TKA asal Tiongkok Kabur ke Hutan
"Ada pipeline, yang sudah masuk tetapi sampai sekarang belum terwujud. Ternyata karena harus diperiksa dulu melalui lembaga surveyor, harus dites ulang," kata Edy usai pertemuan dengan sejumlah asosiasi pengusaha dan kementerian di Gedung BP seperti dilansir Batam Pos (Jawa Pos Group) hari ini.
Sesuai dengan Pasal 66 dari Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 120/2017 tentang tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dan pembebasan cukai, seharusnya peraturan tata niaga tak berlaku bagi impor untuk kebutuhan industri di Batam.
BACA JUGA: Apindo: Kenaikan Harga Tiket Pesawat Berdampak ke Sektor Pariwisata Batam
"Itu belum berlaku tata niaga kecuali kalau Kementerian Keuangan yang meminta berlakukan, itu pun dengan alasan keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan dan mutu (K3LM). Selain itu tak boleh karena Batam itu Free Trade Zone (FTZ)," ungkapnya.
Menurut Edy, selama ini banyak aturan yang berbenturan satu sama lain, di antaranya terkait kemudahan berusaha baik dari sisi tata niaga maupun pengadaan tanah yang harus diakui oleh pengusaha. Persoalan tata niaga membuat sejumlah investasi tidak berjalan dengan baik.
"Saya sudah ngomong ama Succofindo dan Surveyor Indonesia agar jangan memeriksa barang sampai berbulan-bulan. Orang tak bisa hidup disini, karena mesin harus dipasang. Sehari kan bisa selesai, kenapa harus sampai berminggu-minggu," ungkapnya.
Lagipula, hingga saat ini yang namanya pemasukan barang mesin modal bekas, kewenangannya ada di BP Batam, begitu juga bahan baku industri. "Jadi kalau mesin dibawah 20 tahun itu dibawah kewenangan BP. Kalau lebih kan termasuk limbah, baru pakai penelitian surveyor," ucapnya.
Makanya lewat pertemuan yang juga dihadiri Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi ini, Edy berharap persoalan ini sampai ke pemerintah pusat.
Dia menambahkan, kementerian yang ingin mewajibkan tata niaga harus melapor terlebih dahulu kepada Kemenkeu karena Batam merupakan wilayah Kemenkeu. Tujuannya agar pengusaha mendapat arahan sesuai aturan yang berlaku.
Sedangkan Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi mengatakan pertemuan ini merupakan momen yang bagus untuk menyampaikan hambatan-hambatan dalam berusaha di Batam.
"Intinya pertemuan ini bagus. Banyak yang konstruktif. Tentunya ini jadi bahan kebijakan lanjutan," ungkapnya.
Dalam pertemuan ini, banyak persoalan disampaikan yang langsung mendapatkan solusi di tempat. Tapi khusus untuk soal tata niaga pelaporan ke Succofindo dan Surveyor ini, Heru menegaskan akan ada koordinasi lanjutan dengan level yang lebih tinggi."Ya itu nanti akan ada tindak lanjut. Jadi belum bisa sampaikan pokok-pokok kesimpulannya," tutupnya.
Sebelumnya, pemerintah menunjuk dua persero yakni Succofindo dan Surveyor Indonesia untuk melaksanakan verifikasi atau penelusuran teknis impor (VPTI) kepada 26 produk yang diimpor ke Indonesia.
Adapun 26 produk tersebut antara lain tekstil dan produk tekstil, nitro selulosa, beras, garam, prekursor, gula, cakram optik, keramik, mesin printer/fotokopi berwarna, dan limbah non B3.
Lalu produk lain wajib verifikasi seperti elektronika, produk nakanan dan minuman, alas kaki, mainan anak-anak, baja (Non Paduan), kaca lembaran, obat tradisional dan herbal, bahan berbahaya (B2), ban, bahan perusak ozon dan produk hortikultura.
Selain itu ada telepon selular, komputer genggam (handheld), dan komputer tablet, pakaian jadi, kosmetik, semen clinker dan semen, tepung gandung serta baja paduan (alloy).(leo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ayo Ngaku, Siapa Buang Janin di Hutan Seitemiang?
Redaktur & Reporter : Budi