Kepala BPIP Jelaskan Hubungan Islam dan Pancasila Melalui Perspektif Maqashid Syari’ah

Senin, 08 Mei 2023 – 23:00 WIB
Acara bedah buku 'Islam dan Pancasila Perspektif Mawashid Syariah Prof Drs KH Yudian Wahyudi MA PhD' yang berlangsung di kampus UIN Alaudin Makassar, Senin (8/5). Foto: Dokumentasi Humas BPIP

jpnn.com, MAKASSAR - Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Yudian Wahyudi menjelaskan hubungan antara Islam dan Pancasila dalam perspektif maqashid syari’ah.

Hal itu disampaikannya saat menjadi keynote speech dalam acara bedah buku 'Islam dan Pancasila Perspektif Mawashid Syariah Prof Drs KH Yudian Wahyudi MA PhD' di kampus UIN Alauddin Makassar, Senin (8/5).

BACA JUGA: BPIP Tegaskan Penerbitan Buku Bahan Ajar Pendidikan Pancasila Tidak Boleh Dimonopoli

Kepala BPIP Prof Yudian Wahyudi menjadi keynote speech dalam acara bedah buku 'Islam dan Pancasila Perspektif Mawashid Syariah Prof Drs KH Yudian Wahyudi MA PhD' di kampus UIN Alauddin Makassar, Senin (8/5). Foto: Dokumentasi Humas BPIP

Prof Yudian menjelaskan hubungan antara Islam dan Pancasila jika ditinjau dari perspektif maqashid syari’ah, sama seperti Pancasila pada sila kemanusiaan yang adil dan beradab.

BACA JUGA: Prof Yudian Wahyudi Minta Anggota DPRD Pasuruan Selalu Mengamalkan Nilai Pancasila

"Kemanusiaan menjadi titik temu agama-agama di dalam Pancasila, kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," terangnya.

Dia pun menegaskan Pancasila sesuai dengan ajaran dalam Islam.

Karena itu, Prof Yudian mengajak agar umat Islam menjadi pelopor dari persatuan dan kesatuan Indonesia dalam membumikan Pancasila.

"Islam tidak mengajarkan kita untuk terpecah belah. Bila ada yang berselisih, kita diminta untuk mendamaikannya. Kita harusnya tidak boleh menjadi agen perpecahan, melainkan sebagai penyatu suku bangsa kita yang beragam," pesannya.

Mantan Rektor UIN Yogyakarta itu mengatakan nilai kemanusiaan bersifat universal yang di dalam agama memuliakannya.

Namun, pada saat yang bersamaan juga bersifat nasional.

“Karena kemanusiaan Pancasila merupakan kemanusiaan konstitusional, yang menempatkan setiap penduduk Indonesia sebagai warga negara yang memiliki kedudukan setara di hadapan konstitusi dan hukum, maka nilai kemanusiaan tersebut juga mengacu pada penghormatan terhadap kewarganegaraan,” papar Prof Yudian.

Dia menyebutkan paling utama saat ini sedang memperkuat kembali persatuan dan kesatuan.

"Kami menyampaikan pesan melalui buku ini bahwa kita itu harus tetap bersatu,” ujar Kepala BPIP di acara yang dihadiri Rektor UIN Alauddin Prof Hamdan Juhannis itu.

Dalam bukunya tersebut Prof Yudian menyebutkan pengkajian Pancasila perspektif maqashid syari’ah merupakan kajian khas keislaman di Indonesia.

Penggerak kajian ini adalah kalangan pesantren yang terlembaga dalam organisasi NU.

Sayangnya, kajian tersebut memang belum popular.

Salah satu pioneer dalam kajian ini adalah Gus Dur, yang menjadikan maqashid syariah sebagai wacana komparatif Pancasila.

Bagi Gus Dur, kata Prof Yudian, nilai-nilai Pancasila mencerminkan maqashid syari’ah, karena perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia termuat, baik dalam dasar negara Indonesia maupun dalam tujuan utama syariah Islam tersebut.

Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP Prakoso menambahkan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara harus juga diaktualisasi atau diimplementasikan.

Sebab, kata Prakoso, dengan Pancasila itu persatuan akan terjaga terus.

“Maka dalam Tri Dharma perguruan tinggi pendidikan penelitian dan pengembangan pengabdian pada masyarakat aktualisasikan oleh mahasiswa-mahasiswa di UIN Makassar ini untuk melakukan Pancasila dalam tindakan sehingga negara kita terus abadi,” kata Prakoso.

Sementara itu, Syaiful Arif sang penulis buku menilai pemikiran Prof Yudian memiliki nilai plus dibandingkan dengan pemikiran keislaman dan Pancasila lainnya.

Dia menyebutkan pemikiran Prof Ahmad Syafii Maarif yang menggunakan pendekatan sejarah dan diskursus politik Islam, atau pemikiran Prof Nurcholish Madjid (Cak Nur) yang menggunakan tekstualitas Al-Qur’an.

"Sebagai bagian dari pemikir Nahdlatul Ulama (NU), pemikiran Prof Yudian sebangun dengan pemikiran para pemikir NU, seperti Gus Dur, KH Wahab Hasbullah, KH Achmad Siddiq hingga KH Afifuddin Muhadjir," kata Syaiful Arif.

Para pemikir NU-Pancasila tersebut memiliki kesamaan pendekatan, yakni ushul fiqh dengan penekanan pada nilai-nilai maqashid syariah.

Hanya saja, dimensi metodologis dari maqashid syariah sangat kental dalam pemikiran Prof Yudian mengingat beliau merupakan akademisi didikan barat.

Menurut Syaiful, dibandingkan pemikiran Kiai Afifudin yang menggunakan maqashid syariah dalam mengkaji Pancasila, pemikiran Prof Yudian lebih dipercaya.

"Baik oleh khazanah ushul fiqh tradisional maupun pemikiran ushul fiqh kontemporer, seperti yang diusung oleh pemikir Islam asal Mesir, yakni Hasan Hanafi,” kata Syaiful yang tampil dalam acara tersebut yang dipandu Nurman Said.

Dia menilai buku tersebut untuk menghadirkan khazanah pemikiran Pancasila perspektif Islam, sehingga tidak ada lagi perbenturan antara keduanya.

"Sebab, jika Pancasila merupakan khazanah pemikiran itu sendiri, semestinya ia sangat sesuai dengan berbagai tradisi pemikiran, termasuk Islam yang sangat menekankan rasionalitas dan metodologi keilmuan," pungkasnya. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler