Fotografer Perancis, Marc Dozier, mengabadikan foto-foto perjalanan kepala suku Huli asal Papua Nugini, yakni Mundiya Kepangan, di beberapa kota besar Amerika Serikat.
Marc pertama kali bertemu Mundiya 15 tahun yang lalu ketika fotografer ini bepergian keliling Papua Nugini, dan sang kepala suku itu adalah pemandunya.
BACA JUGA: Serangan Satu Pukulan Kembali Makan Korban di Australia
Keduanya tetap berhubungan erat dan pada tahun 2014, mereka pergi bersama-sama ketika Mundiya diterbangkan ke AS sebagai bagian dari promosi pariwisata Papua Nugini.
"Kami seperti turis. Tapi tentu saja Mundiya tak seperti turis normal karena dia berbeda, dia berasal dari komunitas suku. Jadi ia berpenampilan khusus," cerita Marc.
BACA JUGA: Prediksi Tujuan Wisata yang Akan Populer di Tahun 2016
Mundiya Kepanga menyalakan sebatang rokok di depan sebuah kolam di Capitol Hill, Washington DC. (Foto: Marc Dozier)
Mereka membuat keputusan spontan untuk tinggal di AS selama tiga bulan berikutnya untuk mendokumentasikan perjalanan Mundiya.
BACA JUGA: Warga Canberra Akan Diperbolehkan Menanam Sayuran di Trotoar Jalan
"Mundiya dan saya saling memandang dan berkata, 'wow, kita ada di New York. Ini gila, kita harus tetap tinggal di Amerika ... kita harus keliling dan foto-foto'," tutur Marc.
Komunitas Huli adalah suku asli yang tinggal di dataran tinggi di selatan Papua Nugini.
Mereka dikenal karena masih memakai pakaian tradisional yang mencolok, yang dikenal sebagai ‘Bilas’, menampilkan wajah yang digambar, rambut palsu besar dan pakaian tenun.
"Pertama, saya khawatir akan reaksi orang-orang Amerika, jika mereka mengolok-oloknya atau berkomentar konyol terhadap diirnya," aku Marc.
Ia melanjutkan, "Tapi itu benar-benar berbeda, ketika Mundiya menghias tubuhnya dengan kostum Bilas, semua orang mendatanginya dan menanyainya dan menjadi sangat penasaran. Mereka bilang, 'dari mana Anda berasal dan bisakah saya mengabadikan foto Anda?’.”
Pasangan ini melakukan perjalanan melintasi sejumlah negara bagian AS, berbicara dengan masyarakat setempat tentang Papua Nugini dan melihat atraksi terbesar di Amerika.
"Amerika itu sungguh berbeda. Ini sama sekali tak seperti Papua Nugini, Australia atau Perancis. Amerika sungguh tinggi dan semuanya besar, berukuran super," ujar Mundiya.
"Saya jalan-jalan keliling negara ini dan saya menceritakan kisah-kisah tentang Papua Nugini, tentang komunitas saya," sambungnya.
Di Arizona, Mundiya bertemu dengan anggota suku Navajo.
"Mereka memiliki festival besar di sana dan mereka mengundang Mundiya untuk bergabung dengan mereka," ungkap Marc.
Ia mengatakan, "Ia sangat senang memakai bulu-bulu dan orang-orang Navajo sangat bangga, jadi kami menari bersama-sama dan itu benar-benar merupakan hubungan yang kuat, benar-benar kuat."
Marc berencana untuk mengubah karya fotonya menjadi sebuah buku yang mendokumentasikan perjalanan tiga bulan itu.
"Buku ini bukan tentang Papua Nugini sendiri. Ini lebih tentang perjalanan kami sendiri," sebutnya.
Ia menuturkan, "Karena ini menunjukkan bahwa kami bisa melihat budaya Barat dari sudut pandang yang lain. Dan Mundiya sangat pintar dan sangat lucu. Ia melihat dunia Barat dari perspektif lain dan memberi kita kesempatan untuk berpikir tentang hal itu dan mengubah sudut pandang kita sendiri."
Mundiya telah berkeliling dunia untuk berbagi cerita dari Papua Nugini, termasuk berpidato pada konferensi iklim COP21 di Paris.
"Apa yang tampaknya sangat menarik bagi saya, dengan pekerjaan yang kami lakukan dengan Mundiya, ia memberi kami kesempatan untuk memperbaiki sudut pandang yang kami miliki, menyadari bahwa mungkin sudut pandang kami bukanlah satu-satunya yang benar," kata Marc.
"Kita bisa belajar banyak hal dari orang lain, terutama orang-orang dari Papua Nugini,” tambahnya.
BACA ARTIKEL LAINNYA... PNG Sediakan Bus Khusus Untuk Penumpang Perempuan