jpnn.com, WASHINGTON - Keresahan warga AS sebagai korban penembakan masal tak pernah berhenti. Setiap kali terjadi penembakan, semua tokoh publik dan politik mengucapkan doa dan belasungkawa. Tapi, banyak yang menganggap bahwa ucapan bukan lagi obat yang tepat.
Menilik akar permasalahan, kebijakan kepemilikan senjata api di AS menjadi perhatian. Isu tersebut sudah beberapa tahun ini muncul dalam pertikaian kubu Republik dan Demokrat. Demokrat yang saat ini mengambil peran oposisi berusaha mengambil simpati warga antisenjata untuk basis kampanye Pilpres 2020.
BACA JUGA: SBY: Good Bye, Semoga Engkau Hidup Tenang
Senator Cory Booker, kandidat presiden Demokrat, mengusulkan program izin senjata nasional. Sementara itu, Eric Swalwell mengusulkan adanya pembelian oleh pemerintah terhadap senjata kategori militer yang dimiliki warga sipil.
''Belasan orang meninggal karena kekerasan senjata api. Kita bisa menghentikan semua ini dengan hukum yang benar,'' ujar Booker menurut USA Today.
BACA JUGA: Amerika Serikat: Penembakan Massal Melonjak di Abad ke-21
BACA JUGA: Demo Pelajar Sukses Bikin Asosiasi Senjata Api Merugi
Sikap Demokrat terkait kebijakan senjata semakin radikal. Padahal, beberapa tahun lalu, mereka lebih memilih menghindari usul pengetatan peredaran pistol dan senapan.
BACA JUGA: Pembantaian di Hari Terakhir Kerja, 12 Pegawai Negeri Tewas Bersimbah Darah
Namun, mereka tak punya pilihan lain. Sudah menjadi rahasia umum bahwa National Rifle Association alias asosiasi senapan nasional AS mendukung penuh Presiden AS Donald Trump dan politisi Republik.
Selama ini, kubu prosenjata menggunakan argumen Amandemen Kedua merupakan hak asasi yang harus dipertahankan. Pendapat itu pun menggema melalui hampir seluruh kubu Republik.
Mereka sering kali menghindari temuan yang menunjukkan bahwa kejahatan dengan senjata api terus menyebar. (bil/c7/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Trump Gebuk Huawei, Tiongkok Hajar Petani AS
Redaktur & Reporter : Adil