Pembantaian di Hari Terakhir Kerja, 12 Pegawai Negeri Tewas Bersimbah Darah

Minggu, 02 Juni 2019 – 08:44 WIB
Kompleks pemerintahan Kota Virginia Beach yang jadi lokasi penembakan massal pada Jumat (31/5). Foto: AP

jpnn.com, VIRGINIA - Amerika Serikat (AS) belum imun terhadap penyalahgunaan senjata api dan serangan masal. Nyaris setiap tahun berulang. Belum ada obat yang cespleng untuk mengatasi hal tersebut.

Sore itu, Jumat (31/5) rasanya jadi titik nadir bagi pegawai pemerintah Kota Virginia Beach, Virginia, AS. Otak mereka sudah penat. Hati mereka sudah berada di pantai atau tempat nongkrong lainnya.

BACA JUGA: Negosiasi dengan AS Berantakan, Kim Jong Un Hukum Mati Lima Pejabat

Seperti kata pengarang novel Lauren Oliver, "Jumat adalah hari yang paling susah dilewati, Anda sangat dekat dengan kebebasan." Libur musim panas pun baru dimulai.

"Ini adalah hari terakhir mereka bekerja. Tragedi apa yang lebih buruk?" ujar Gubernur Virginia Ralph Northam kepada Washington Post. Dia menyesali adanya tragedi penembakan di waktu bersenang-senang bagi warga pesisir AS.

BACA JUGA: Donald Trump Kembali Terancam Pemakzulan

Di kompleks pemerintahan itu, pegawai negeri yang tersebar di 30 gedung tersebut sedang menunggu waktu pulang. Termasuk pekerja di Building 2. Mereka masih harus menyediakan layanan pembayaran tagihan air dan izin gedung sampai jam layanan berakhir.

BACA JUGA: Polisi Selandia Baru Diselidiki terkait Pembantaian di Masjid Chirstchurch

BACA JUGA: Iran: Tak Ada Perjanjian Nuklir Sebelum Amerika Minta Maaf

Mereka tak tahu bahwa di jam lengang itu, DeWayne Craddock baru saja datang membawa pistol semiotomatis kaliber 5,56 mm dengan peredam suara. Saat teknisi departemen fasilitas umum tersebut membuka tembakan pertama pun, tak semua orang paham. David Benn, teknisi yang juga berada di gedung sama menyangka itu hanya suara pistol paku.

Edward Weeden justru lebih dulu mendengar suara seseorang yang terjatuh dari tangga. Saat melihat perempuan bersimbah darah, teman kerjanya naik untuk melihat keadaan. Tak sampai hitungan menit, dia lari menuruni tangga dan menggeret Weeden. "Dia bilang, 'Ayo keluar. Dia bawa senjata'," ucap dia menurut CNN.

Dari satu mulut ke telinga lainnya, seluruh gedung dan sekitarnya pun sadar bahwa ada seorang penembak di perkantoran pemerintah Virginia Beach. Terutama, di saat polisi setempat datang dan mulai beradu peluru dengan Craddock.

Megan Banton, seorang karyawan, terpaksa mendengarkan sekitar 60 suara letusan senjata api itu sepanjang sore. Dia dan 20 pekerja lainnya bersembunyi di sebuah ruang lantai 2 Building 2 sambil menutup mulut. Tak ingin lokasi mereka diketahui.

Di balik pintu yang diganjal meja, beberapa karyawan sudah mengucurkan air mata. Sedangkan Banton hanya teringat dengan balita yang ditinggal di rumah. "Saya tak tahu apa yang akan terjadi. Tak ada yang pernah menyangka bahwa gedung ini bakal jadi lokasi serangan penembakan," ungkap dia kepada Agence France-Presse.

Pada akhirnya, polisi berhasil melumpuhkan Craddock. Meski sudah menyiapkan amunisi tambahan, pelaku itu terkena tembakan fatal. Polisi sudah mencoba penanganan darurat, tapi gagal.

Kepala Kepolisian Virgina Beach James A. Cervera mengatakan, total 12 orang tewas akibat aksi keji itu. Dia bersyukur bahwa aparat bisa menekan jumlah korban dengan langsung mengonfrontasi pelaku.

"Warga Virginia Beach bisa beristirahat dengan tenang malam ini. Tak ada lagi yang mengancam komunitas lokal," ungkapnya sebagaimana dilansir New York Times. (M. Salsabyl Ad'n/c10/dos)

Video Pilihan Redaksi Hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiongkok Sebut AS Perajut Kebohongan


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler