Kepsek di Purworejo: Orang Tua, Siswa, dan Guru Ingin PTM Penuh

Selasa, 20 April 2021 – 11:06 WIB
Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sendangsari Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo, Winardi saat mengawasi siswa dalam PTM terbatas. Foto dokumentasi SDN Sendangsari for JPNN

jpnn.com, PURWOREJO - Kebijakan SKB 4 menteri tentang pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas disambut antusias sekolah negeri.

Namun, Kemendikbud mewanti-wanti agar sebelum PTM terbatas, sekolah menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan untuk memastikan anak-anak dan guru-guru aman seperti menyiapkan toilet bersih dan air bersih. Setiap kelas harus ada tempat cuci tangan.

BACA JUGA: Kemendikbud Targetkan 75 Ribu Guru Punya Kompetensi Khusus TIK

"Sekolah harus menyediakan thermogun agar bisa memfilter orang yang masuk ke sekolah," kata Jumeri, direktur jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah (PAUD Dasmen).

Selain itu sekolah wajib menyiapkan masker dan hand sanitizer cadangan ketika warga sekolah lupa membawa.

BACA JUGA: KPAI Puji Kebijakan PTM Terbatas di DKI Jakarta 

Sekolah, kata Jumeri, menyiapkan prosedur operasional standar untuk mengarahkan, membimbing, dan memandu warga sekolah agar bisa berperilaku sehat.

“Persiapan berangkat dari rumah, di kendaraan bagaimana, pemeriksaan di sekolah, kalau panas tinggi, kalau sakit harus di rumah,' ujar Jumeri.

BACA JUGA: Panduan PTM Terbatas Ditandatangani, Sekolah Antusias

Permintaan Kemendibud itu langsung direalisasikan Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sendangsari Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo, Winardi.

Dia mengungkapkan, harapan orang tua, siswa, dan guru yang ingin sekali kegiatan belajar mengajar seperti sebelumnya.

"Sejak pembelajaran daring diterapkan pada Maret 2020, banyak sekali pengaduan masuk ke kami," ungkap Winardi kepada JPNN.com, Selasa (20/4).

Pengaduan orang tua murid ini, lanjutnya, bermacam-macam. Ada yang kebingungan mengajarkan materi kepada siswa.

Tidak sedikit pula yang mengeluhkan soal ketiadaan fasilitas belajar daring. Kalaupun ada gawai, pulsanya sering dipakai siswa main game. Beruntung ada bantuan subsidi kuota dari Kemendikbud yang menurut Winardi sangat membantu orang tua murid.

Problematika keluarga itu kata Winardi membuat orang tua mengadu ke sekolah. Sebagai kepsek, Winardi bisa memahami karena banyak siswa yang orang tuanya bekerja di Jakarta sehingga hanya dititipkan ke neneknya.

"Ini yang membuat anak-anak itu akhirnya berhenti sekolah karena neneknya enggak bisa mengajar cucunya," terangnya.

Saat ini jumlah siswa di SDN Sendangsari tinggal 77 orang dari sebelumnya 92. Tidak ingin jumlah anak putus sekolah meningkat, Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo menerapkan sistem konsultasi terprogram.

Sistem ini kata Winardi diberlakukan sejak September 2020 sampai hari ini.

Dia menjelaskan, dengan sistem tersebut, para siswa mendapatkan jatah belajar di sekolah tiga kali dalam seminggu.

Pengaturannya, sebagian siswa masuk sekolah Senin, Rabu, Jumat. Sebagian lagi Selasa, Kamis, Sabtu.

"Untuk kelas 1, 2, 3 diberikan materi selama satu jam di sekolah. Sedangkan kelas 4, 5, 6 materinya diberikan 1,5 jam," terangnya.

Saat siswa mendapat giliran belajar di sekolah, kata Winardi, siswa yang di rumah diharuskan belajar buku tematik. Nantinya setelah melihat ada yang sulit bisa dikonsultasikan besoknya kepada guru saat giliran belajar di sekolah.

Cara ini menurut Winardi cukup membantu mengatasi problematika keluarga saat pembelajaran daring. Yang membuat dia lega, karena selama delapan bulan ini belum ada kasus Covid-19.

Ini karena Winardi menerapkan aturan ketat sesuai arahan Kemendikbud bagi siswa, orang tua, dan guru.

Dia mencontohkan, siswa yang mendapat giliran belajar di sekolah harus diantar orang tuanya. Kemudian sebelum masuk kelas, siswa diwajibkan cuci tangan. Setelah itu diukur suhu tubuh.

Di dalam kelas, kata Winardi, siswa dilarang berkerumun. Siswa hanya bisa berbincang-bincang dengan temannya di masing-masing tempat duduk. Sedangkan masker dan faceshield tidak boleh dilepas.

Aturan lainnya, siswa diharuskan membawa makanan dan minuman dari rumah. Makan minum bisa dilakukan setelah belajar dan dilakukan di masing-masing tempat duduk juga.

"Memang sih cara belajar seperti ini terasa kurang, tetapi paling tidak bisa mengobati rasa kangen siswa kepada teman dan gurunya," tuturnya.

Untuk ke depan, Winardi berharap bisa dilakukan pembelajaran penuh. Jadi siswa bisa sekolah enam hari dalam sepekan.

"Semua orang tua, siswa, dan guru sangat ingin sekolah seperti biasa. Yang penting pengawasan dan protokol kesehatan diperketat. Insyaallah kami bisa melaksanakannya," katanya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler