Kerugian Negara Berubah-ubah, Minta Terdakwa Divonis Bebas

Sabtu, 12 Oktober 2013 – 05:45 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Jumlah kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia dengan terdakwa General Manager Sumatera Light South PT CPI, Bachtiar Abdul Fatah, dinilai aneh.

Kuasa Hukum Bachtiar, Maqdir Ismail menjelaskan jelang vonis Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis 17 Oktober 2013, angka kerugian negara yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum terus berubah.

BACA JUGA: Target Tingkat Kemudahan Berusaha ke Peringkat 100

“Kita semua pastinya masih ingat bahwa saat pertama kali kasus ini digulirkan di akhir tahun 2011 dan awal 2012, Kejaksaan Agung menyebutkan di berbagai media masa bahwa potensi kerugian negara dalam kasus proyek bioremediasi sekitar USD 270 juta atau sekitar Rp 2,3 triliun. Angka yang fantastis untuk menarik perhatian publik,” ujar Maqdir.

Dijelaskan, angka itu disampaikan Kejagung sebelum mengumumkan nama-nama tersangkanya pada Maret 2012. Namun, ia melanjutkan, beberapa waktu kemudian angka itu direvisi Kejagung di media menjadi sekitar USD 23 juta atau sekitar Rp 200 miliar. Bahkan, kata dia, pada November 2013, jaksa menyampaikan nilai kerugian negara menjadi USD 9.9 juta.

BACA JUGA: Dorong Polri Segera Pecat Pamen Pembunuh Istri

“Dalam tuntutan yang dibacakan pada sidang tanggal 2 Oktober 2013, angka kerugian negara dalam dakwaan berubah dari USD 221,237.37 menjadi USD 228,126. Secara hukum ini perubahan yang signifikan,” ujar Maqdir.

Ia menambahkan, para ahli hukum sudah menyampaikan keterangannya secara jelas di persidangan bahwa kerugian negara dalam kasus korupsi harus nyata dan pasti. Misalnya, kata dia, keterangan saksi DR Dian Puji Simatupang di persidangan yang menyatakan bahwa kerugian negara yang dimaksud dalam UU Pemberantasan Tipikor adalah kekurangan uang, surat berharga, maupun barang yang nyata dan pasti disebabkan oleh perbuatan melawan hukum atau kelalaian, yang dilakukan aparatur negara, khususnya bendahara maupun pejabat negara yang mengelola keuangan negara.

BACA JUGA: Anggap MK Bukan Lagi Tempat Mencari Keadilan

Karena itulah, Maqdir menyatakan, keterangan para ahli telah jelas menyiratkan bahwa angka kerugian negara yang dituduhkan kepada Bachtiar tidak bisa diubah-ubah semaunya apalagi sudah tercatat dalam dakwaan resmi di pengadilan.

Menurutnya, kerugian negara harus dihitung secara cermat dan berhati-hati karena hal tersebut terkait dengan tindakan pidana yang dituduhkan.

Maqdir menambahkan, dalam praktek hukum dan yurisprudensi yang ada, JPU harus membuktikan apa yang ditulis dalam dakwaan. Artinya, lanjut dia bahwa jaksa harus membuktikan mengenai kerugian negara sejumlah USD 221,237.37.

“Ternyata dalam tuntutan jumlah yang didakwakan adalah USD 228,126 sehingga secara teori hukum maka jaksa dianggap tidak dapat membuktikan adanya kerugian negara sebesar USD 221,237.37,” ujarnya.

Karenanya, Maqdir meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta harus memutus bebas kliennya. Sebab, tidak ada bukti pelanggaran hukum oleh Bachtiar dan kerugian negara dalam proyek bioremediasi ini. “Oleh karena itu majelis hakim harus memutus bebas Bachtiar,” kata Maqdir. (boy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Satgas Kizi TNI Konga XXXII-C Siap Berangkat ke Haiti


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler