jpnn.com, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) menghadirkan Wakil Presiden ke-11 RI Boediono pada persidangan terhadap Syafruddin Arsyad Temenggung dalam perkara rasuah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/7).
Boediono dalam kesaksiannya membeberkan rapat terbatas di Istana Negara pada 11 Februari 2004 untuk membahas kredit macet petambak yang dibebankan kepada PT Dipasena Citra Darmaja dan PT Wachyuni Mandiri sebesar Rp 4,8 triliun.
BACA JUGA: SKL BLBI Bukan Keputusan Pribadi Pejabat tapi Kolektif
"Pada waktu itu memang disampaikan mengenai mengurangi beban pada petambak karena memang ini fokusnya. Pengurangan beban ini saya kira baik," katanya di kursi saksi.
Boediono mengatakan, kehadirannya dalam rapat di Istana Negara pada 11 februari 2004 itu dalam kapasitasnya sebagai menteri keuangan sekaligus anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Menurutnya, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang kala itu dipimpin Syafruddin meminta kredit macet petambak direstrukturasi.
BACA JUGA: Eks Deputi Ungkap Alasan BPPN Terbitkan SKL untuk Bos BDNI
Usulan BPPN kala itu adalah menjadikan utang maksimum per petambak menjadi Rp 100 juta. Dengan demikian kredit macet utang petani tambak tidak lagi Rp 4,8 triliun, melainkan menjadi Rp 1,1 triliun.
"Saya kira memang begitu, kalau seingat saya memang ada usulan write off (penghapusan, red) angkanya," tutur Boediono.
BACA JUGA: KPK Dituding Bermain Opini di Kasus SKL BLBI
Kendati demikian, Boediono sudah tidak mengingat lagi kesimpulan rapat terbatas itu. Sebab, kejadiannya sudah 14 tahun lalu.
"Saya tidak ingat ada kesimpulan-kesimpulan yang dibacakan," ucapnya.
Sedangkan Syafruddin saat menanggapi kesaksian Boediono di persidangan menyatakan, usulan write off untuk utang petani tambak sudah bergulir sejak Rizal Ramli menjabat sebagai menteri koordinator bidang ekonomi, keungan dan industri (Menko Ekuin).
"Ini hapus buku untuk tambak bukan ke siapa-siapa udah ambil perusahaan inti (PT DCD dan PT WM, red), jadi write off utang petambak dihapus buku tapi bukan hapus tagih, hapus tagih hanya ke petambak," jelas Syafruddin.
Sebelumnya JPU KPK mendakwa Syafruddin selaku kepala BPPN melakukan korupsi dalam penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Penerbitan SKL untuk bank milik Sjamsul Nursalim itu membuat negara merugi hingga Rp 4,5 triliun.(rdw/JPC)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus SKL BLBI: Petambak Tak Pernah Terima Uang BDNI
Redaktur : Tim Redaksi