Kasus SKL BLBI: Petambak Tak Pernah Terima Uang BDNI

Selasa, 03 Juli 2018 – 08:11 WIB
Mantan Kepala BPPN Syafruddin A Temenggung dan penasihat hukumnya, Yusril Ihza Mahendra. Foto: Fedrik Tarigan/Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Mantan pejabat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Stephanus Eka Dasawarsa Sutantio mengakui sejak awal BPPN telah menerima pengungkapan Sjamsul Nursalim selaku pemilik PT Dipasena Citra Darmaja (DCD) tentang adanya penjaminan DCD terhadap utang petambak kepada BDNI.

Stephanus mengaku baru mengetahui adanya pengungkapan Sjamsul setelah dikonfrontir penasehat hukum saat dirinya hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan korupsi SKL BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsjad Temenggung di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/7).

BACA JUGA: Bang Otto Minta Audit BPK Dibuka di Sidang SKL BLBI

Dalam kesaksiannya, Stephanus juga mengakui utang petambak sebesar Rp 4,8 triliun yang dianggap sebagai kerugian negara itu adalah bagian dari program inti-plasma (PIR-Pertambakan Inti Rakyat).

"Kalau memang dalam dokumen tertulis seperti itu, memang benar begitu adanya," ujar Stephanus.

BACA JUGA: IAPP: Memberi Kepastian Hukum Dalam Pengembalian Aset Negara

Di kesempatan yang sama, saksi lain dari BPPN, Dira Kurniawan Mochtar juga menjelaskan bahwa selama ini para petambak ternyata tidak pernah menerima uang dari BDNI.

"Dari temuan di lapangan petambak mengaku tidak menerima uang dari bank," kata Dira.

BACA JUGA: Penerbitan SKL BLBI Sesuai Perjanjian Induk

Setelah dikonfrontir oleh tim penasehat hukum Syafruddin, saksi mengakui penyaluran uang dari BDNI dalam program PIR tidak langsung disalurkan kepada para petambak, melainkan kepada perusahaan inti atau PT DCD yang membangun rumah dan lahan tambak untuk para petambak sesuai dengan perjanjian kerjasama antara BDNI dengan PT DCD.

Dalam persidangan juga terungkap bahwa perusahaan PT DCD tetap dikelola Sjamsul berdasarkan penunjukan holding company Tunas Sepadan Investama yang dikuasai oleh BPPN.

Adapun DCD telah diserahkan kepada TSI berdasarkan Deed of Transfer (DoT) akta penyerahan sebagai implementasi atas perjanjian Master of Settlement and Acquistion Agreement (MSAA).

Dalam perkara ini, Syafruddin didakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara hingga Rp 4,5 triliun.

Syafruddin selaku kepala BPPN diduga menghapus piutang BDNI kepada petambak yang dijamin oleh PT DCD dan PT Wachyuni Mandira (PT MW) serta menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Otto: BDNI Tak Salurkan Dana BLBI ke Grup Sendiri


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler