KPK Dituding Bermain Opini di Kasus SKL BLBI

Senin, 09 Juli 2018 – 21:15 WIB
Mantan Kepala BPPN Syafruddin A Temenggung dan penasihat hukumnya, Yusril Ihza Mahendra. Foto: Fedrik Tarigan/Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Kuasa hukum mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung, Ahmad Yani menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah bermain opini untuk memaksakan agar kliennya dinyatakan bersalah atas dugaan tindak pidana korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Menurut Ahmad Yani, pernyataan Juru Bicara KPK Febri Diansyah dan Komisioner KPK Saut Situmorang yang telah menyimpulkan bahwa dakwaan mereka sudah terbukti, kendati proses persidangan baru berjalan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi dari JPU, adalah hal yang tidak lazim, bahkan tidak boleh dilakukan oleh institusi penegak hukum mana pun.

BACA JUGA: Sudah Inkrah, Perkara BLBI Jangan Digoreng Lagi

"Juru bicara KPK dengan Komisioner KPK sudah menyimpulkan bahwa dakwaan mereka sudah terbukti. Loh dia hadir di persidangan juga tidak, bagaimana dia bisa menyimpulkan. Itu namanya dia sudah bermain opini. Institusi penegak hukum tidak boleh bermain opini, dia harus berdasarkan fakta-fakta. Kita pun tidak pernah mau menyatakan apa yang saya kemukakan hari ini karena kita masih proses persidangan," kata Ahmad Yani saat dikonfirmasi wartawan di sela persidangan lanjutan atas terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (9/7).

Selain prematur, pernyataan Juru Bicara KPK dan Komisioner KPK tersebut, menurut Yani justru berlawanan dengan fakta-fakta baru yang muncul di persidangan.

BACA JUGA: SKL Perkara Perdata, Tidak Bisa Dipidana

"Terlalu prematur tapi kalau sudah menyatakan dari awal sudah terbukti, kami menyatakan sebaliknya, bahwa fakta-fakta di persidangan menunjukan tidak ada satu bukti pun yang menguatkan dakwan jaksa," tegasnya.

Menurut Yani, salah satu fakta baru yang terkuak dalam sidang Senin (9/7), adalah bahwa kliennya ternyata tidak terlibat dengan penanganan penyelesaian BLBI.

BACA JUGA: KPK Keberatan, Presiden Minta RKUHP Ditinjau Lagi

Pemberian SKL yang diberikannya adalah semata-mata mengikuti kebijakan kebijakan yang telah dibuat oleh pejabat pejabat dari dua pemerintahan sebelumnya.

Pengacara itu juga menunjuk pada penyelesaian BLBI yang dilakukan melalui MSAA (Master Settlement and Acquisition Agreement) pada pemerintahan Presiden Habibie (1998-1999), yang diteruskan pada pemerintahan Abdurrahman Wahid.

Pelaksanaannya oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang waktu itu diketuai oleh Glenn Yusuf, yang memberikan release and discharge (R&D) kepada mereka yang telah memenuhi kewajibannya sesuai MSAA.

Dia menjelaskan, dalam R&D itu sendiri ditegaskan, "Dengan telah diselesaikannya seluruh kewajiban oleh Pemegang Saham Bank Dagang Nasional Indonesia (PS BDNI) sesuai MSAA, Pemerintah membebaskan dan melepaskan PS BDNI, Bank BDNI, para komisaris dan direkturnya dari setiap kewajiban lebih lanjut untuk pembayaran BLBI. Pemerintah juga mengakui dan setuju tidak akan memulai atau melakukan tuntutan hukum apapun atau menjalankan hak hukum apapun yang dimiliki, bilamana ada, terhadap PS BDNI, Bank BDNI, para komisaris dan direkturnya, serta pejabat lainnya atas segala hal yang berkaitan dengan BLBI”.

"SAT menjadi Ketua BPPN di April 2002. Maka dia bukanlah pejabat yang berwenang saat itu, melainkan Glenn Yusuf. Kalau masalah ini yang dijadikan pangkal tolak dari peradilan perkara SAT adalah tidak tepat atau salah alamat. Karena penyelesaian melalui MSAA dan penegasannya pada R&D menyatakan jikalau ada masalah dalam penyelesaian BLBI ini harus diputuskan melalui pengadilan perdata, bahkan juga tidak akan melakukan tuntutan hukum apapun," ungkapnya.

Ahmad Yani mengingatkan, permasalahan MSAA yang jelas dinyatakan didalam perjanjiannya, jikalau ada dispute/perselisihannya harus diselesaikan dengan jalur perdata, tapi dalam kasus SAT ini, perihal MSAA yang sejatinya permasalahan Perdata dengan sengaja mau ditarik menjadi kasus Pidana. "Hal ini sangat tidak adil bagi SAT," tandasnya. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Kembali Minta Bantuan Pemerintah untuk Pengobatan Novel


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler