jpnn.com - GRESIK - Pelaku pembunuhan terhadap mertuanya sendiri, Purwanto terus menjalani sidang maraton. Di persidangan lanjutan kemarin, mantan calon kepala desa yang gagal ini tetap tidak mau mengakui perbuatannya. Tentu, ini membuat keluarga dan warga marah.
Puluhan warga Desa Cangkir, Kecamatan Driyorejo mengikuti jalannya persidangan dengan terdakwa Purwanto, 46, di Pengadilan Negeri (PN) Gresik, Senin (19/5).
BACA JUGA: Sopir Truk Semen Ditangkap Edarkan Ganja
Warga jengkel pada terdakwa karena enggan mengakui perbuatannya telah membunuh mertuanya, Muhammad Zaid alias Mbah Jaid (82). Kata-kata kotor diluncurkan warga yang kesal dengan sikap terdakwa. Purwanto yang plinplan atas pernyataannya sendiri, semakin membuat warga geram.
Saat perkara terdakwa masih ditangani Polres Gresik, terdakwa awalnya juga tidak mau mengaku. Tapi, setelah polisi mendatangkan empat saksi, akhirnya terdakwa mengakui dan dilakukan reka ulang. Namun setelah berkas dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik, sikap terdakwa berubah. Terdakwa kembali tidak mau mengakui perbuatannya. Hal itulah yang membuat keluarga korban dan warga di Desa Cangkir seakan ingin menghajar terdakwa.
BACA JUGA: Mabes Polri Gulung Sindikat Penimbun BBM Kakap
Tak ayal, keluarga korban dan warga terus mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas pada terdakwa yang duduk sebagai pesakitan. Tapi terdakwa sepertinya tidak terpengaruh meski terus ditekan warga di persidangan.
“Ayo ngaku saja, jangan buat resah warga,” teriak salah seorang warga. Malahan, terdakwa dengan santainya hanya membalas kata-kata itu dengan senyuman.
BACA JUGA: Polisi Telusuri Motif Hilangnya Petinggi Artha Graha
Terkadang, setelah kata-kata itu terlontar dari mulut warga, terdakwa langsung berbisik-bisik dengan pengacara Wiwit Harti Utami yang mendampinginya. Tidak diketahui apa yang dibicarakan mereka.
Dengan mengenakan rompi kebesaran tahanan kejaksaan berwarna oranye, terdakwa tampil beda dibanding saat berada di Mapolres Gresik. Kepala terdakwa yang sebelumnya gundul, kini telah ditumbuhi rambut. Tubuhnya masih tetap sama, tinggi gempal.
Agenda persidangan kemarin adalah keterangan saksi. Dalam persidangan yang diketua Majelis Hakim Harto Pancono sebenarnya ada empat saksi yang dimintai keterangan. Tetapi, baru dua saksi telah dimintai keterangan. Sementara dua saksi lainnya dimintai keterangan dalam sidang lanjutan minggu depan.
Salah satu saksi, Sujono (55), mengungkapkan dalam persidangan bahwa antara terdakwa dan korban sering terjadi ketegangan. “Terdakwa sering marah-marah kepada bapak,” kata Sujono yang juga anak kandung dari korban.
Dalam persidangan itu, saksi juga mengatakan korban sering marah kepada istri terdakwa yang juga anak korban, karena tidak dibuatkan kopi. “Tetapi, terdakwa malah marah kepada bapak,” katanya.
Dijelaskan, warung yang dikelola oleh terdakwa adalah warung milik korban. Setelah tidak kuat lagi dengan banyak aktivitas, akhirnya warung itu dikelola terdakwa bersama istrinya.
“Tetapi bapak tetap bayar kalau ngopi,” imbuhnya saat memberikan keterangan.
Dari situlah awal ketegangan antara terdakwa sebagai menantu dan korban sebagai mertua. Puncaknya, saat terdakwa meminta dibuatkan kopi oleh istrinya, tetapi tidak dilayani sang istri. Terdakwa kesal, akibatnya yang menjadi sasaran marahnya adalah orang tua istrinya. Korban yang telah lanjut usia itu dicekik hingga tak bernafas.
Setelah itu, terdakwa membawa, kemudian membuang korban ke Kali Surabaya dengan cara tubuh korban diikatkan sebuah batu, menggunakan tali, agar tidak mengapung. “Kami menyaksikan itu,” tegas saksi lainnya Paidi, anak korban.
Baru setelah tiga hari hanyut di Kali Surabaya mayat korban ditemukan di wilayah Karang Pilang, Surabaya. “Terdakwa, saat ditemukan mayat bapak juga berada di lokasi dengan memegang kepalanya,” kata Paidi yang juga anak korban.(*/rou/c4)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepergok Saat Beraksi, Komplotan Curanmor Tembak Warga
Redaktur : Tim Redaksi