jpnn.com, JAKARTA - Kehadiran produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik, banyak menemui hambatan seperti misinformasi atau kesalahan informasi.
Dalam hal ini, misinformasi bisa menimbulkan kekhawatiran publik terhadap kehadiran produk tembakau alternatif.
BACA JUGA: Indonesia Butuh Regulasi Produk Tembakau Alternatif yang Berbeda dengan Rokok
Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Amaliya menjelaskan banyak berita negatif mengenai rokok elektrik yang muncul karena adanya misinformasi.
Contohnya, kematian remaja di Amerika Serikat yang menyudutkan rokok elektrik, padahal terbukti disebabkan oleh penyalahgunaan rokok elektrik dengan mencampur cairan nikotin dengan zat Tetrahidrokanabinol (THC) dan Vitamin E Asetat yang seharusnya tidak dilakukan.
BACA JUGA: Indonesia Butuh Regulasi Khusus tentang Produk Tembakau Alternatif
“Publik harus cermat dalam menyikapi hal ini, agar kehadiran produk tembakau alternatif dapat dimanfaatkan dengan baik. Sebaiknya, inovasi seperti ini distimulasi oleh informasi yang akurat dan aturan yang mendukung. Jangan sampai perokok dewasa tidak memperoleh hal positif dari produk tembakau alternatif karena misinformasi,” kata Amaliya.
Pada Juni 2019, sebuah studi yang dilakukan oleh Stanton Glantz dan Dharma Bhatta dari University of California San Francisco menyatakan bahwa rokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok.
BACA JUGA: LIPI Banjir Dukungan Untuk Lakukan Kajian Ilmiah Produk Tembakau Alternatif
Studi tersebut diterbitkan oleh Journal of the American Heart Association (JAHA).
Namun, delapan bulan kemudian jurnal tersebut ditarik kembali oleh JAHA karena studi ini dianggap mengacu pada data yang menyesatkan.
Menurut Amaliya, misinformasi seperti ini dapat membuat kekhawatiran dan memicu kesalahpahaman publik terhadap produk tembakau alternatif semakin meningkat.
Padahal, produk tembakau alternatif hadir untuk memfasilitasi perokok dewasa yang tidak bisa berhenti merokok untuk beralih ke produk tembakau yang memiliki risiko lebih rendah daripada rokok.
“Masalah misinformasi yang menimpa rokok elektrik menjadi pembelajaran bagi kita untuk dapat mencari sumber informasi terpercaya mengenai isu kesehatan dan dapat dibuktikan secara metodologis,” ujar Amaliya.
Selain rokok elektrik, dalam dunia kesehatan, misinformasi pernah juga terjadi terhadap terhadap vaksin MMR (Mumps Measles Rubella), yang diisukan bisa menyebabkan autisme.
Setelah diteliti, pada 2013 vaksin MMR dinyatakan aman. Walaupun sudah dinyatakan aman, dampak dari misinformasi vaksin MMR masih terasa hingga saat ini.
Agar hal serupa tidak kembali terulang, Amaliya menyarankan agar semua pihak terkait, termasuk pemerintah, bersikap terbuka dan kritis terhadap kehadiran inovasi baru seperti produk tembakau alternatif.
“Jangan sampai misinformasi membuat kita menyimpulkan sesuatu itu negatif, padahal misinformasi itulah yang sebenarnya berbahaya,” tutupnya.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy