Ketahui Warna Telur Cukup Lihat Kepala Ayam

Sabtu, 07 September 2013 – 03:14 WIB
SERBA ORGANIK: Wartawan Jawa Pos di tempat pembuatan roti di Kota Appenzell. -JAWA POS PHOTO-

Selain tempat wisata yang indah, peternakan menjadi salah satu kebanggaan Appenzell Innerrhoden. Bukan peternakan biasa, tapi peternakan yang dikelola secara profesional dan mandiri. Berikut lanjutan laporan wartawan Jawa Pos NURWAHID yang pekan lalu ke sana.
 
Sebanyak 16 persen penduduk Appenzell hidup sebagai peternak. Mulai peternak sapi dan kambing yang bisa dimanfaatkan susu dan dagingnya hingga ayam yang bisa diambil daging dan telurnya.

Mereka membangun kawasan peternakan di lahan sangat luas di perbukitan yang jauh dari permukiman penduduk. Dengan demikian, limbah dan bau kotoran binatang tidak akan mengganggu warga yang lain.

BACA JUGA: Ketika Dahlan Iskan Menyaksikan Pembuatan Pesawat Boeing

Lahan luas menjadi salah satu syarat terjaminnya kualitas hasil ternak mereka. "Standar di Swiss, peternakan harus memiliki bangunan yang besar dan lahan yang luas," kata Rolf Inauen, pemilik peternakan ayam Rutihof di kawasan Haslen, sekitar 20 menit perjalanan dari Kota Appenzell.

Sebab, lanjut dia, bukan hanya hasil bagus yang dicari. Tapi, kesejahteraan hewan ternak juga harus diperhatikan. "Swiss menerapkan standar tinggi untuk animal welfare. Prinsipnya, happy farmer, happy chicken," ujar Inauen. Dengan kata lain, selain diperas hasilnya, hewan-hewan itu dibahagiakan.

BACA JUGA: Antusias Belajar Bahasa, Penasaran Lodeh Tempe

Ungkapan Inauen tersebut bukan isapan jempol. Untuk memelihara 18 ribu ayam, dia memiliki belasan hektare lahan. Selain kandang yang besar, dia menyediakan lahan terbuka yang sangat luas bagi ayam-ayam tersebut agar hidup bebas berkeliaran. Karena itu, meski berupa peternakan, ribuan ayam tersebut dibiarkan bermain di padang rumput hijau di atas bukit.
 
Hebatnya, begitu akan bertelur, ayam-ayam tersebut segera menuju kandang yang telah disediakan. "Produksi telur ayam-ayam kami sekitar 6.000 sehari," ucapnya.

Karena kontrol kualitas yang ketat, Inauen tidak berani sembarangan memberikan makanan kepada hewan ternaknya. Sebab, pemerintah Swiss mengharuskan seluruh produk peternakan bebas dari bahan kimia. "Seluruh produk kami organik. Semua natural," tegasnya.

BACA JUGA: Masukkan Seribu Penonton Gratis demi 50 Ribu Fans di Dalam

Inauen benar-benar membangun peternakan secara profesional. Mulai pembibitan hingga pengemasan sehingga siap edar ke supermarket-supermarket, semua diselesaikan di situ. Semua perkembangan kesehatan ayam juga dipantau secara saksama secara mekanik. Termasuk, suhu ruangan, terutama bagi bibit ayam. "Yang kecil butuh suhu lebih hangat," ujarnya.

Jawa Pos melihat angka yang tercantum di mesin penghangat ruangan mencapai 32,2 derajat Celsius, sedangkan suhu di luar sekitar 20 derajat Celsius.

Profesionalitas Inauen soal ayam tidak berhenti di situ. Dia mengaku mengetahui warna telur cukup dengan melihat fisik ayam. Karena itu, untuk memilih warna telur, dia tidak harus menunggu ayam tersebut bertelur.

"Seandainya saya ke Indonesia, kemudian melihat ayam, saya tahu telurnya warna apa. Melihat warna telur, cukup melihat bagian ini," jelasnya sambil memegang kepala bagian belakang dekat telinga ayam.

Warna telur, kata dia, berpengaruh terhadap pemasaran. Sebab, antara negara yang satu dan yang lain tidak sama dalam menetapkan standar. Ada negara yang hanya mau mengimpor telur berwarna putih, tapi ada pula yang hanya mau yang cokelat. Karena itu, warna telur yang akan diproduksi bergantung pada negara tempat memasarkan telur tersebut.

Cerita menarik juga muncul dari para peternak sapi, kambing, serta domba. Di Appenzell Innerrhoden, musim panas pada Mei"September merupakan saat yang bagus bagi para peternak untuk melepas hewan peliharaan di padang rumput luas.

Hewan-hewan tersebut dilepas di ketinggian 1.000"2.200 meter di atas permukaan air laut di lahan 3.792 haktare. Selain menetap di rumah yang dibangun di perbukitan selama masa musim panas, beberapa petani menggembalakan ternaknya di perbukitan lain. Kemudian, ketika sore, mereka membawanya pulang ke rumah.

Karena itu, tidak heran bila menjelang sore hingga petang sering dijumpai serombongan peternak membawa puluhan sapi turun dari perbukitan melewati jalan raya. Hal itu juga menjadi pemandangan tersendiri bagi wisatawan yang memergoki di jalan.

Sebab, para peternak itu tidak asal berpakaian. Mereka mengenakan pakaian tradisional yang memang dikhususkan bagi peternak. Yakni, baju putih dengan selempang merah atau hitam serta celana panjang dengan sepatu bot hingga di bawah lutut.

Bukan hanya pria, ada pula kaum perempuan yang terlibat menggiring sapi. "Itu memang pakaian tradisional bagi peternak di sini," kata Lyvia, staf Switzerland Tourism, ketika rombongan yang didampinginya berpapasan dengan serombongan peternak yang sedang menggiring sapi di jalan pinggiran Kota Appenzell.

Para peternak itu all-out dalam profesi yang digeluti. Sejak pagi buta hingga malam mereka hanya berkonsentrasi mengurus ternak. Mulai memberi makan, memerah susu, membersihkan kandang, membersihkan padang rumput, menangkap hewan yang tersesat, memotong kuku, hingga membuat keju.

Meski peternak, mereka mengantongi sertifikat dari pemerintah dan dinyatakan layak menjadi peternak. "Saya punya sertifikat lengkap," ungkap Sepp Dahler, peternak sapi dan kambing di kawasan Blindenau, sekitar 15 menit perjalanan dari Kota Appenzell.

Menjadi peternak, kata dia, tidak bisa sembarangan. Sebab, mereka harus bisa menjaga ekologi di sekitar kawasan peternakan dan bisa memperlakukan binatang secara layak. "Kami juga harus bisa memproteksi hewan serta memanfaatkan bahan organik untuk peternakan," ujar pemilik lahan 18 hektare tersebut. Karena itu pula, peternak harus bersertifikat.

Selain peternakan, Appenzell memiliki banyak home industry yang hasilnya bisa dinikmati para turis. Mulai keju yang dibuat secara tradisional hingga roti dengan rasa khas dari resep turun-temurun. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kabari Kemenangan ke Semua Orang kecuali Mantan Suami


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler