jpnn.com, JAKARTA - Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUUPTPT) Muhammada Nasir Djamil menilai keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme patut dipertimbangkan, menyusul pernyataan Presiden Jokowi yang meminta agar TNI diberi kewenangan dalam RUU PTPT.
"Pemerintah sejak awal telah memberikan perhatian khusus dengan melibatkan TNI dalam penanganan terorisme seperti terlihat dalam Pasal 43B RUUPTPT, namun persoalan ini masih debatable karena peran TNI dikhawatirkan justru menegasikan sistem peradilan pidana yang berjalan selama ini,” ungkap Nasir di Jakarta, Selasa (30/5).
BACA JUGA: Perlu Solusi Konkret untuk Atasi Lapas Over Capacity
Lebih dari itu, Nasir melihat sekian rangkaian kejadian ledakan bom dan aksi teroris yang tak pernah tuntas diberantas selama ini menunjukkan adanya kelemahan Polri dalam hal ini Densus 88 dalam menangani aksi teror di Indonesia.
"Publik mulai jenuh melihat aksi teror yang terus muncul dan tidak terselesaikan, ditambah lagi dengan drama salah tangkap yang kerap dilakukan Densus 88 bahkan kejadian extra judicial killing yang tak pernah bisa dipertanggung jawabkan,” ungkap Nasir.
BACA JUGA: DPR Minta Usut Tuntas Kasus Penerbitan Alquran Tanpa Surah Almaidah 51-57
Untuk itu, Nasir melihat, peran penanganan terorisme tentu sudah tidak bisa lagi jika hanya dilakukan oleh Polri saja, modus kejahatan dan jaringan yang berkembang sampai di level keamananan nasional mutlak akan berimbas pada pertahanan negara kedepan.
"Teror yang dihadapi saat ini bukan tidak mungkin akan berimbas pada pertahanan nasional, apalagi untuk mengungkap sel-sel tidur yang dikhawatirkan Indonesia akan mengalami kejadian seperti yang terjadi di kota Marawi, Filipina, sehingga peran intelijen dan TNI perlu dilibatkan,” ungkap Nasir.
BACA JUGA: Komisi III DPR Pertanyakan Kinerja BNPT
Lebih lanjut, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini telah mempelajari pola penanganan terorisme yang terjadi di beberapa negara salah satunya di Inggris.
"Saat tim Pansus melakukan kunjungan kerja ke Inggris, kami melihat keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme itu sudah lazim dilakukan oleh negara berkembang, namun hal ini tergantung dengan peningkatan eskalasi ancaman di negara tersebut,” ujar Nasir.
Untuk itu, Nasir berpendapat selama ini Indonesia belum mempunyai penilaian terhadap tingkatan eskalasi tersebut, misalnya seperti suatu situasi tanggap bencana, ada tingkat merah, kuning, hijau dan biru.
"Bisa jadi TNI dilibatkan pada tingkat eskalasi merah atau kuning yakni situasi darurat yang berpotensi teroris akan terjadi sewaktu-waktu dan mengancam pertahanan negara" kata Nasir.
Kedepan Nasir berharap, garis komando keterlibatan TNI terlibat dalam penangan terorisme bisa dilakukan melalu Menkopolhukam atau dengan memperkuat BNPT.
"Koordinasi BNPT masih lemah, penentuan eskalasi dan keterlibatan TNI bisa ditarik keatas yakni Menkopolhukam,” pungkasnya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perlu Perbedaan Pengaturan Antara Pengedar dan Pengguna Narkoba dalam KUHP
Redaktur : Tim Redaksi