jpnn.com - JAKARTA – Mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar, Jusuf Kalla (JK) dan Ketua Umum DPP Partai Golkar versi Munas Bali, Aburizal Bakrie (Ical) sama-sama menanggapi rekaman percakapan Ketua DPR Setya Novanto yang diduga mencatut nama Presiden Jokowi dan juga Wapres yang kini dijabat Jusuf Kalla.
Menurut Jusuf Kalla, pencatutan namanya bersama Presiden Joko Widodo sebagaimana yang terungkap dalam rekaman saat berlangsungnya Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR diharapkan bisa membersihkan pemburu rente. Karena itu, Wapres JK mengaku "nonton bareng" bersama Presiden Jokowi saat pemutaran rekeman itu dilangsungkan.
BACA JUGA: Setiap Bertemu Slamet Effendy Yusuf, Fuad Bawazier Berlogat Ngapak-ngapak
“Pemutaran rekaman di sidang MKD kemarin menjadi perhatian Presiden. Bahkan kami menggelar acara 'nonton bareng' sidang MKD melalui televisi yang juga memutar rekaman percakapan antara Novanto, Reza Chalid dengan Maroef Sjamsoeddin," kata JK, saat membuka Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK), di Gedung Nusantara V, kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (3/12).
Terpisah, Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie atau Ical meminta semua melihat persoalan ini secara obyektif. Menurut Ical, sapaan Aburizal Bakrie, dari bukti yang sudah ada belum menyatakan bahwa Ketua DPR Setya Novanto bersalah.
BACA JUGA: Presdir Freeport: Yang Jelas Ada Upaya Meminta Saham
“Tak ada yang menyatakan Ketua DPR salah. Jadi bukti-bukti yang ada dikatakan tidak ada,” tegas Ical, di sela seminar nasional di kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (3/12).
Jika Novanto benar, kata Ical, maka sudah sewajarnya bila Partai Golkar membela. “Kalau itu benar, itu mesti dibenarkan. Tidak boleh kita takut membela orang yang trial by the press. Kalau dia salah, tidak boleh dibenarkan. Partai Golkar akan membela yang benar. Kalau salah ya disalahkan,” kata Ical.
BACA JUGA: Jurnalis Jangan Takut Sama Pengacara Lamborghini Maut!
Pada kesempatan itu, Ical menyerahkan sepenuhnya proses pengusutan dugaan kasus pelanggaran kode etik oleh Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan. “Jadi, saya menyerahkan pada MKD, dan saya bilang bahwa saya setuju dengan Pak JK," kata Ical.
Terkait bukti rekaman yang diduga adalah Ketua DPR Setya Novanto, Sidang MK sempat mempertanyakan soal adanya dua rekaman percakapan antara Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha Riza Chalid.
Sebab Menteri ESDM Sudirman Said menyerahkan dua flasdisk berisi rekaman percakapan soal pencatutan nama presiden dan wapres yang meminta saham Freeport.
“Saudara memberikan berapa kali rekaman ke Menteri ESDM,” tanya Wakil Ketua MKD Junimart Girsang kepada Maroef selaku saksi pada Sidang MKD di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/12).
Menjawab hal itu, Maroef memastikan dirinya hanya memberikan sekali yang satu buah flasdisk yang lengkap percapakan mereka.
“Yang pertama saya hanya kasih transkip rangkuman percakapan. Bulan Oktober saya kasih flasdisk lengkap percakapan," katantya.
Mendengar hal itu pimpinan MKD merasa bingung karena terjadi ketidaksinkronan. Sebab Sudirman mengaku hanya mendapatkan hasil rekaman dari Maroef, namun dirinya bisa menyerahkan dua rekaman.
“Jadi Anda tidak pernah memberikan flasdisk berdurasi 11 menit,” tanya Junimart lagi.
Maroef pun kembali menegaskan dirinya hanya memberikan flasdisk yang berisi rekaman percakapan berdurasi sekitar 124 menit.
“Saya tidak tahu ada flasdisk yang berdurasi 11 menit,” katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, meminta MKD memanggil Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said yang mengklaim telah meminta izin Presiden dan Wapres sebelum melaporkan persoalan Ketua DPR Setya Novanto ke MKD.
“Ya MKD wajib mengundang pak Jokowi dan JK untuk klarifikasi klaim izin Presiden dan Wapres tersebut, mengingat ada juga klaim dari Menkopolhukam Pak Luhut Pandjaitan yang menyatakan Menteri ESDM Sudirman Said belum izin Presiden dan Wapres,” kata Nasir Djamil, Kamis (3/12/2015).
“Jangan sampai pak Sudirman Said ini juga mencatut nama Pak Jokowi dan Pak JK dalam melapor ke MKD. Kalau ini terjadi kan jadi persoalan di internal kabinet. Ada apa ini?,” kata Nasir.
Nasir mengharapkan, ada pengungkapan fakta sebenar-benarnya, jangan sampai ada yang ditutup-tutupi terutama pihak eksekutif yang terkesan tidak kompak bersuara. Lebih lanjut Nasir Djamil mendorong seluruh persoalan tersebut dapat diungkap ke publik secara terang benderang.
Politikus PKS ini juga mengingatkan bahwa Pemerintah melalui Menkopolhukam sebelumnya pernah menyerukan agar seluruh pihak tidak membuat gaduh perpolitikan, karena pemerintah sedang berfokus pada perbaikan ekonomi.
“Kalau sekarang dilihatkan kegaduhan diawali dari eksekutif, bukan legislatif, walaupun pihak yang diadukan adalah legislatif. Tentu ini kontradiksi dengan sikap pemerintah yang meminta agar tidak ada kegaduhan,” ujar Nasir.(fas/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jurus BNP2TKI Tingkatkan Edukasi Keuangan Calon TKI
Redaktur : Tim Redaksi