Ketika Pers Dilematis dalam Memberitakan Kasus Terorisme dan Radikalisme

Selasa, 26 Januari 2021 – 17:48 WIB
Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga dan Internasional Dewan Pers Agus Sudibyo, saat webinar bertema "Peranan Media Dalam Menghadapi Radikalisme & Hoax" kerja sama JPNN.com, GenPI.co dan BNI, Selasa (26/1). Foto: Tangkapan Layar Webinar.

jpnn.com, JAKARTA - Pemberitaan media massa tentang aksi-aksi terorisme terkadang menguntungkan jaringan teroris dalam menjalankan aksinya.

Demikian dikatakan Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga dan Internasional Dewan Pers Agus Sudibyo dalam dalam webinar bertema "Peranan Media Dalam Menghadapi Radikalisme & Hoax" kerja sama JPNN.com, GenPI.co dan BNI, Selasa (26/1).

BACA JUGA: Rekening FPI Dituduh untuk Pendanaan Terorisme, Aziz: Yang Menuduh Harus Dicek Kejiwaannya

Menurut Agus, media massa harus lebih berhati-hati dan bijak dalam memuat konten berita terkait kasus terorisme.

Pasalnya, kata dia, teroris kerap memanfaatkan pemberitaan di media massa untuk berkomunikasi dengan jaringan teroris lainnya.

BACA JUGA: Lihat, Kapal Berbendera Malaysia Diburu Tim KKP di Selat Malaka, Menegangkan

"Yang namanya kaum radikal, teroris itu pasti minoritas. Pasti gerak-geriknya itu tidak leluasa, pasti disadap oleh intelijen sehingga mereka menggunakan berbagai cara untuk bisa mendapatkan publisitas untuk bisa berkomunikasi dengan satu sama yang lain," kata Agus.

"Jadi pemberitaan media itu kadang-kadang menguntungkan para teroris untuk mengkalkulasi keadaan. Teroris memanfaatkan pemberitaan media untuk menebarkan ketakutan dan mendelegitimasi polisi. Pemberitaan media sebagai sarana komunikasi antar sel-sel jaringan teroris," sambung Agus.

BACA JUGA: Begini Kronologis Oknum Polisi Rekam Adegan Asusila, Terancam Dipecat

Dia mencontohkan, apabila terjadi suatu serangan teroris kepada publik, lalu diberitakan oleh media, pemberitaan itu secara tidak langsung menjadi kode kepada jaringan teroris lainnya untuk melakukan aksi yang sama.

"Ini dilema yang dihadapi oleh pers bahwa di satu sisi jelas sekali serangan teroris itu layak diberitakan dan publik berhak tahu dan pemberitaan itu memberikan kewaspadaan buat publik. Tetapi di sisi lain, pemberitaan itu dimanfaatkan oleh teroris atau radikalis," ujar Agus.

Oleh sebab itu, kata Agus, pers dalam memberitakan soal kasus terorisme harus lebih bijak. Artinya, pers harus menyelidiki terlebih dahulu soal pernyataan atau informasi terkait aksi terorisme tersebut.

Selain itu, pers juga harus cermat dalam menghitung dampak dari berita kasus terorisme sehingga tidak menguntungkan kelompok teroris atau radikal tersebut.

"Jadi bukan kebebasan pers itu tidak penting. Tetapi harus dihubungkan dengan nilai yang lebih tinggi lagi, yaitu kemanusiaan. Dalam konteks kemanusiaan ini tidak ada yang lebih penting daripada nyawa manusia," ujar Agus.(cr1/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Dean Pahrevi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler