Bagi Antony Loewenstein, penulis dan jurnalis Australia-Jerman, yang juga seorang Yahudi, Gaza bukanlah tempat yang perlu ditakuti.

Tinggal dan bekerja di Yerusalem Timur, ia pernah mengunjungi Gaza yang jadi bagian dari Palestina, untuk menikmati makanan laut, budaya, serta keramahan warganya.

BACA JUGA: Israel Buka Perbatasan untuk Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

"Saya pikir penting bagi seorang Yahudi untuk mengatakan kepada orang-orang di luar sana kalau Gaza bukanlah negeri yang jauh dan menakutkan,” katanya.

"Kita akan selalu mendengar suara anak-anak. Sekitar separuh warga di sana berusia di bawah 18 tahun. Seringkali kita akan melihat anak-anak bermain, tertawa, menangis, berteriak… di mana-mana."

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Rekor Roti Terpanjang di Dunia Dipecahkan di Prancis

"Dan saya punya teman di sana yang punya anak, dan kami sering menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka."

"Ada beberapa bagian di Gaza yang menawarkan keindahan yang nyata, yakni ketenangan. Produk sayur dan buah yang segarnya luar biasa, serta ikan yang juga segar."

BACA JUGA: Israel Serbu Rafah, Amerika Tunda Penjualan Senjata

Melihat kehancuran Gaza saat ini, Antony langsung ikut merasakannya.

"Saya mencoba melihat gambar-gambar kerusakan sambil bertanya, apakah saya pernah pergi ke situ? Apakah saya pernah pergi ke restoran di sana, atau apakah saya bertemu orang-orang di tepi pantainya? Saya merasa marah dan sedih, sambil merasa tidak berdaya," ujarnya.

"Melihat apa yang terjadi di Gaza sejak 7 Oktober sungguh memilukan, sejujurnya, dan saya sangat malu, saya sangat malu. Karena hal itu dilakukan atas nama saya."

Antony, sekarang tinggal di Sydney, adalah tokoh terkemuka di kalangan warga Yahudi Australia yang menentang operasi militer Israel di Gaza.

Ia tidak hanya terkejut dengan banyaknya korban jiwa di kalangan warga Palestina, tapi disebutkan juga kalau serangan tersebut adalah untuk melindungi orang-orang Yahudi.

"Para pemimpin Yahudi, di Australia, Amerika Serikat, maupun Inggris, punya pesan yang sama: dukung apa yang dilakukan Israel, karena itu akan membuat kita tetap aman. Padahal tidak ada bukti yang mendukung hal tersebut," katanya.

"Itu malah membuat kita semakin tidak aman. Warga Israel tidak akan pernah aman, orang-orang Yahudi tidak akan pernah aman, sampai warga Palestina aman dan tenteram."

Selama enam bulan terakhir, Antony menyuarakan kemarahannya kepada jutaan orang dengan tampil sebagai komentator untuk jaringan media seperti CNN, MSNBC, Al Jazeera, serta di radio serta televisi Turki.

Buku terbarunya, "The Palestine Laboratory", yang menyelidiki penggunaan senjata teknologi tinggi oleh Israel terhadap warga Palestina, menjadi buku terlaris internasional serta memberinya penghargaan jurnalisme tertinggi di Australia, Walkley Award.

Antony mengatakan ribuan orang sudah menghubunginya untuk mengucapkan terima kasih karena keberaniannya angkat bicara.

"Orang-orang Yahudi mengatakan, 'syukurlah ada suara yang menentang apa yang dilakukan Israel'," katanya.

Namun sebagian warga Yahudi Australia memandangnya sama seperti kelompok Hamas. Antony pernah menerima surat berisi makian dan kebencian, ancaman pembunuhan, hingga dicap sebagai pengkhianat dan dianggap sebagai orang Yahudi yang membenci Yahudi sendiri.

Suzanne Rutland, seorang sejarawan Australia-Yahudi, percaya jika gerakan anti-Zionis, terlepas dari siapa yang melakukannya, akan menempatkan orang-orang Yahudi dalam bahaya.

"Pesan anti-Zionis mengarah pada serangan terhadap orang-orang Yahudi di Australia. Jadi hal ini menumbuhkan anti-Semitisme, dan kita melihat peningkatannya setelah tanggal 7 Oktober," katanya.

"Kebanyakan orang Yahudi melihat orang-orang seperti Antony Loewenstein, menyuarakan ekstrem sayap kiri, sebagai orang yang sangat merusak kesejahteraan orang Yahudi, dan khususnya kesejahteraan lebih dari 7 juta orang Yahudi yang tinggal di Israel."

Kehidupan Antony tidak seperti yang ia harapkan saat ia belajar untuk bar mitzvah di Melbourne pada tahun 1980an.

"Ketika saya mulai menulis tentang Israel-Palestina, mulai memikirkannya, mungkin 35, 40 tahun yang lalu bersama keluarga Yahudi dan sinagog saya, ... saya tidak terpikir akan seperti ini," katanya.

Lahir pada tahun 1974, Antony Loewenstein tumbuh dalam keluarga Yahudi liberal yang merayakan hari raya Yahudi seperti Paskah, hari Sabat dan memandang Israel sebagai tempat berlindung jika ada ancaman terhadap orang Yahudi di luar negeri.

Kakek dan neneknya, baik dari pihak ayah dan ibunya, melarikan diri dari Nazi Jerman dan Austria pada tahun 1939. Tapi banyak anggota keluarga lainnya yang dibunuh.

"Menyangkut ke-Yahudi-an Antony, penting bagi kami kalau ia harus tahu asal usulnya,” kata ayahnya, Jeffrey Loewenstein, kepada program Compass milik ABC.

"Dan saya kira hal ini juga karena kami memiliki keluarga yang hilang selama Holocaust. Orang tua ayah saya dibawa dengan kereta api ke Auschwitz pada bulan Maret 1943, dan pada hari mereka dieksekusi, saya dilahirkan."

Seperti semua teman dan keluarga Yahudi mereka, Jeffrey dan istrinya Violet menerima Israel sebagai negara penting bagi Yahudi.

"Saya pikir mereka harus melihat konteksnya jika kita memandang Israel pada tahun 1970-an," kata Jeffrey.

"Tidak ada seorang pun yang berbicara tentang orang-orang Palestina selain sebagai teroris. Dan mereka melakukan hal-hal buruk. Pembantaian di Munich, misalnya. Dan Anda harus melihatnya dalam konteks, dalam komunitas Yahudi yang lebih luas di Melbourne, yang merupakan komunitas Yahudi terbesar di dunia, juga sebagai komunitas penyintas Holocaust di luar Israel."

Namun Antony Loewenstein mempertanyakan apa yang dianggapnya sebagai  Zionisme yang "tidak berpikir". Setelah melakukan perjalanan ke Israel untuk pertama kalinya di awal usia 20-an, ia menulis buku pertamanya My Israel Question, yang mengkritik penjajahan wilayah Palestina dan pengaruh lobi pro-Israel di Australia dan secara global.

Buku tersebut menjadi buku terlaris namun membuatnya menjadi paria di komunitas Yahudi Australia. Satu-satunya anggota parlemen Yahudi di Australia, Michael Danby, menyerukan agar buku tersebut ditarik dari peredaran.

Bahkan orangtua Antony pun dikucilkan oleh komunitas Yahudi.

"Violet dan saya langsung diperlakukan dingin oleh banyak orang [Yahudi] yang merupakan teman dekat," kata Jeffrey.

"Antony dianggap bukan manusia. Dan hal itu masih ada sampai batas tertentu hingga saat ini."

Perlakuan orang-orang itu juga membuat Jeffrey dan Violet bertanya-tanya soal Israel.

Ketika Antony mengikuti pasangannya Alison yang bekerja dengan sebuah organisasi kemanusiaan internasional, untuk tinggal di Yerusalem Timur, orangtuanya datang. Mereka mengunjungi wilayah-wilayah Palestina yang kini dikuasai Israel, melihat desa-desa di mana rumah-rumah warga Palestina dihancurkan untuk dijadikan permukiman Yahudi.

“Ke mana pun saya pergi ke Tepi Barat, saya pernah mengunjungi desa-desa yang berulang kali dihancurkan oleh Israel,” kata Jeffrey.

"Jadi, saya sudah melihatnya langsung, apa yang saya lihat benar-benar mengejutkan."

Antony yakin sebagian besar komunitas Yahudi di Australia masih belum berubah.

Sementara di luar Australia, khususnya di Amerika Serikat, generasi muda Yahudi semakin menentang Israel karena perlakuan mereka terhadap warga Palestina, terlebih setelah melihat kematian puluhan ribu orang di Gaza yang terlihat nyata di jejaring sosial.

"Saya terkejut dengan kebrutalan serangan Hamas yang menargetkan warga sipil Israel di wilayah selatan Israel. Dan saya tahu dampaknya akan sangat dahsyat bagi warga Palestina di Gaza."

"Sehari setelah 7 Oktober, terlihat jelas ada perpecahan dalam komunitas Yahudi di sekitar Israel dan Zionisme, yang sebenarnya sudah ada sebelumnya, dan ini akan meledak."

Profesor Rutland, mengutip survei pada bulan Juni 2023, mengatakan 77 persen orang Yahudi di Australia mengidentifikasi diri mereka sebagai Zionis.

"Zionisme adalah hak Yahudi untuk menentukan nasib sendiri, yaitu hak bagi Israel untuk eksis sebagai negara bagi orang-orang Yahudi. Ini sangat penting, karena sebagian besar komunitas kami adalah komunitas setelah kejadian Holocaust,” katanya.

"Saya benar-benar berpikir kalau generasi muda Yahudi, khususnya di universitas, lebih dipengaruhi oleh narasi anti-Zionis. Tapi banyak dari mereka yang tidak ingin dikucilkan."

Antony Loewenstein mengatakan kekuatan lobi Zionis semakin berkurang.

"Protes mahasiswa baru-baru ini yang menginspirasi di Amerika Serikat, Australia dan sekitarnya, yang juga melibatkan sejumlah besar orang Yahudi yang menentang genosida di Gaza dan universitas-universitas yang bekerja sama dengan produsen senjata menunjukkan apa nantinya bisa terjadi," katanya.

"Ada jauh lebih banyak orang Yahudi yang kritis dibandingkan kelompok Yahudi yang ingin diakui."

"Tuduhan palsu anti-Semitisme terhadap siapa pun yang menentang rasisme dan penjajahan Israel semakin dijauhi oleh generasi muda Yahudi, Palestina, dan orang-orang yang berhati nurani."KreditReporter: Brietta HagueVideo: Tom Joyner and Daniel Gallagher Fremantle Media, Truce Films and Kelly GardnerProduser Digital: Anna Klauzner Produksi untuk ABC Indonesia: Erwin Renaldi

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Israel Serang Rafah, Meski Hamas Setujui Gencatan Senjata

Berita Terkait