jpnn.com, JAKARTA - Potensi kekayaan sumber daya ekonomi Indonesia sejatinya bisa makin optimal melalui berbagai riset yang dilakukan. Namun, anggaran riset Indonesia yang sangat kecil, bahkan masih di bawah Malaysia.
Oleh karena itu, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mendukung gagasan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan yang mendorong Presiden Terpilih pada Pemilu 14 Februari lalu, Prabowo Subianto, untuk membeli kapal riset dengan alat canggih, khususnya untuk memetakan kekayaan laut dalam hingga potensi bencana.
BACA JUGA: Akademisi: Proposal Kenegaraan Ketua DPD RI Solusi Perkuat Sistem Bernegara
“Karena pengembangan potensi sumber daya ekonomi berbanding lurus dengan kemakmuran, terutama potensi di sektor pangan dan kekayaan biodiversity serta alam di darat dan di laut kita," kata LaNyalla dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Senator asal Jawa Timur itu menegaskan bahwa riset menjadi salah satu penopang ekonomi dan daya saing bangsa. Menurut LaNyalla, jika kita lambat menyikapi dunia yang kian kompetitif, maka bukan tidak mungkin kita akan selalu ketinggalan.
BACA JUGA: Kunjungi Pulau Untung Jawa, Ketua DPD RI Jelaskan Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa
"Faktanya, dalam kajian oleh Research and Development World (2023), Indonesia hanya menempati peringkat ke-34 dari 40 negara. Anggaran riset kita hanya sebesar 8,2 miliar dolar AS pada 2022. Rasio anggaran riset terhadap PDB paling rendah," papar LaNyalla.
Dia mengatakan, Indonesia dengan luas wilayah dan berbagai macam potensi yang dimilikinya, harus didukung dengan anggaran dan peralatan riset yang canggih.
BACA JUGA: Muhaimin Iskandar Diperiksa KPK, Ketua DPD RI: Jangan Dijadikan Bahan Bakar Isu Politik
Riset, kata LaNyalla, akan menopang pengembangan potensi Indonesia menjadi kekuatan yang dapat berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
"Artinya, potensi besar yang dimiliki bangsa ini harus diupayakan untuk dapat berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bagaimana cara pengembangannya? Kuncinya adalah melalui riset," kata LaNyalla.
Dalam konteks ketahanan pangan misalnya, selain penguatan dari sisi suplai, distribusi, diversifikasi pangan, juga tidak kalah penting adalah penguatan teknologi pangan, termasuk biotek, yang tentu dihasilkan dari riset. Apalagi Indonesia kerap terdampak anomali cuaca, sehingga diperlukan temuan-temuan bibit pangan yang tahan terhadap cuaca ekstrem.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memberi masukan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto untuk membeli kapal riset dengan alat canggih, khususnya untuk memetakan kekayaan laut dalam hingga potensi bencana.
“Saya akan dorong kepada Pak Prabowo biar ini juga menjadi prioritas,” kata Luhut di sela konferensi pers terkait ekspedisi bersama Indonesia-OceanX, di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu, 15 Mei.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia memiliki anggaran untuk membeli kapal eksplorasi untuk riset dengan alat canggih tersebut. Salah satu kapal canggih untuk penelitian itu yakni OceanXplorer, milik lembaga nonprofit eksplorasi kelautan OceanX dengan harga yang diperkirakan mencapai Rp 3,5 triliun.
Ia mengungkapkan untuk memiliki kapal riset itu tak harus mewah, tetapi utamanya dilengkapi peralatan canggih.
“Indonesia harus lebih agresif, tidak bisa harus menunggu, masa negara sebesar kita ini tidak punya kapal untuk penelitian,” katanya.(ray/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Muhammad Amjad