jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta pemerintah menunda rencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Dia berharap pemerintah mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19 sebelum merealisasikan rencana itu.
"Kami memahami peningkatan tarif PPN dari yang saat ini berlaku sebesar 10 persen akan membantu penambahan anggaran. Hanya saja, saya mengimbau agar rencana kenaikan PPN dilakukan setelah pandemi berlalu," ujar LaNyalla, Jumat (7/5).
BACA JUGA: Dukung Program Pemerintah, Ini 4 Proyek LRT City yang Bebas PPN dan DP 0%
Pemerintah berencana meningkatkan tarif PPN tahun depan.
Pembahasan soal rencana kenaikan tarif PPN akan dibawa ke DPR melalui revisi Undang-undang (UU) tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
BACA JUGA: Soal Penerbangan Charter Jakarta-Wuhan-Jakarta, Begini Penjelasan Lion Air
Menurut LaNyalla, kondisi para pengusaha saat ini belum stabil.
Sebab, masih banyak perusahaan termasuk untuk kalangan menengah yang terdampak pandemi.
BACA JUGA: Sidang Paripurna DPD RI Soroti Masuknya WN India hingga KKB Papua
Pemerintah memang sudah memberikan sejumlah stimulus bagi kalangan usaha untuk membantu bertahan di tengah pandemi Covid.
Namun, keadaan yang belum membaik diharapkan menjadi pertimbangan pemerintah untuk menunda rencana kenaikan PPN.
"Ekonomi belum berjalan dengan normal, para wajib pajak perlu waktu untuk mengembalikan kondisi agar lebih baik. Jadi, kami berharap pemerintah tidak menambah beban usaha dengan kenaikan PPN saat pandemi," ucapnya.
LaNyalla menilai kenaikan tarif PPN merupakan hal yang wajar. Apalagi, pemerintah sudah menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan dari 25 persen menjadi 22 persen.
Kenaikan tarif PPN dinilai akan menjadi kompensasi agar potensi kehilangan sumber pajak korporasi melalui penurunan pajak PPh Badan, bisa didapat dari kenaikan tarif pajak PPN.
Dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, tarif PPN diisyaratkan berada di kisaran 5 persen – 15 persen.
“Jadi, kalau ada kenaikan hingga 15 persen bisa diterapkan dan memang sudah menjadi kebutuhan. Namun, alangkah lebih bijaksana apabila kenaikan tersebut menunggu waktu yang tepat," kata LaNyalla. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy