Ketua FPG Idris Laena Puji Keputusan MPR Beri Kejelasan Status Mantan Presiden Soeharto

Kamis, 26 September 2024 – 17:14 WIB
Sejumlah pimpinan dan anggota MPR foto bersama seusai Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR Periode 2019-2024 yang berlangsung di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9). Foto: Dokumentasi Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) MPR Idris Laena memberikan apresiasi dan pujian kepada pimpinan dan anggota MPR periode 2019-2024 yang setuju untuk menjawab surat FPG terkait kedudukan Pasal 4 TAP XI/MPR/1998 yang secara eksplisit menyebut nama mantan Presiden Soeharto.

Keputusan tersebut diungkapkan Ketua MPR Bambang Soesatyo pada Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR Periode 2019-2024 yang berlangsung di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9).

BACA JUGA: MPR Sahkan Peraturan Perubahan Tatib dan Rekomendasi Masa Jabatan 2019-2024

Seperti diketahui, sebelumnya Ketua FPG Idris Laena melalui Surat Fraksi Partai Golkar MPR Nomor PP 022/FPG/MPR RI/2024 memohon kepada lembaga tersebut untuk menyikapi kembali terkait TAP MPR 11/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, khususnya pada pasal 4 yang secara eksplisit menyebutkan nama mantan Presiden Soeharto.

Dikatakan Idris Laena, TAP MPR 11/1998 tersebut pada dasarnya bersifat regeling (pengaturan) yang menjadi produk hukum yang hirarkinya satu tingkat di bawah UUD 1945 yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia.

BACA JUGA: Dewan Syura PKB: Pencabutan TAP MPR Memulihkan Nama Baik Gus Dur

Namun, di dalam Pasal 4 pada TAP MPR 11/1998 tersebut justru menyebut nama individu.

"Adalah sangat tidak patut, jika suatu produk hukum yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, tetapi mencantumkan nama individu warga negara di dalamnya," kata Idris Laena dalam keterangannya, Kamis (26/9).

BACA JUGA: TAP MPR Soal Gus Dur Dicabut, Cak Imin Mengapresiasi Perjuangan Fraksi PKB

Padahal untuk diketahui bahwa mantan Presiden Soeharto telah menjalani proses hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dan dinyatakan sudah ditutup serta selesai dilaksanakan pascaditerbitkannya Surat Ketetapan Pemberhentian Penuntutan Perkara (SKP3) oleh Kejaksaan Agung pada 2006.

Sebagai informasi, pada Pasal 140 Ayat 1 KUHAP disebutkan Jaksa Agung diperbolehkan mengeluarkan SKP3.

Apalagi, mantan Presiden Soeharto telah meninggal dunia pada 27 Januari 2008.

Karenanya, kata Idris Laena, dengan jawaban surat tersebut, Fraksi Partai Golkar menilai MPR telah memberikan kejelasan status mantan Presiden Soeharto yang sudah selesai dilaksanakan dengan penegasan bahwa TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 dinyatakan masih berlaku sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 TAP MPR Nomor I/MPR/1998

Dengan adanya surat tersebut, demi semangat persatuan dan kesatuan serta bersandar pada kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersumber dari ajaran agama dan nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila, MPR juga mendorong agar jasa dan pengabdian mantan Presiden Soeharto yang telah memimpin Indonesia dapat diberikan penghargaan yang layak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler