Ketua Harian YAICI Terkejut dengan Hasil Penelitian soal Susu Kental Manis

Kamis, 28 November 2019 – 05:37 WIB
YAICI bersama PP Aisyiyah melakukan penelitian tentang kebiasaan konsumsi susu kental manis (SKM). Foto: Istimewa for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI) bersama PP Aisyiyah melakukan penelitian tentang kebiasaan konsumsi susu kental manis (SKM) dan dampaknya terhadap gizi buruk anak.

Penelitian dilaksanakan pada wilayah dengan prevalensi stunting tinggi di Indonesia, yaitu Aceh (30,8%), Kalimantan Tengah (34%) dan Sulawesi Utara (25,5%) pada periode Agustus – Oktober 2019 .

BACA JUGA: Kapan Si Kecil Boleh Minum Susu Kedelai?

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat menjelaskan, hasil penelitian menunjukan sebanyak 35,9% responden memberikan minuman susu kental manis/krimer kental manis kepada anaknya setiap hari. Dengan kata lain, 3 dari 10 anak responden setiap hari minum susu kental manis/ krimer kental manis.

Responden dalam penelitian ini adalah ibu dengan anak usia berusia 0-59 bulan (0 – 5 tahun). Total responden berjumlah 2.096, tersebar di 9 kota/kabupaten di 3 Provinsi, yakni Aceh, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara dengan jumlah responden di masing-masing kota/kabupaten 214-240 orang ibu.

BACA JUGA: Ingat ya, Kental Manis Bukan Susu, Kandungan Gula Sangat Tinggi

Dari 35,9% responden ibu tersebut, sebanyak 22% responden memberikan minuman susu kental manis/ krimer kental manis dengan porsi 1 gelas. Dan ada 4% responden yang memberikannya lebih dari 1 gelas. Sedangkan dalam takaran pemberian susu kental manis/ krimer kental manis, sebanyak 26% responden memberikan dengan takaran lebih dari 3 sendok makan dalam 1 gelas.

Hanya 13% responden yang memberikan dengan takaran kurang dari 3 sendok makan.Fakta ini sangat mengkhawatirkan karena menunjukkan bahwa ketergantungan anak- anak terhadap minuman susu kental manis/ krimer kental manis sangat tinggi.

BACA JUGA: YAICI Minta BPOM Tingkatkan Pengawasan Susu Kental Manis

Fakta lain yang tak kalah mengejutkan, sebanyak 37% responden masih beranggapan susu kental manis/ krimer kental manis adalah susu. Dengan kata lain, menunjukkan bahwa 1 dari 3 ibu di 3 Provinsi tersebut percaya susu kental manis/ krimer kental manis (SKM/KKM) adalah produk minuman yang menyehatkan anak.

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengaku terkejut dengan hasil penelitian bahwa sebanyak 26,7% responden memberikan minuman susu kental manis/ krimer kental manis kepada anaknya setiap hari dan 22% responden di antaranya memberikan minuman tersebut dengan porsi 1 gelas.

Menurut Arif, fakta ini membuktikan, visual gelas berisi cairan putih yang selama ini ditampilkan pada iklan susu kental manis/ krimer kental manis, diartikan oleh konsumen sebagai cara penyajian atau peruntukan susu kental manis/ krimer kental manis.

“Padahal sejatinya peruntukan susu kental manis/ krimer kental manis adalah sebagai topping, bukan susu. Sehingga saya menghimbau kepada produsen berhentilah menggunakan visual gelas berisi cairan putih pada iklan susu kental manis/ krimer kental manis ,” tegas Arif.

Arif menambahkan, hasil penelitian dari sisi sumber informasi, menunjukkan sebanyak 73% responden mengetahui informasi SKM sebagai susu dari iklan televisi, radio dan media massa lainnya.

“Ini menegaskan bahwa informasi dan iklan susu kental manis di televisi berpengaruh terhadap pembentukan persepsi. Iklan yang ditayangkan berulang pada akhirnya mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap produk yang diiklankan. Contohnya susu kental manis yang selama ini memang diiklankan sebagai susu. Tidak heran kenapa sampai hari ini masyarakat masih mengonsumsi SKM sebagai susu, meskipun BPOM telah melarang,” jelasnya.

Lebih lanjut, Arif menjelaskan pengaturan iklan susu kental manis semula telah diatur melalui Surat Edaran bernomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang “Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3) yang dikeluarkan pada 22 Mei 2018. Pasal-pasal dalam surat edaran itu telah jelas mengatur iklan susu kental manis agar tidak lagi terjadi kesalahan persepsi di masyarakat.

“Kami concern pada poin nomor 3 yang berbunyi ‘dilarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan/ atau susu dalam gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman’, poin ini jelas dan tegas menyebutkan susu kental manis tidak boleh disajikan dalam bentuk minuman,” ujarnya.

Sayangnya, saat BPOM mengukuhkan ke dalam PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan,pada pasal 67 poin w menyebutkan “larangan mencantumkan pernyataan/visualisasi yang menggambarkan bahwa susu kental dan analognya disajikan sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu dan sebagai satu-satunya sumber gizi,”.

”Kami menyayangkan sikap BPOM tidak konsisten pada kedua peraturan itu. Dimana di surat edaran jelas disebutkan tidak boleh menggunakan visualisasi dengan cara disebuh, sedangkan di PerBPOM, larangan tersebut dihilangkan,” jelas Arif Hidayat.

BPOM, tambah Arif, seharusnya melakukan penelitian persepsi publik tehadap iklan susu kental manis, khususnya penyajian susu dalam gelas, agar dapat melindungi masyarakat dari persepsi yang salah.

“Kami berharap penelitian tentang konsumsi susu kental manis di daerah dengan prevalensi stunting yang tinggi ini dapat menjadi pertimbangan BPOM,” tambahnya.

Dra. Chairunnisa, M.Kes Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, mengatakan penelitian yang dilakukan bersama YAICI merupakan wujud komitmen PP Aisyiyah terhadap upaya peningkatan status gizi anak.

“Penelitian ini untuk mengetahui dampak pemberian SKM/KKM dan faktor lainnya terhadap kejadian stunting pada balita. Hasil penelitian ini agar menjadi rekomendasi sebagai dasar pengambilan kebijakan kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif menurunkan prevalensi stunting,” jelas Chairunnisa.

Penelitian dilakukan dengan pendekatan mix method yang menggabungkan kuantitatif dan kualitatif yaitu dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survey cepat dengan variabel dependen penelitian adalah kejadian stunting pada balita, dimana variabel independent utamanya adalah konsumsi SKM/KKM.

Sementara pendekatan kualitatif, dilakukan menggunakan metode pengumpulan data wawancara mendalam (terhadap stakeholders, yaitu dinas kesehatan, IDAI, Kepala Puskesmas, Tokoh masyarakat) dan observasi langsung di masyarakat. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler