jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan kenaikan tarif di Kawasan destinasi wisata kembali memicu gejolak. Jika sebelumnya terjadi di kawasan Borobudur, kini peristiwa serupa terjadi di Kawasan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Protes atas kenaikan tarif Taman Nasional Komodo memicu aksi mogok massal para pelaku wisata di kawasan Labuan Bajo.
BACA JUGA: Irjen Setyo: Kami akan Tindak Tegas Pelaku Bom Ikan di Perairan Komodo
Akibatnya berbagai layanan jasa dan sarana wisata menjadi terhenti. Situasi kian menegangkan saat aparat menangkap beberapa pelaku wisata yang melakukan orasi menyuarakan penolakan terhadap kenaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan keputusan menaikkan tarif tiket Taman Nasional Komodo hingga Rp 3.750.000 harus ditunda agar tidak merugikan masyarakat Labuan Bajo yang menjadi pelaku wisata.
BACA JUGA: Masyarakat Diminta Waspadai Provokasi Soal Tiket Masuk TN Komodo
“Kami memahami tujuan pemerintah menjadikan kawasan ini sebagai destinasi wisata super prioritas, tetapi apalah gunanya kebijakan tersebut jika malah merugikan masyarakat,” ujar Syaiful Huda, Selasa (2/8/2022).
Huda mengatakan konsep destinasi wisata superprioritas memang ditujukan untuk menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata kelas dunia.
BACA JUGA: Tiket Masuk Pulau Komodo Rp 3,75 Juta Berlaku 1 Agustus 2022
Dengan kebijakan ini akan ada perbaikan di level infrastruktur, kualitas jaringan telekomunikasi, produk ekonomi kreatif, hingga kualitas sumber daya manusia di lima kawasan destinasi wisata superprioritas, yakni Borobudur, Likupang, Mandalika, Danau Toba, dan Labuan Bajo.
“Anehnya, kabar yang muncul ke permukaan malah kegaduhan masalah tarif masuk. Kenapa bukan persoalan progres pembangunan, termasuk model pengakomodasian kepentingan warga yang selama ini menjadi pelaku wisata di kawasan tersebut,” tanya Huda.
Dia menilai pemerintah harus memperbaiki komunikasi terkait berbagai rumor yang menyertai pembangunan lima destinasi wisata superprioritas.
Huda juga menyikapai informasi mengenai masuknya perusahaan-perusahaan besar di Taman Nasional Komodo yang nantinya memonopoli layanan penyediaan jasa wisata alam maupun penyediaan jasa sarana wisata.
“Berdasarkan informasi yang disampaikan kepada kami ada setidaknya empat perusahaan besar yang secara eksklusif mengelola bisnis layanan jasa maupun sarana wisata di Taman Nasional Komodo. Kalau benar demikian pasti warga yang menjadi pelaku wisata akan tersingkirkan karena harus melawan kekuatan modal yang begitu besar,” ujar Huda.
Pengembangan kawasan destinasi super prioritas, lanjut Syaiful Huda sama sekali tidak boleh meminggirkan peran warga lokal.
Kalau memang model pengembangan kawasan tersebut harus melibatkan pihak ketiga, maka harus jelas skema pelibatan pelaku wisata lokal.
“Jangan sampai warga lokal hanya menjadi penonton saat muncul konsep pengembangan destinasi wisata superprioritas di wilayah mereka,” ujar Huda.
Politikus PKB ini pun meminta agar pemerintah dan aparat keamanan mengedepankan dialog dalam menyikapi protes pelaku wisata di Labuan Bajo yang mengelar aksi mogok.
Dia pun mendesak agar mereka yang ditangkap dan ditahan segera dibebaskan.
“Sekali lagi, tujuan pengembangan destinasi superprioritas juga untuk kepentingan warga lokal. Kalau mereka punya aspirasi seharusnya hal itu didengar dan diakomodasi. Jangan malah menggunakan langkah represif untuk membungkam mereka,” pungkas Huda.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari