jpnn.com - Kasus ketua KPPS TPS 028, Pinang Ranti, Makassar, Jakarta Timur kedapatan mencoblos 18 surat suara untuk pasangan Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Rano) di Pilkada Jakarta, dinilai bukan hal baru.
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengaku tidak heran dengan kejadian tersebut, karena fenomena kecurangan serupa juga terjadi pada pemilu terdahulu.
BACA JUGA: Pedemo Minta KPU DKI Usut Tuntas Surat Suara Tercoblos untuk Pram-Rano
Bivitri bahkan meyakini setiap pelaku kecurangan tidak bergerak atas inisiatif sendiri.
"Ini menurut saya adalah praktik penyalahgunaan kekuasaan. Karena, para petugas itu pasti ada instruksinya. Enggak mungkin dia inisiatif sendiri," kata Bivitri saat diwawancara wartawan seusai hadir dalam sebuah diskusi di Kantor PARA Syndicate, Jakarta, Senin (2/12).
BACA JUGA: Update OTT KPK terhadap Pj Wali Kota Pekanbaru, 8 Orang Diamankan
Menurut dia, pelaku yang sudah dipecat oleh KPU Jakarta tersebut bisa jadi mendapatkan iming-iming dari seseorang, sehingga melakukan pencoblosan terhadap surat suara Pram-Rano.
"Penyalahgunaan satu, tetapi juga biasanya dikuasai dengan politik uang, maksudnya, saya tahu dari kawan-kawan saya bahwa adalah lazim dalam tanda kutip untuk bayar petugas-petugas itu untuk nyoblosin," ungkap Bivitri.
BACA JUGA: Ini Lho Rekaman CCTV Polisi Tembak Siswa SMKN 4 Semarang, Tak Ada Tawuran
Dia pun mengungkap modus kecurangan yang biasanya terjadi di setiap pemilu. Pertama, petugas dibayar, atau ada instruksi dari seseorang untuk melakukan kecurangan.
"Jadi dia di-pool katanya begitu, tetapi ini membutuhkan penelitian lebih lanjut ya, di-pool, jadi, bayarnya sekian, jumlahnya besar terus dia mau dapat dari berapa kecamatan begitu," ujar Bivitri.
Pihaknya khawatir hal ini terjadi di Pilkada Jakarta. Ada seseorang yang mengatur bahwa paslon 1,2 dan 3 mendapatkan suara sekian persen.
"Nah, bahayanya untuk Pilkada, terutama Jakarta, kan, untuk sampai dua putaran itu tipis ya, sekarang kalau quick count bedanya tipis. Artinya kalau yang ditukar sedikit (beda hasilnya)," tuturnya.
Oleh karena itu, dia menilai masalah ini memang krusial untuk ditindaklanjuti jika memang ada laporannya.
Bivitri juga menyerukan kepada siapa saja yang ingin golput untuk tetap datang ke TPS. Akan tetapi, buat surat suara tersebut menjadi tidak sah.
Sebab, bila pemilih yang golput tidak datang ke TPS, surat suaranya sangat rentan untuk disalahgunakan oleh kekuasaan.
"Makanya saya kalau ngobrol sama teman-teman suka bilang, datang sajalah kalau mau golput. Coblos semua, tetapi jangan enggak datang, nanti dicoblosin orang,” ujarnya.
Bivitri mendesak agar dugaan kecurangan tersebut harus dilaporkan ke Bawaslu. Dengan begitu, pelanggaran yang terjadi bisa ditindaklanjuti untuk gugatan selisih suara di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Nanti ketika dijadikan bahan di Mahkamah Konstitusi dalam sengketa hasil, juga bisa ada maknanya begitu,” ujar dia.(fat/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam