jpnn.com - JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia Kiai Abdullah Jaidi berbicara soal Pemilu 2024.
Dia mengingatkan semua pihak menyadari bahwa pelaksanaan pemilu bukan ajang perseteruan.
BACA JUGA: Elektabilitas Semakin Moncer, PDIP Bakal Kian Perkuat Kemenangan di Pemilu 2024
Menurutnya, pelaksanaan pemilu merupakan ajang merajut kebersamaan dan persatuan bangsa.
Kiai Abdullah dalam kesempatan kali ini juga menyoroti soal politik identitas.
BACA JUGA: Muhamad Mardiono Datangi Salah Satu Ponpes Tertua di Makassar
"Politik identitas memang kerap terjadi di setiap perhelatan politik."
"Untuk itu, saya berpesan agar pemilu tahun depan jangan dijadikan ajang perseteruan, tetapi dimanfaatkan untuk merajut kebersamaan dan persatuan bangsa," ujar Kiai Abdullah Jaidi di Jakarta, Selasa (21/2)
BACA JUGA: Hasil Survei Populi Center: PDIP Masih Teratas, Elektabilitas Gerindra Kian Menguat
Menurut Kiai Abdullah, politik adalah momentum bagi bangsa Indonesia untuk menentukan masa kepemimpinan lima tahun mendatang.
Oleh karena itu, menjelang tahun politik 2024, dia mengimbau segenap bangsa memperkuat rajutan kebersamaan dan persatuan.
Dia juga mengajak seluruh elemen bangsa menghindari berbagai bentuk ujaran kebencian dan intoleransi dalam bentuk SARA, apalagi yang memanfaatkan mimbar agama untuk berpolitik.
Kiai Jaidi berharap agar pemilu nanti dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat Indonesia untuk bisa menunjukkan kesantunan dan saling menghargai dalam menyikapi perbedaan pandangan politik.
Hal itu perlu dilakukan agar masyarakat tidak mudah dibenturkan satu dengan lainnya.
Kiai Jaidi lebih lanjut berpesan agar para pemilih yang terlibat dalam perhelatan pemilu harus mendukung pemimpin dan perwakilan yang terpilih, walaupun mereka bukan pilihannya.
Hal itu penting karena pemilu hanya proses, sementara nanti siapa pun yang terpilih tetap akan menjadi pemimpin seluruh bangsa.
"Tidak ideal jika saling menghujat dan menjatuhkan. Harus merajut kebersamaan, sehingga event politik lima tahunan tidak menjadi pemicu permusuhan."
"Harus sportif dengan cara bersama-sama memberikan dukungan penuh kepada siapa saja yang terpilih nantinya," katanya.
Terlepas apa pun yang dijanjikan, lanjut mantan Ketua Umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah itu, sebaiknya para pihak yang bersaing perlu memperhatikan adab atau kesantunan dalam bertindak dan bertutur kata terhadap sesama anak bangsa.
"Peradaban itu berasal dari kata adab. Adab itu adalah sebuah kesantunan, maksudnya adalah yang pertama, dalam konteks bernegara dan bermasyarakat, kesantunan harus diwujudkan dalam persamaan (hak dan kewajiban)," ucapnya.
Kedua, saling menghormati dan menghargai. Boleh berbeda agama, pandangan, atau kepercayaan, tetapi sebagai warga negara Republik Indonesia harus mengutamakan kebersamaan dalam menjunjung tinggi dasar negara, yaitu Pancasila.
Pada sila pertama Pancasila, kata Kiai Jaidi, terdapat nilai ketuhanan atau kepercayaan, terdapat nilai persatuan Indonesia yang menggambarkan kebersamaan anak bangsa.
Peradaban Indonesia akan semakin matang jika bisa menyingkirkan perselisihan dari perbedaan yang ada.
Hal tersebut bisa dicapai jika masing-masing individu memiliki kesantunan dalam bergaul di tengah masyarakat.
"Seharusnya, tujuan semua adalah menciptakan suasana yang rukun, damai, saling menghormati dan menghargai."
"Peradaban Indonesia ini pada intinya adalah kesantunan yang ditunjukkan oleh umat Islam ataupun umat-umat yang lain dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia," katanya.
Untuk itu, sekali lagi ia mengimbau agar memasuki tahun politik seluruh pihak untuk tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan tujuan politik. (Antara/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... PBB Menargetkan Raih 6 Kursi DPR dari 6 Provinsi di Papua
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang